Perizinan Sekolah Harus Gunakan Badan Hukum

Badan Hukum SekolahPemkot Surabaya, Bhiwara
Bagi sekolah-sekolah swasta yang belum berbadan hukum sekaligus belum tercatat di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) harus segera membenahi diri. Karena status tersebut tidak hanya berfungsi seputar bantuan sosial (Bansos), melainkan juga untuk mengurus sejumlah perizinan sekolah.
Kabid Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya Eko Prasetyoningsih mengatakan, bagi sekolah-sekolah yang akan memperpanjang izin operasional harus sudah berstatus badan hukum. Selain itu, izin pendirian sekolah juga hanya akan diberikan bagi yayasan atau perkumpulan yang sudah berbadan hukum.
“Jangan dikira status badan hukum hanya melulu untuk bantuan saja. Sementara yang tidak menerima boleh tidak mengurus badan hukum. Tidak begitu, badan hukum ini juga untuk perizinan,” tutur Eko saat dihubungi, Minggu (4/10).
Terkait hal tersebut, Eko mengimbau seluruh sekolah yang belum tergerak untuk mengurus status badan hukum segera mengurus. Sebab untuk perizinan, Dindik Surabaya punya aturan seluruh berkas diajukan maksimal tiga bulan sebelum habis masa aktif izin operasional.
“Jangan menunggu mau habis baru mengurus. Sekarang mumpung bareng-bareng. Kita (Dindik) juga sedang intensif memfasilitasi sekolah yang belum berbadan hukum,” tutur Eko.
Seperti diketahui, kewajiban berbadan hukum ini tertera dalam  Pasal 298 ayat 5 UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal itu menyebutkan, pemberian hibah hanya boleh diberikan kepada lembaga atau organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia. Sedangkan merujuk UU nomor 16 tahun 2001 junto 28/2004 menyebut, yayasan atau lembaga dinyatakan berbadan hukum setelah mendapatkan pengesahan dari menteri.
Hingga saat ini, sekolah-sekolah di Surabaya yang belum menyelesaikan pengurusan badan hukum masih sebanyak 85 lembaga SMP/MTs. Sedangkan untuk jenjang SD/MI masih tercatat 179 lembaga belum berbadan hukum. Data tersebut telah dirilis Dindik Surabaya per 3 Oktober lalu. Sekolah-sekolah yang telah mengurus namun belum menyerahkan laporan diwajibkan untuk melapor terakhir hari ini, Senin (5/10) pukul 16.00.
“Sudah banyak yang kita fasilitasi untuk mengurus. Tapi memang sebagian hasilnya belum melapor ke dinas. Jadi 264 lembaga itu kemungkinan besar akan berkurang,” pungkas Eko.
Harapkan BOPDA Dilanjutkan
Sementara terkait dengan implementasi UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah salah satunya menginstruksikan pembagian urusan pemerintahan bidang pendidikan, Pemkot berharap Pemprov melanjutkan program yang telah dilakukannya , salah satunya terkait BOPDA SMA.
Untuk diketahui dalam lampiran UU tersebut tertulis bahwa pengelolaan pendidikan menengah menjadi ranah pemerintah provinsi. Itu berarti, tidak lama lagi seluruh SMA dan SMK di Surabaya akan dikelola oleh Pemprov Jawa Timur.
Kabid Dikmenjur Dispendik Surabaya Sudarminto mengatakan, kebijakan tersebut efektif berlaku terhitung dua tahun sejak diundangkan.
Dengan kata lain, deadline-nya jatuh pada Oktober 2016. Sebagai salah satu bentuk persiapan, tahun depan Dispendik Surabaya akan melakukan verifikasi data. Sebab, perpindahan pengelolaan dari Pemkot ke Pemprov meliputi gedung, aset sarana-prasarana dan tenaga pengajar.
Lebih lanjut, Sudarminto menyatakan, pada dasarnya tidak masalah siapa pun pengelolanya nanti. Hal yang terpenting adalah bagaimana caranya agar kualitas pendidikan tidak turun pasca pemberlakuan kebijakan tersebut.
Menurut dia, sekolah-sekolah di Surabaya terbiasa “dimanjakan” dengan intervensi dari Pemkot. Intervensi yang dimaksud Sudarminto baik berupa BOPDA maupun pelatihan pengembangan kualitas guru dan siswa. Sedangkan dari sisi masyarakat, beban menjadi lebih ringan karena kewajiban membayar uang operasional sekolah sudah ditanggung BOPDA.
“Secara keseluruhan, anggaran bidang pendidikan menengah kejuruan (Dikmenjur) Surabaya tahun ini mencapai Rp449 miliar. Anggaran tersebut termasuk yang ada di dinas-dinas lain seperti dana rehabilitasi gedung sekolah yang ada di Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang,” terang Sudarminto Minggu (4/10).
Namun demikian, pihak sekolah dan wali murid tampaknya masih resah. Mereka khawatir pengalihan kewenangan pengelolaan sekolah juga berdampak pada program-program yang selama ini berjalan.
“Jika BOPDA dihapus atau dikurangi jumlahnya, hal itu tentu sangat memberatkan bagi sekolah,” kata Kepala SMK Rajasa Yudhin Bayo Sili. Menurut dia, BOPDA tidak boleh dihapus atau dikurangi sebab perannya sangat vital dalam menopang kelangsungan operasional sekolah.
“Kalau BOPDA benar-benar dihapus, maka hal itu bertentangan dengan undang-undang lainnya, yakni UU 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Di situ dijelaskan bahwa komponen pendanaan pendidikan mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat. Jadi tolong jangan menghilangkan domain pemerintah daerah, khususnya pemerintah kota dalam mendukung terciptanya sistem pendidikan berkualitas,” kata Yudhin.tam. [dre]

Tags: