Perempuan dalam Pusaran Ekstremisme

Oleh:
Inggriana Sahara Bintang
Mahasiswi Prodi Sosiologi Agama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Aktivitas ekstremisme dalam beberapa tahun terakhir semakin marak dan meningkat secara drastis. Perempuan memiliki sejarah panjang terkait keterlibatannya dalam aksi ekstremisme, yang berujung pada inspirasi gerakan radikal dengan dalih jihad. Pelaku bom bunuh diri yang baru-baru ini terjadi, ditengarai terpapar paham radikalisme dengan adanya keterlibatan perempuan.

Perempuan sebagai aktor sekaligus korban. Zakiah Aini adalah contoh keterlibatan perempuan dalam serangan bunuh diri atau pelaku teror lone wolf ke Markas Besar (Mabes) Polri pada Rabu (31/3) kemarin.

Peristiwa lain yaitu tejadinya bom Surabaya pada tahun 2018. Sebagian kalangan menganggap perempuan memiliki peran yang cukup signifikan dalam teror tersebut. Peneliti seperti Anick Hamim Tohari dalam wawancaranya kepada VOA Indonesia, pernah mengatakan, “Kita tahu yang disebut perempuan dalam dalam konteks terorisme juga masih simpang siur. Simpang siur itu apakah perempuan itu sebagai aktor utama, ideolog atau sebenarnya dia hanya kepanjangan tangan dari laki-laki sebagai strategi”.

Kasus-kasus yang ada saat ini membuktikan adanya pergeseran peran perempuan dalam aksi ekstremisme. Perempuan tidak lagi memainkan peran di belakang layar, perempuan telah terbukti mampu memainkan peran pada garis terdepan. Itu artinya, perempuan memiliki kemampuan untuk menjadi pagar dalam pencegahan dan penanggulangan serangan radikal. Aksi ekstremisme tidak lagi tentang maskulinitas dan cita-cita patriarki, tetapi telah merambah pada penyamaran fenimin. Partisipasi perempuan dalam upaya ekstremisme banyak didorong oleh pejuang sesama perempuan di Afghanistan, Palestina, hingga Irak, sebagai bentuk kesetaraan gender demi mendapat pahala jihad, seperti kaum lelaki.

Menurut Musdah Mulia, “Meskipun perempuan dalam aksi terorisme adalah pelakunya, pada hakikatnya mereka tetap menjadi korban dari ketidaktahuan dan ketidakberdayaan mereka sendiri, yang mana mereka menyembunyikan niat untuk melakukannya. tindakan keji dan sistematis memanfaatkan teror”, (Perempuan dalam Gerakan Terorisme di Indonesia). Keterlibatan perempuan dalam aksi esktremisme ternyata dimanfaatkan oleh laki-laki. Perempuan dianggap kelompok rentan yang mudah terpengaruh paham-paham radikal. Perempuan seringkali menjadi target utama dengan mengendalikan cita-cita feminin yang ada dalam dirinya. Kekurangan tata kelola dan ketidaksetaraan menjadi penyebab utama ekstremisme berbasis gender.

Resolusi dewan PBB mempromosikan perempuan sebagai agen perdamaian untuk mencegah kekerasan dan menjunjung tinggi penghormatan terhadap hak asasi manusia. Ini adalah bentuk partisipasi perempuan dalam pencegahan konflik dan kekerasan. Perempuan memiliki daya tarik yang besar karena cenderung terlihat lebih toleran dan jarang melakukan kekerasan dibanding laki-laki.

Pendekatan tanggap gender dapat dilakukan untuk mencegah ekstremisme kekerasan, menangani kebutuhan serta pengalaman yang berbeda dari perempuan dan laki-laki. Upaya semacam itu dapat membantu Negara mewujudkan komitmen hak asasi manusia internasional mereka dan memberikan layanan efektif kepada warga negara. Mengurangi ketidaksetaraan gender secara keseluruhan dapat mendukung ketahanan komunitas yang lebih besar, dan pencegahan konflik serta ekstremisme kekerasan.

Mencegah lebih banyak perempuan untuk tidak masuk ke lingkaran ekstremisme bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga seluruh elemen masyarakat. Salah satu cara untuk mendukung partisipasi perempuan dalam pembangunan perdamaian adalah dengan menciptakan sekolah perempuan, untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan tentang transformasi konflik dan pembangunan perdamaian. Tidak hanya itu, sekolah perempuan juga melakukan pembelajaran yang memerangi ideologi radikal dan memperkuat kepemimpinan perempuan.

Sekolah perempuan sudah lama ada di Indonesia, salah satunya bernama, Institut KAPAL Perempuan (Lingkaran Pendidikan Alternatif Perempuan). Sekolah perempuan merupakan model pemberdayaan perempuan. Tujuan utamanya adalah mengembangkan kepemimpinan perempuan yang memiliki kesadaran kritis, solidaritas, kecakapan hidup dan berkomitmen menjadi pelaku perubahan sosial, untuk memperjuangkan kesetaraan gender dan perdamaian. (Kapal Perempuan). Institut KAPAL Perempuan sudah ada sejak tahun 2000 dan saat ini telah menyebar di berbagai wilayah.

Hubungan kolaboratif antara pemerintah dengan masyarakat harus lebih digalakkan. Pemerintah dapat melalukan pembinaan terhadap masyarakat melalui forum-forum informasi dan menawarkan kebijakan-kebijakan untuk mencegah ekstremisme. Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat haruslah menaruh perhatian serius terhadap pencegahan ekstremisme, dengan mencabut peraturan atau kebijakan-kebijakan yang mendiskreditkan perempuan, menciptakan ruang partisipasi perempuan di publik, dan pemberian akses sumber daya yang sama terhadap perempuan.

Pengalaman dan partisipasi perempuan dijadikan sumber utama dalam membangun pengetahuan dan pembelajaran. Perempuan adalah tiang negara, kunci keberhasilan pembangunan sebuah negara, pencapaian keadilan, kesetaraan gender, rasa aman, dan perdamaian bagi seluruh lapisan masyarakat.

——– *** ———-

Rate this article!
Tags: