Perekonomian Lumajang Terganggu Kelangkaan BBM

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Lumajang, Bhirawa
Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) akibat minimnya distribusi dari Pertamina sangat dikeluhkan masyarakat Kabupaten Lumajang. Pasalnya, krisis BBM ini telah menganggu roda perekonomian masyarakat dalam berbagai sektor. Di antaranya sektor perdagangan dan berbagai sektor lainnya.
Seperti yang dialami Hariyadi (41), warga Desa Kunir Lor, Kecamatan Kunir yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang di pasar desanya mengatakan, untuk pekerjaannya yang harus kulakan dagangan berupa sembako dan sayuran dari Pasar Baru Lumajang menuju tempat dagangannya di Pasar Kunir, harus ditempuh dengan mobil pick up.
‘’Kendaraan saya saat ini praktis tidak bisa jalan,’keluhnya. Kulakan dagangan juga terbengkalai. Intinya, sejak krisis BBM ini, usaha dagangan saya terganggu Mas,’’lanjutnya.
Seharusnya dinihari bisa kulakan ke Pasar Baru Lumajang, namun waktunya habis untuk antre BBM. ‘’Setelah dapat BBM, keburu pagi dan dagangan juga sudah habis,’’ katanya.
Syamsuddin (37) lain lagi. Pedagang kelapa muda asal Desa Pandanwangi, Kecamatan Tempeh ketika ditemui saat antre BBM di SPBU Bagusari di Jl. Mahakam, Kelurahan Jogoyudan, Kecamatan Kota Lumajang mengatakan, akibat krisis BBM ini pekerjaannya yang harus mengantarkan dagangan kelapa muda ke para pelanggannya yang rata-rata adalah penjual es degan di berbagai tempat, tidak bisa dilakukan.  ‘’Pick up ini hanya dibatasi pembelian BBM Rp. 100 ribu saja,’’ungkapnya.
Untuk BBM segitu, kalau digunakan ke kebun mengambil kelapa muda lalu mengantar dari Desa Pandanwangi menuju Kota Lumajang dan berbagai tempat lainnya lalu kembali ke Desa jelas tidak mencukupi. ‘’Untuk itu, saya membatasi pengiriman dan waktu juga habisnya untuk antre BBM seperti ini,’’tandas Syamsuddin.
Begitu juga  yang disampaikan Ny. Rohmah, pedagang BBM eceran asal Senduro yang menyampaikan, dirinya saat ini kesulitan untuk berdagang karena pembelian dengan jeriken sudah tidak dilayani lagi di banyak SPBU.. ‘’Saat ini, saya seperti berburu ke berbagai SPBU untuk membeli BBM dengan jeriken,’’jelasnya. Seraya menambahkan dirinya,  membawa tiga jeriken yang diangkut dengan motor.
Ia menyayangkan, jika kemudian SPBU melarang pembelian dengan jeriken, karena Ny. Rohmah mengaku kartu langganan. ‘’Kalau saya tidak dilayani, jelas tidak ada pekerjaan lagi,’’tandasnya.
Padahal ia jualan eceran juga untuk menyambung hidup.  Diakui oleh Ny. Rohmah, di saat krisis seperti ini, penjualan BBM memang berlipat-lipat harganya. Ia sempat menjual premium maupun solar dengan ukuran kurang dari satu liter dengan harga Rp. 10 ribu. Sedangkan untuk pertamax dengan harga beli Rp11.500 ia jual lagi Rp. 15 ribu. ‘’Di Lumajang ini yang langka tidak hanya Premium dan Solar saja. Pertamax juga langka,’’tutur Ny. Rohmah. [yat]

Tags: