Perjuangan Jati Diri bagi Sarahza

Judul : I Am Sarahza
Penulis : Hanum Salsabilla Rais dan Rangga Almahendra
Penerbit : Republika
Cetakan : I, April 2018
Tebal : iv + 368 Halaman
ISBN : 9786025734212
Oleh : M Ivan Aulia Rokhman
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Dr Soetomo Surabaya. Saat ini menjabat di Devisi Kaderisasi FLP Surabaya dan Anggota UKKI Unitomo.

Perjuangan panjang sepasang suami Istri, Hanum dan Rangga, dalam menantikan kelahiran si buah hati terpapar tentang dalam novel yang penuh inspirasi ini. Sebuah kisah nyata tentng arti perjuangan yang dialami selam sebelas tahun. Hidup tanpa suara riang dan pancaran sosok anak di rumah dan dalam kesehatian. Perjuangan dalam menjalani hari-hari penuh harapan, cobaan, dan kerinduan akan hadirnya anak terkasih, Sarahza.
Hanum dan Rangga tak lelah untuk terus berusaha memahami arti cobaan hidup dalam perjuangan mereka. Mereka merasakan hidup perih melangkah goyah dalam sebuah penantian. Menanti dengan segenap pengorbanan, waktu, harta, perasaan, pengertian, kesal dan kadang-kadang kecewa terhadap kenyataan yang diberikan Tuhan. Sellau memupuk optimisme dalam kesabaran untuk memohon takdir yang baik, kebahagiaan yang diidamkan.
Novel ini memperkaya cara pandang kita dalam memahami kenyataan yang pelik. Penulis tidak melepaskan narasinya dalam berkisah dari rujukan kitab suci Alquran. Keteguhan iman dan rasionalistas adalah ramuan mujarab yang dapat mengobati perasaan yang tersakit dan menjadi lentera untuk menerangi dan menuntun sang pejuang tetap berada dalam keimanan, dujauhkan dari godana duniawi, penceraian, ketakmampuan mengeja takdir.
Hanum dan Rangga percaya bahwa sejak awal setiap insan sudah dinasibkan di lauhul mahfudz sebagai pejuang kehidupan. Setiap perjuangan sarat pengorbanan dan kesabaran. Sampai batas mana seseorang dapat menjaga kesabaran atau justru kepasrahan yang akan ditempuh. Hanum dan suaminya terus melangkah dengan kekuatan hati sepenuhnya untuk mewujudkan harapan mereka. Hanum melewati 20 terapi , 5 inseminasi, 6 bayi tabun in vitro fertilisasi hingga badai depresi yang kerap nkalinya, memeras habis perasaan dalam kerinduan yang mendalam.
Dalam penantian panjang yang melelahkan, akhirnya harapan yang ditunggu-tunggu itu terwujud. Bayi dinanti-nantikan itu telah memecah-mecahkan keraguan akan keadilan Tuhan. Sarahza menyapu langit dan mengubahnya menjadi kenyataan yang membahagiakan. Akhirnya, Tuhan telah merancang sebuah kepastian dan mengijabah doa Hanum dan Rangga untuk mendapatkan putri kesayangan.
Novel ini tidak menjanjikan kebenaran yang diyakini penulisnya-antara agama dan rekayasa genetika buatan manusia. Kisah yang disampaikan tidak lebih dari sebuah kritik penulisnya atas fenomena saat ini, mengenai kepercayaan dan usaha mendapatkan anak di masyarakat modern saat ini. Maka novel ini sekaligus mengakui bahwa keduanya pernah berada di masa sulit yang sama. Tokoh Rangga menjelaskan dengan teks-teks maskulin secara rinci dan rasional mengenai proses genetika buatan yang mutakhir, sembari memberikan dukungan psikologis terhadap tokoh Hanum. Meskipun, pada beberapa bagian buku ini, penulis menampilkan secara lugas ketidakberdayaan teknologi kedokteran atas apa yang tidak bisa dijamah olehnya, yakni takdir.
Tokoh Hanum lebih berupaya untuk memberikan gambaran seorang perempuan sekaligus seorang muslimah yang secara psikologis yang sempat tergoyahkan oleh tekanan mental dari tuntutan sosial masyarakat yang mempertanyakan posisinya yang belum juga dikaruniai anak. Hingga berkali-kali melawan phobianya terhadap jarum suntik dan rentetan ujian iman yang berulang-ulang menjatuhkannya pada kondisi depresi tertinggi manusia sekaligus sebagai umat, yakni kehilangan kepercayaan diri dan Tuhan.
Untuk mengidentifikasikan sebuah genre, karya sastra harus bisa menunjukkan tema besar yang dirangkulnya. Genre fiksi populer Islami belakangan ini mewabah dalam kesusastraan Indonesia modern. Meski novel sejenis I Am Sarahza bukan sebuah tema melodrama baru, ia menegaskan posisinya dalam mengkritik krisis masyarakat pos-modern. Tema Islam tetap mendominasi, walaupun keluar dari gagasan-gagasan perjalanan yang menjadi ciri khas penulisnya.

———– *** ————

Rate this article!
Tags: