Perjalanan Menemukan Keutuhan Iman

Judul : The Geography of Faith
Penulis : Eric Weiner
Peresensi : Teguh Afandi
Penerbit : Qanita, Mizan
Cetakan : Pertama, Oktober 2016
Tebal : 502 halaman
ISBN : 9786024020408

Bila dalam buku yang pertama, The Geography of Bliss, kita akan diajak untuk jalan-jalan sekaligus merumuskan kebahagiaan di berbagai negara. Eric Weiner menemukan bahwa kebahagaian adalah hal paling subtil dan absrak. Dalam buku The Geography of Bliss kita akan diajak untuk merunut keindahan sekaligus kedalaman sebuah iman.
Travelling memang menjadi topik yang menarik untuk diulik. Begitu menjamur buku-buku catatan perjalanan dengan ratusan sudut penceritaan dan kelebihan. Ibnu Khaldun salah seorang penjelajah terkemuka, pernah dengan lantang menyampaikan bahwa perjalanan itu bukan soal tujuan. Tetapi seni menikmati proses dan bagaimana keyakinan kepada Tuhan.
Suatu kali Eric Weiner sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Dalam masa penyembuhan itu, mendadak pikirannya digelayuti pertanyaan pokok, “Sudahkah kau menemukan Tuhanmu?” Pertanyaan itu terus berputar di kepala Weiner dan kemudian ditambah Sonya, anak perempuannya yang sudah mulai bertanya-tanya perihal eksistensi Tuhan.
Titik balik itulah yang membuat Weiner melakukan pencarian atas Tuhan dan iman. Uniknya Weiner tidak mencari dalam kitab suci atau ajaran ritual kebanyakan. Weiner melakukan perjalan ke kota-kota suci banyak agama dan berinteraksi dengan pemeluk dan mengamati ajaran dan ritual agama.
Agama-agama yang dipilih Weiner tergolong unik. Ia menyeleksi agama dan keyakinan yang tak mayoritas. Demi menemukan Tuhan tidak selalu berada di kerumunan pemeluk yang jamak.
Weiner pun berputar bersama para sufi di Turki, lantas bermeditasi di Tibet bersama Dalai Lama. Kembali ke negaranya, Amerika Serikat (AS), ia mengabdi bersama kaum Fransiskan di sudut Kota New York, lantas bersenang-senang bersama para Raelian di Las Vegas. Ia kemudian terbang ke Tiongkok, melatih chi-nya bersama para Tao.
Kembali lagi ke negaranya, ia melingkar bersama para penyihir Wicca dan kesurupan binatang bersama pengikut Syamanisme. Pada akhirnya, sebagai seorang Yahudi, ia kembali merenungi jati dirinya pada ritual Kabbalah di Jerusalem.
Apakah Weiner menemukan Tuhan di tempattempat itu? Tentu saja. Lebih dari sekadar menemukan, Weiner justru berusaha merekonstruksi Tuhan sebagaimana pengikut aliran-aliran agama non-mainstream itu membentuk tembok iman kepada Tuhan.
Sufisme mengonstruksi Tuhan itu cinta. Buddhisme menggambarkan Tuhan itu kondisi pikiran. Fransiskan membayangkan Tuhan itu pribadi. Raelisme menyebut Tuhan itu nun jauh di luar sana. Taoisme mengatakan Tuhan itu bukanlah apa-apa. Wicca menjelaskan Tuhan itu ajaib. Syamanisme mengibaratkan Tuhan itu seekor binatang. Kabbalah menyimpulkan Tuhan itu rumit.
Atas perjalanan spiritual itulah Weiner berkesimpulan bahwa Tuhan adalah sebentuk himpunan atas banyak komponen. “Jadi, alih-alih mencari Tuhanku, aku harus menciptakan-Nya. Mungkin tepatnya bukan menciptakan. Merancang. Menghimpun. Dia harus berfondasi Yahudi, tetapi ditopang Buddha. Dia harus memiliki hati Sufi, kesederhanaan Tao, kebaikan hati Fransiskan, keriaan Raelian,” tulis Weiener.
Begitulah Weiner menemukan keimanan Tuhan sebagai sinkretis, himpunan dari berbagai sifat baik Tuhan yang dianut agama-agama yang dijelajahinya. Terang benderang Weiner hendak menegaskan bahwa Tuhan mahasegala hal yang baik-baik.
Membaca buku ini membuat kita berpikir: dari mana sesungguhnya kita, manusia, berasal; apa yang terjadi ketika kita mati kelak. Dengan berpikir, kita tidak bersikap nrimo, menerima begitu saja, dalam beragama. Bukankah beragama itu untuk mereka yang mau berpikir? Pula, buku ini membawa kesadaran kita akan keragaman iman manusia. Bahkan kita, sekurangkurangnya pembaca Indonesia, menemukan agama yang mungkin tidak kita bayangkan sebelumnya, yakni Raelian, Wicca, dan Syamanisme.
Tak ayal The Geography of Faith menyajikan perspektif tentang agama dengan gaya asyik, menghibur, dan menginspirasi, tatapi tetap serius, berbobot, dan penuh makna. Sekaligus memprovokasi pembaca untuk gegas mengemasi barang dan menentukan destinasi perjalanan spiritual. Karena dari perjalanan Weiner, kita beroleh pembenaran bahwa perjalanan bukan soal destinasi wisata belaka. Ada pelajaran dan permenungan, termasuk di dalamnya merenungkan hal paling fundamental, yakni keimanan kepada Tuhan.

                                                                                              ————- *** ————–

Rate this article!
Tags: