Perikanan Salah Urus, Kaya Potensi Miskin Produksi

Oleh :
Oki Lukito
Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan Dewan Pakar PWI Jawa Timur.

Pelabuhan Perikanan Muncar, Banyuwangi tidak lagi menjadi ikon perikanan Provinsi Jawa Timur dan kehilangan pamornya sebagai barometer perikanan tangkap nasional. Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang dahulu melimpah dengan hasil tangkapan nelayan yang melaut di Selat Bali, Laut Jawa, Samudra Indonesia terutama ikan lemuru, kini beralih fungsi menjadi tempat perbaikan jaring dan penyuluhan nelayan serta gudang.

Muncar yang pernah digadang gadang menjadi salah satu sentra Minapolitan Nasional kondisinya terpuruk menyusul Bagansiapiapi, Provinsi Riau yang kini lebih pantas disebut monumen atau tetetenger itu. Bukan hanya Muncar yang kondisinya mengenaskan, hal sama terjadi di Pelabuhan Perikanan Bulu, Tuban sedikit demi sedikit tetapi pasti produksinya menurun drastis. Demikian Pula PP Paiton, Kabupaten Probolinggo dan PP. Tambakrejo, Kabupaten Blitar yang fasilitasnya dibangun megah akan tetapi sepi ikan itu.

Provinsi Jawa Timur dengan 38 kabupaten/ kota, 22 daerah diantaranya memiliki laut sebetulnya memilik sumber daya hati melimpah. Dikelilingi Laut Jawa, Selat Madura, Selat Bali, Samudra Indonesia dan perairan pulau pulau kecil seluas 126.676 km2 memiliki potensi ikan pelagis besar 73.435,6 Ton/Tahun, pelagis kecil 153.314,3 Ton/Tahun dan potensi ikan demersal 153.314,3 Ton/Tahun. Dianugerahi panjang garis pantai 3.498,12 Km serta luas wilayah pesisir 1.382.233 Ha dengan potensi ikan budidaya untuk usaha keramba jaring apung atau budidaya laut sebesar 415.465,6 Ton/Tahun.

Data Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Jawa Timur menyebutkan, di wilayah pesisir dan lautnya memiliki beragam sumberdaya alam mulai dari hutan mangrove tersebar di perairan di 14 Kabupaten/Kota, terumbu karang dengan total 70 jenis karang di perairan Laut Jawa dan Selat Madura, cemara udang di 17 Kabupaten/Kota di pesisir Laut Jawa potensial dijadikan wisata bahari. Sektor perikanan Jawa Timur selama lima tahun terakhir di bawah kepemimpinan Gubernur Khofifah Indarparansa tidak mengalami perubahan yang berarti. Kendati produktivitas setiap tahun naik kurang lebih sepuluh persen dan nilainya bertambah, secara nasional posisi Jawa Timur produksinya stagnan, kalau tidak ingin dikatakan terpuruk, berada di posisi urutan ke tiga jauh di bawah Provinsi Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat.

Sebagai gambaran, produksi total perikanan Jawa Timur tahun 2020 dan 2021 nyaris sama sebesar 1,7 juta ton hanya selisih 200 ton didominasi hasil perikanan budidaya 1,2 juta ton dihasilkan oleh 276.670 pembudidaya, produksi perikanan tangkap 528 ribu ton dihasilkan oleh 219.439 nelayan yang tersebar di 16 Pelabuhan perikanan. Jumlah tersebut boleh dikata tidak sebanding dengan potensi luas laut, panjang garis pantai, luas perairan pulau pulau kecil serta luas wilayah pesisirnya. Potensi perikanan Jawa Timur sebagai provinsi Agro-Maritim jika tidak salah urus sejatinya cukup besar untuk menyangga program ketahanan pangan nasional. Dibandingkan prestasi Jawa Timur 15 tahun lalu selama tiga dekade sebagai provinsi primadona perikanan nasional, selalu menduduki rangking pertama dan menjadi barometer perikanan nasional, sejujurnya sektor perikanan saat ini terpuruk.

Revitalisasi Birokrasi
Merujuk data yang dirilis BPS Jatim pada tahun 2021, 15 dari 22 wilayah pesisir di Jawa Timur memiliki nilai IPM di bawah Jawa Timur. Hanya 7 kabupaten kota yang memiliki IPM diatas Jawa Timur yaitu Kab. Lamongan, Kab. Gresik, Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kota Pasuruan, Kota Probolinggo dan Kab. Tulungagung. Beberapa diantaranya memiliki aktivitas industri dan perdagangan yang lebih kuat dibandingkan kegiatan yang bersifat agraris maupun kelautan. Sementara tiga kabupaten di Madura memiliki jumlah penduduk miskin yang lebih banyak dibanding kabupaten/kota lain di wilayah pesisir.

Orientasi revitalisasi dan intensifikasi produksi serta program yang tidak terarah membuat Jawa Timur terlena. Besarnya potensi jadi malapetaka, memukul sektor perikanan dari hilir ke hulu. Kebijakan memacu produksi menjebak DKP masuk perangkap liberalisme sehingga lumbung ikan dan garam serta hasil laut lainnya terpaksa harus diimpor. Khofifah Indar Parawansa selaku Nakhoda Jawa Timur yang digadang gadang menjadi Wapres RI tahun 2024 itu diharapkan instropeksi dan merevitalisasi birokrasi di posisi strategis DKP yang ditempati personil yang tidak kompeten, tidak memiliki latar belakang disiplin ilmu kelautan dan perikanan mengingat DKP adalah instansi teknis bukan OPD Penghasil.

———– *** ———–

Tags: