Perempuan di Balik Kesuksesan Jokowi

Buku Perempuan Berhati IkhlasJudul    : Perempuan Berhati Ikhlas
Penulis  : Hamdani M. W., et al
Penerbit  : Kana Media
Cetak    : I, Agustus 2014
Tebal    : XVI + 168 Halaman
Peresensi  : MI Maratona
Guru SMAN 1 Kradenan, Grobogan Jateng.

Pasca penolakan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi terhadap seluruh gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla resmi menahkodai Indonesia periode 2014-2019.
Khalayak berpikir kemonceran Jokowi di pelbagai ajang kontestasi politik sekaligus kepercayaan rakyat merupakan murni kerjanya sendiri. Khalayak lupa karakter yang melekat pada diri Jokowi saat ini tak luput dari tangan dingin ibundanya, Sudjiatmi Notomihardjo. Tanpa kepiawaian sang Ibu, mustahil Jokowi tumbuh sebagai pribadi bersahaja dan berkarakter seperti saat ini.
Buku ini hadir mengulas kenangan ibu Sudjiatmi terhadap sosok Jokowi kecil hingga masa kini. Melalui buku berjudul Perempuan Berhati Ikhlas ini, Hamdani dkk mencoba menggambarkan sosok sang Busur, Sudjiatmi yang dengan setia mengasah anaknya dengan nilai-nilai kesederhanaan, kejujuran, dan keikhlasan. Nilai yang ditanamkan sejak Jokowi kecil, remaja, hingga menjadi seorang pemimpin yang jujur dan sederhana.
Sudjiatmi memang bukanlah siapa-siapa. Ia hanya seorang perempuan asal Gumukrejo, sebuah desa di wilayah Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Banyak orang tidak mengenal sosok perempuan ini, karena toh ia hanya perempuan biasa, sebagaimana perempuan kabanyakan. Nama Sudjiatmi mulai melambung seiring ketenaran putranya, Jokowi.
Sejak kecil Jokowi memang sudah menunjukkan pribadi baik. Ia tidak pernah berantem dengan teman atau tetangga. Mulai usia remaja di SMA bakat Jokowi menjadi pemimpin dan sifat dewasa mulai kelihatan.”Dia sudah bisa mengarahkan ketiga adik-adiknya yang perempuan semua untuk kuliah jurusan apa dan nanti lulus kuliah menjadi kerja apa nantinya,” kata Sujiatmi.
“Sering jadi juara kelas, sampe kelas berapa, SMP, SMA juga juara sekolah,” ujar Sujatmi. Jokowi juga pernah ‘ngambek’ saat tidak diterima di SMA 1 Sukoharjo. Lantas Jokowi bangkit dan berprestasi di SMA 6 Sukoharjo. (hal. 37)
Jokowi sewaktu SD dan SMP punya cita-cita ingin menjadi pengusaha sukses mengikuri pakdenya Bapak Miyono yang pengusaha kayu dan mebel. Tapi sewaktu lulus SMA dan memilih kuliah di Fakultas Kehutanan UGM (Universitas Gajah Mada) dia berubah keinginan. Cita-citanya berubah ingin menjadi admistratur hutan. “Waktu itu Joko menjawab mau jadi adminitratur alas (hutan-red) sewaktu ditanya kok milih fakultas kehutanan,” tambah Sujiatmi sambil tersenyum
Setelah pindah Jakarta untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta, Jokowi hampir selalu telepon untuk menanyakan kabar ibunda tercintanya antara dua sampai tiga kali seminggu. Jokowi tidak pernah menceritakan masalah kerjanya menjadi Gubernur DKI. kepada ibu tercintanya. Ia hanya tanya kabar kesehatan dan selalu diakhiri dengan kata-kata mohon doa restu.
Jokowi bekerja dengan ikhlas dan jujur adalah hasil didikan ibunya yang selalu menanamkan sifat jujur. Sudjiatmi selalu mengajarkan dimanapun bekerja, anak-anak semua harus bekerja jujur, ikhlas lahir batin dan pengabdian. Itu pesan yang selalu didengungkan Sudjiatmi kepada anak-anaknya semua, termasuk untuk Jokowi.
Hobi blusukan Jokowi mungkin dilakukan karena di masa anak-anaknya ketika masih bersekolah di tingkat Sekolah Dasar. Ia suka mengikuti kakeknya, Bapak Wiro mencari kayu di hutan daerah hutan sekitar Solo. (hal. 85) Juga hobi suka main-main dengan anak sebayanya di daerah Tirtonadi Surakarta yang berdekatan dengan bantaran Sungai Karanganyar. Bekas bantaran Sungai Anyar ini sekarang disulap menjadi Taman Tirtonadi setelah Jokowi menjadi walikota.
Sebagai anak sulung laki-laki satu-satunya dalam keluarga, Jokowi memiliki tiga adik perempuan. Sujiatmi berusaha menyamakan kasih sayangnya kepada keempat anak semua sama yang laki-laki maupun wanita.
Jokowi juga bukan tipe anak-anak yang cengeng suka menangis dan suka mengadu kepada ibunya. Dia tidak pernah mengadu masalah pergaulan teman-temannya di depan ibundanya. “Saya melihat Joko menangis hanya dua kali selama dia dewasa pas ayahnya Bapak Notomiharjo dan Eyang Kakungnya Bapak Wiro meninggal dunia tahun 1992. Joko memanggul sendiri jenazah bapaknya ke makam,” kata ibu yang ramah ini. Ayahanda Jokowi, Notomiharjo meninggal dunia tahun 2000 ketika Jokowi sudah menjadi pengusaha mebel sukses.
Buku ringan setebal 168 halaman ini mengajarkan kepada kaum ibu untuk cerdas mendidik anak. Jokowi adalah bukti dari hasil kecerdasan seorang ibu dalam mendidik anak. Ibu dan anak merupakan dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Semoga berkat tangan dingin seorang ibu, lahir Jokowi-Jokowi lainnya.

                                                      —————————– *** —————————–

Rate this article!
Tags: