Perda retribusi pemadam Dicabut, Pansus Khawatirkan Kebakaran Bertambah

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya,Bhirawa
Panitia Khusus (pansus) Pencabutan Peraturan Daerah (Perda) Retribusi Alat Pemadam Kebakaran bekerja keras menyelesaikan proses pembahasan. Saat ini, pembahasan pencabutan retribusi itu mulai menyentuh babak akhir. Namun, Pansus mulai khawatir ketika retribusi dicabut, maka jumlah kebakaran di Surabaya bertambah banyak.
Wakil Ketua Pansus Achmad Zakaria mengaku khawatir tidak adanya perda akan membuat pengelola gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, hotel dan lainnya akan lalai. Mereka tidak lagi memiliki kewajiban untuk memeriksakan alat pemadam kebakaran. Sehingga, alat tersebut tidak terjamin berfungsi dengan baik.
“Kalau alat pemadam kebakarannya tidak fungsi, saat terjadi kebakaran tidak bisa melakukan tindakan pemadaman cepat,” ujarnya, Kamis (22/6).
Politisi Fraksi PKS ini menegaskan, selama ini Pemkot Surabaya tidak memiliki layanan standar. Terbukti, tidak adanya sanksi apabila pemilik alat pemadam kebakaran tidak melakukan pengecekan rutin. Sebab, tidak ada kewajiban untuk memeriksakan alat pemadam kebarakan dalam setiap tahunnya.
Om Jack, sapaannya, menjelaskan, Pemkot tidak memiliki aturan tegas. Dalam perda 15 tahun 1982 pasal 79 hanya disebutkan alat pemadam kebakaran supaya terkontrol. Nah, kalau dicabut sementara sistem pemeriksaannya dan pengawasannya belum dipersiapkan dengan baik, alat pemadam kebakaran justru semakin tidak terkonrol.
“Kalau dicabut sementra sistem pemeriksaannya belum siap misal melalui perwali, maka khwatir alat-alat pemadam kebakaran tidak terkontrol kualitasnya,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, besaran biaya pemeriksaan setiap jenis alat pemadam kebarakan bervariasi. Pemeriksaan dan pengujian jenis Hydrant sebesar Rp 50 ribu pertitik/tahun, Springkler Rp 1.200 ribu pertitik/tahun, alaram otomatis RP 50 ribu pertitik/tahun.
Sedangkan untuk pemeriksaan dan pengujian alat pemadam api ringan (apar) jenis busa dengan klasifikasi sampai sembilan liter Rp 7 ribu, 10-50 liter Rp 8 ribu, lebih dari 50 liter Rp 8.500. Sementara untuk jenis gas sampai dengan 10 Kg Rp 7 ribu, 11 sampai dengan 50 Kg Rp 8 ribu, dan lebih dari 50 Kg Rp 8.500.
Anggota Pansus Binti Rochmah menambahkan, perda retribusi alat pemadam kebakaran berpotensi menghilangan sumber pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 1,7 miliar per tahun. Selain itu, ketika perda itu dicabut otomatis permintaan pemeriksaan akan lebih banyak karena tidak perlu bayar lagi.
“Kalau dicabut pelayanan tidak boleh berkurang, tapi harus lebih,” ucapnya.
Dia menegaskan, selama ini pelayanan dan kontrol alat pemadam kebakaran kurang maksimal. Ketika perda dicabut, pelayanan akan semakin buruk. Karena itu, dia mempertanyakan kesiapan Pemkot Surabaya ketika perda itu disetujui dicabut oleh pansus.
Politisi Partai Golkar ini mengaku bukan tidak setuju perda itu dicabut. Hanya saja, Pemkot perlu menerapkan sistem regulasi ketat. Harus ada sanksi bagi yang tidak mau memeriksakan alat pemadam kebakaran. Termasuk juga sanksi bagi pengelola gedung bertingkat, hotel, mall dan lainnya jika tidak memiliki alat pemadam kebakaran. [gat]

Tags: