Perjalanan Pemikiran Pluralisme Gus Dur

Judul Buku  : Gus gerr Bapak Pluralisme dan Guru Bangsa
Penulis    : M. Hamid
Penerbit  : Pustaka Marwa (Anggota Ikapi)
Cetakan  : Pertama, 2010
Tebal Buku  : 130 x 200 m, 156 hal
ISBN    : 978-602-8316-25-5
Peresensi  : Siti Chotimah
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Buku ini memapaparkan tentang sosok guru bangsa yaitu K.H. Abdurahman Wahid atau yang lebih di kenal dengan Gus Dur. Mulai dari perjalanan beliau menempuh pendidikan, karir politik sampai dengan wafatnya beliau. Itu semua dibahas di buku ini. Bab pertama penulis menyajikan bahasan rekam jejak sang guru bangsa, dari ulama ke pahlawan nasional, ideologi guru bangsa, bapak pluralisme dan multikultralisme, tertawa bersama Gus Dur, dan sampai bab terakhir membahas tentang selamat jalan Gus Dur.
Beliau lahir dengan nama Abdurahman Addakhil lahir pada 4 sya’ban 1359 Hijriah atau 7 September 1940. Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Beliau lahir dari keluarga terhormat kakeknya adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang bernama K.H. Hasyim Asy’ari. Ayahnya bernama K.H. Wahid Hasyim, yang terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya Ny. Hj. Sholehah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang. Sejak kecil Gus Dur sudah dikenal sebagai sosok yang kontroversial, contohnya saja dalam kisah sewaktu Gus Dur ditanyai perihal tanggal kelahirannya. Pada tanggal 11 Juli 1968 Gus Dur melangsungkan pernikahan dengan sosok Nuriyah. Pernikahan tersebut dilaksanakan dengan posisi jarak jauh. Gus Dur yang masih berada di Mesir, terpaksa pernikahan dilakukan tanpa menghadirkan mempelai pria dan di wakilkan oleh K.H. Bisri Syamsuri kakek Gus Dur dari garis sang Ibu. Pernikahan Gus Dur dengan Nuriyah di karuniai empat putri. Mereka bernama Alissa Qatrunnada, Zannuba Arifah Chafsoh, Anita Hayatunnufus dan Inayah Wulandari.
Abdurahman Wahid yang merupakan mantan presiden RI ke empat ini adalah sosok penggemar baca buku. Sewaktu kecil beliau sempat ditegur oleh ibunya karena Gus Dur hobi membaca buku. Dari kecil memang Gus Dur sudah keliahatan bahwa beliau akan haus ilmu dengan lewat membaca buku. Hal ini di buktikan dengan semasa hidupnya, walau kondisi fisik dan penglihatannya sudah melemah, ia masih tetap membaca buku, baik itu dibacakan oleh asistennya maupun melalui audio book. Bahkan saat dirawat di rumah sakit menjelang hari-hari terakhirnya, Gus Dur masih terus mendengarkan bacaan buku-buku dari audio book.
Karir pendidikannya pun sangat luar biasa, mulai memasuki pesantren, studi ke luar negeri dan akhirnya kembali ke tanah air. Gus Dur juga terlibat dalam Organisasi Nahdlatul Ulama. Pada 20 Oktober 1999, Gus Dur terpilih menjadi presiden ke 4 RI. Keunikan Gus Dur dalam masa kepemimpinannya, beliau selalu membela hak minoritas etnis Tionghoa. Gus Dur juga merupakan pemimpin tertinggi Indonesia pertama yang menyatakan permintaan maaf kepada para keluarga PKI yang mati dan disiksa dalam gerakan pembersihan PKI oleh pemerintah Orde Baru. Beliau memang seorang tokoh pahlawan anti diskriminasi. Abdurahman Wahid sering mengatakan pendapatnya yang kontroversial. Beliau memang seorang yang tak gentar menyatakan sesuatu yang diyakininya benar. Ketika beliau berbicara tentang pluralisme di awal reformasi, orang-orang baru mulai menyadari pentingnya semangat pluralisme dalam membangun bangsa yang beragam di saat ini. Beliau mengundurkan diri dari kursi kepresidenan pada 23 Juli dan digantikan oleh Megawati Soekarno Putri.
Gus Dur yang digelari sebagai bapak pluralisme, karena keberpihakannya pada kelompok minoritas, baik dalam kalangan muslim sebagaimana pembelaannya terhadap Ahmadiyah, maupun karena kedekatannya dengan kalangan umat Kristen dan Katholik serta etnis Tionghoa. Seperti dalam bukunya Islamku, Islam Anda, Islam Kita (2006), Gus Dur menjadikan pluralisme dan pembelaan sebagai kata kunci. Kumpulan tulisan beliau ini berangkat dari perspektif korban, terutama minoritas agama, gender, keyakinan, etnis, warna kulit, dan posisi sosial. Menurutnya, Tuhan tidak perlu dibela, tappi umat-Nya atau manusia pada umumnya justru perlu dibela. Salah satu konsekuensi dari pembelaan adalah kritik, dan terkadang terpaksa harus mengecam, jika sudah melewati ambang toleransi.
Semangat pluralisme yang ditujukan oleh Gus Dur ini memang sudah terlihat sejak beliau masih muda. Bahkan di tahun 1970-an , di masa mahasiswa Gus Dur adalah seorang pencari kebenaran tanpa henti. Beliau tak mau berhenti pada satu tafsir tentang Islam. Intelektual Gus Dur tidak hanya dalam kajian-kajian ilmu Islam melainkan beliau juga memadukan tenatng ideologi-ideologi modern.
Selain intelektual beliau yang hebat, ternyata beliau juga sangat suka bercanda. Ingat tentang kata beliau yang bilang Gitu Aja Kok Repot. Itulah kata yang sering kita dengar, terdengar memang kata yang sederhana namun mempunyai sejuta makna. Kata itu diambil dari fikih Islam Yasir Wa La Tu asiryang artinya permudah dan jangan dipersulit. Dengan Gus Dur yang selalu humoris, menurut beliau pikiran pun menjadi sehat. Cerita-cerita uyang mengundang tawa memberi kesan kepada orang-orang yang disekelilingnya ikut tertawa.
Itulah isi dari buku yang saya resensi. Buku yang memberikan gambaran tentang perjalanan dari seorang tokoh bangsa Indonesia kita. Mulai dari perjalanan beliau yang masih muda, karir politik beliau serta pendidikan apa saja yang bel;iau tempuh. Buku ini wajib kita baca karena selain kalimat-kalimat yang mudah untuk kita pahami dan juga menjadikan  inspirasi bagi kita untuk lebih maju. Kita sebagai masyarakat Indonesia harus bisa mencontoh semangat yang ada di diri Abdurahman Wahid. Kita juga harus bisa meneruskaan cita-cita Gus Dur untuk bisa menghargai perbedaan yang ada. Kita tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang multikulturalisme, sikap Gus Dur ini bisa menjadi contoh bahwa perrbedaan bukan jadi penghalang untuk kita bersatu yaitu Indonesia.

                                                       ———— *** —————

Tags: