Perempuan Pemimpin di Jatim

Oleh:
Frida Kusumastuti
Dosen Ilmu Sosial & Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang

Jika hasil quick count Pilkada Serentak 2018 tidak berbeda dengan hasil real count, maka ada yang istimewa dari Jawa Timur. Diantara 38 Kepala Daerah di Jatim, ternyata 9 diantaranya dipimpin oleh perempuan. Bahkan termasuk jabatan Gubernur yang akan dipimpin oleh Khofifah Indar Parawansa. Itu juga berarti kepemimpinan daerah di Jatim telah memenuhi 25.6% keterwakilan perempuan.
Daerah Kabupaten dengan pemimpin seorang perempuan antara lain dokter Faida – Bupati Jember, dokter Haryanti Sutrisno – Bupati Kediri, Mundjidah Wahab – Bupati Jombang. Sementara Daerah Kota dengan pemimpin seorang perempuan meliputi Tri Rismarini – Walikota Surabaya, Dewanti Rumpoko – Walikota Batu, dan Rukmini Buchori – Walikota Probolinggo. Akan menyusul kemudian adalah Kepala Daerah terpilih 2018 antara lain Trantri Hasanuddin – Bupati Probolinggo, Mundjidah Wahab – Bupati Jombang, Anna Mu’awanah – Bupati Bojonegoro, dan Ika Permatasari – Walikota Mojokerto, serta Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa.
Perempuan Tangguh dan Profesional
Siapa saja perempuan pemimpin Jawa Timur itu? Kita mulai dengan Khofifah Indar Parawansa. Salah satu dari politikus politik tanah air yang fenomenal. Menjadi legislator pada 1992 disaat berusia 27 tahun. Khofifah sempat mengguncang Sidang MPR RI 1998 dengan pidato sikap Fraksi Persatuan Pembangunan yang berani menyatakan kritik pada pemerintahan Orde Baru. Hadirin terperanjat karena pidato yang disampaikan Khofifah tidak sama dengan naskah yang telah disetujui sebelumnya. Tidak hanya kritik pada gaya kepemimpinan Orde Baru yang mengekang demokrasi, Khofifah juga menyampaikan ide-ide cemerlang. Selain kiprah politik sebagai Menteri RI dua kali pada masa dua presiden yang berbeda, kiprah sosial Khofifah melalui ormas Muslimat NU menjadi kebanggan tersendiri bagi warga NU, masyarakat pedesaan, dan perempuan.
Surabaya sebagai ibu kota terbesar kedua selalu bangga dengan Walikota Tri Rismarini. Dialah perempuan pertama yang dipilih rakyat menjadi Walikota. Gayanya yang tegas, disiplin, accountable, sekaligus sederhana, keibuan, dan merakyat, membuat Risma sangat dicintai warga Surabaya. Mengawali karir sebagai Aparatur Sipil Negara atau PNS pada 1997, Risma sangat menguasai apa yang dibutuhkan oleh Surabaya dan warganya. Bacground pendidikan di Teknik Arsitektur ITS, Risma mengubah wajah Surabaya sangat indah. Berbagai penghargaan diterima Risma. Tidak kurang penghargaan Internasional yang memuji kepemimpinannya yang bersih, berwibawa, dan manusiawi. Tahun 2015 Risma tercatat sebagai salah satu dari 50 tokoh yang berpengaruh bersama dengan tokoh-tokoh dunia versi Majalah Fortune.
Sama halnya dengan Bupati Jember, dokter Faida adalah dokter berprestasi yang juga lulusan Magister Manajemen RS UGM. Lahir dari keluarga dokter, Faida dipercaya memimpin Rumah Sakit milik keluarga. Sebelum menjabat sebagai bupati, banyak penghargaan yang diterima Faida berkaitan dengan profesinya sebagai dokter dan direktur RS. Sebagai perempuan professional, Faida masuk dalam 100 Indonesia Most Powerful Business Women versi Majalah SWA 2011, The Best Innovative and Creative Women Indonesia Creativity Award 2012 , The Best Professional by Loyalty Performance of the Year 2012, dan Anugerah Perempuan Indonesia Kategori RS Swasta 2013. Faidah juga mendapat apresiasi atas kiprahnya pada kaum wanita serta duafa di bidang kesehatan.
Anna Mu’awanah yang mengikuti bursa pilihan Bupati Bojonegoro 2018 memperoleh suara tertinggi versi quick count. Anna bukanlah politikus baru. Politikus PKB lulusan Magister Hukum ini pernah menjadi Ketua DPD PKB 2008-2013. Selama menjadi legislator sejak 2004 Anna sudah bertugas di berbagai Komisi. Pernah bertugas di Komisi XI (keuangan dan perbankan) dan mencetak rekam jejak sebagai Anggota Panitia Khusus (Pansus) Bail Out Bank Century; di Komisi IV (pertanian, kehutanan, perikanan dan pangan) sebagai Wakil Ketua Komisi IV; dan Komisi IX (tenaga kerja, transmigrasi dan kesehatan). Kiprahnya sebagai legislator cukup vocal saat membahas RUU Pencegahan dan Penanganan Krisis Keuangan, RUU tax amnesty, RUU tembakau
Mundjidah Wahab Wakil Bupati Jombang, sejak 1971 telah menjadi anggota DPRD Jombang, dan pada 1997 menjadi anggota DPRD Jatim. Kiprahnya di Parpol juga luar biasa. Mundjidah pernah menjadi Ketua WPP DPW PPP Jawa Timur selama dua periode. Aktivitasnya di ormas NU sudah dilakukan sejak usia 16 tahun (1964) sebagai ketua PC IPPNU Jombang hingga menjadi Ketua I PD Muslimat NU Jawa Timur (2006-2011) dan juga pernah menjadi pengurus MUI Jatim (2000-2005).
Bukan Sekedar Isteri Mantan Kepala Daerah
Meskipun ada beberapa perempuan terpilih sebagai Kepala Daerah berlatang belakang isteri mantan Kepala Daerah seperti Bupati Kediri, Walikota Probolinggo, dan Walikota Batu, namun para perempuan-perempuan tersebut bukanlah isteri atau ibu rumah tangga biasa. Mereka juga puya karir sendiri sebelumnya. Haryanti Sutrisno Bupati Kediri sebelumnya adalah seorang dokter sekaligus pengusaha. Dicatat sebagai Bupati terkaya di Indonesia dengan harta kekayaan sebesar Rp. 41 M.
Begitupula dalam karir politik. Perempuan yang menjadi Kepala Daerah yang merupakan isteri mantan Kepala Daerah sebelumnya, bukanlah perempuan yang baru terjun di bidang politik Seperti Rukmini Buchori Walikota Probolinggo yang sebelumnya adalah Anggota DPR RI dari PDIP 2009-2014 Komisi VIII yang menangani Departemen agama, Departemen Pemberdayaan perempuan dan Anak, Departemen Sosial, dan Zakat.
Dewanti Rumpoko, Walikota Batu sebelumnya adalah seorang dosen psikologi sebuah PTS di Kota Malang. Dewanti juga aktif di bidang pendidikan anak berkebutuhan khusus, serta menginisiasi komunitas pencinta kain. Selain sebagai politikus PDIP.
Anggapan miring tentang perempuan yang menjabat karena suami terbukti tidak sekedar keberuntungan dalam kasus Kepala Daerah di Jatim. Para perempuan tersebut tentunya bukan sekedar menjadi boneka ambisi para suami yang menjadi mantan Kepala Daerah. Melainkan penuh kesadaran meramu kecerdasan pengalaman mendampingi suami sekaligus memunculkan eksistensi sebagai perempuan yang istimewa.
Urgensi Bagi Jawa Timur
Ditengah isu perempuan sebagai pemimpin karena faktor kekerabatan (dengan lelaki pemimpin) seolah menciptakan stereotip lemahnya perempuan. Namun, Jawa Timur nampak istimewa. Para Kepala Daerah yang dari kalangan perempuan di Jatim menunjukkan kiprah mereka sebelum menjadi kepala daerah tidak bisa dipandang sebelah mata. Profesionalitas, kedekatan dengan publik dan masyarakat, serta relasinya dengan parpol dan ormas merupakan kualifikasi penting dalam mengelola daerah masing-masing.
Menariknya lagi, para perempuan Kepala Daerah di Jatim merepresentasikan putra daerah. Artinya, karakter kebudayaan daerah masing-masing tentunya juga melekat dengan karakter mereka. Bekal kebudayaan ini menjadi penting dalam membangun daerah. Seperti dikenalkan oleh Ayu Sutarto (2004), bahwa berdasarkan Kawasan kebudayaan, Jatim terbagi ke dalam sepuluh kawasan kebudayaan. Kawasan kebudayaan besar ada empat, yakni Jawa Mataraman, Arek, Madura Pulau, dan Pandalungan. Sedangkan kawasan yang kecil meliputi Jawa Panoragan, Osing, tengger, Madura Bawean, Madura Kangean, dan Samin (Sedulur Singkep). Terbaginya Kawasan Kebudayaan di Jatim bisa digunakan sebagai peta landasan pendekatan kepemimpinan.
Sebagai contoh, walikota Risma yang memimpin Surabaya, masuk dalam kawasan budaya Arek. Karakter Risma sejalan dengan karakter budaya Arek. Tegas, lugas, apa adanya, tapi kreatif dan setia kawan. Secara ekonomi kawasan budaya Arek ini merupakan perpaduan bidang industri, pariwisata, dan pendidikan. Sehingga yang diperlukan adalah pemimpin yang penuh ketauladanan, entrepreneur, dan egaliter. Begitupula dengan Kawasan Pandulangan yang memiliki karakter budaya ekspansif, pekerja keras, dan ketokohan agama, melekat dengan karakter personal para perempuan pemimpin daerah di Jawa Timur.
Dengan demikian, melihat rekam jejak profesional, karir politik, basis organisasi, dan latar belakang sosial budaya, para perempuan pemimpin daerah di Jawa Timur membawa rasa optimisme bagi pengembangan dan pembangunan Jawa Timur ke depan. Khofifah Indar Parawangsa, arek Surabaya, besar dalam basis massa Muslimat-NU, dan pengalaman nasional serta internasionalnya agaknya memiliki bekal yang komplit untuk memimpin Jawa Timur. Namun demikian, masyarakat Jawa Timur tidak boleh terlena. Partisipasi dan sikap kritis masyarakat masih diperlukan dalam mengawal kepemimpinan di Jawa Timur.

——— *** ———-

Rate this article!
Tags: