Perjuangan Kartini di Era Kekinian

SukesiOleh :
Sukesi
Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur

Bangsa ini memperingati Hari Kartini pada 21 April kemarin. Beberapa sekolah bahkan Taman Kanak-Kanak dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bersemangat mengenalkan sosok Kartini dengan menggelar berbagai rangkaian kegiatan ‘Kartinian’.
Keinginan untuk mengenalkan sosok Kartini kepada anak didik kita sejak kecil tersebut tentu patut diapresiasi. Diharapkan penanaman figur pahlawan yang bisa menjadi teladan tersebut akan mampu menumbuhkan karakter kepahlawanan pada jiwa anak-anak didik kita.
Kita mengenal Kartini sebagai tokoh yang memperjuangkan emansipasi perempuan dengan mendirikan sekolah bagi anak perempuan dan mendorong perempuan mandiri secara ekonomi agar dapat menentukan nasibnya dan anak-anaknya jika keadaan tidak memungkinkan.
Perjuangan Kartini adalah perjuangan untuk menghalau tanda-tanda kegelapan yang diidentikan dan melekat padai diri seorang perempuan, sebagai mahluk yang lemah, mahluk yang hanya melahirkan, menyusui, merawat anak dan menjadi ibu rumah tangga. Perjuangan Kartini kala itu adalah bagaimana supaya kaum perempuan diakui sebagai pribadi dengan dirinya sendiri.
Lantaran itu, peringatan Hari Kartini harus dijadikan refleksi untuk penyatuan gagasan yang berorientasi kesejahteraan dan perlindungan perempuan, Apalagi, saat ini banyak sekali perempuan yang menjadi korban.
Lukisan buram tentang wajah perempuan hari ini masih mudah kita temukan. Lihat saja dalam soal strata sosial budaya masih  sering menempatkan perempuan sebagai manusia kelas dua setelah laki-laki. Kemiskinan dan diskriminasi dalam mengakses sumber daya ekonomi memaksa perempuan menjadi pekerja rumah tangga di luar negeri. Kekerasan terhadap perempuan dalam berbagai bentuk masih sering terjadi.
Kekerasan secara fisik bukan hanya penganiayaan, penyiksaan, penyanderaan dan sebagainya, tetapi juga penghilangan nyawa. Penemuan mayat perempuan dalam keadaan hamil, mayat perempuan yang dimutilasi adalah bukti, betapa perempuan diperlakukan secara tidak bermartabat. Kekerasan seksual pun dialami oleh perempuan, terutama perempuan di bawah umur. Ribuan istri mendapat kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh suaminya sendiri.
Kekerasan terhadap perempuan adalah fakta yang tak perlu dipungkiri. Maka di Hari Kartini ini, semua orang yang berkehendak baik harus membangun semangat dan komitmen untuk menghormati perempuan. Semua orang harus sadar bahwa ketika ia melakukan kekerasan terhadap perempuan, ia sesungguhnya telah merendahkan harkat dan martabat ibu yang melahirkannya, sebab ibu adalah perempuan. Mari kita nyatakan perang terhadap kejahatan terhadap ibu dan mari kita menempatkan ibu di tempat yang mulia.
Permasalahan Sosial Perempaun
Perempuan masih banyak yang menjadi korban kekerasan, menjadi obyek pemerasan dan diperjualbelikan seperti budak atau dipekerjakan tanpa imbalan layak. Tak hanya itu, rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan yang belum maksimal seakan menambah daftar persoalan yang ada. Yang lebih memprihatinkan yakni bertambahnya jumlah ibu rumah tangga yang terkena HIV AIDS dari pasangan atau suami.
Belum lagi, faktor kesejahteraan juga kerap menjadi persoalan utama yang dialami oleh perempuan. Sehingga banyak pula dari mereka yang akhirnya masuk perangkap usaha komersialisasi seks ataupun tindakan kriminal, termasuk juga peredaran narkoba. Tentu saja semua itu karena kurangnya perlindungan terhadap mereka.
Fakta lain juga menunjukkan, masih terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang bermutu dan memadai, pendidikan yang murah dan berkualitas,  serta keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas.
Budaya patriarki mengakibatkan perempuan berada pada posisi tawar yang lemah, sementara suara perempuan dalam memperjuangkan kepentingannya tidak tersalurkan melalui mekanisme pengambilan keputusan formal. Masalah keterwakilan suara dan kebutuhan perempuan dalam pengambilan keputusan untuk merumuskan kebijakan publik sangat penting, karena produk kebijakan yang netral (buta) gender hanya akan melanggengkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan terhadap perempuan, yang berakibat pada pemiskinan kaum perempuan.
Banyaknya peraturan perundang-undangan yang bias gender dan diskriminatif terhadap perempuan yang cenderung merugikan kepentingan perempuan. Dalam kehidupan bermasyarakat tergambar bahwa ketidakadilan terhadap perempuan seringkali juga berujung pada tindak kekerasan.
Kekerasan terhadap perempuan ini tidak semata berkait dengan kekerasan yang bersifat fisik dan seksual, namun juga bersentuhan dengan mental dan sosial. Karenanya kasus semacam ini tidak bisa dipecahkan secara parsial, dengan mengabaikan faktor eksternal yang melingkupi perempuan. Guna memerangi dan mereduksi kasus-kasus kekerasan perlu upaya yang bersifat perubahan kultural, mengingat akar persoalan kekerasan terhadap perempuan bersumber dari budaya yang timpang gender. Kesetaraan dan keadilan merupakan subtansi nilai yang seharusnya melekat dalam sebuah budaya yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Persoalan perempuan bersumber dari berbagai faktor penyebab. Tidak saja karena ia adalah personal yang berjenis kelamin perempuan, tetapi juga faktor sosio-cultural yang cenderung subordinatif dan diskriminatif. Dimana semua itu pada akhirnya membuahkan beragam bentuk pelanggaran hak bagi perempuan.
Kondisi ini memungkinkan perempuan mengalami pemiskinan dalam berbagai bentuknya, seperti; lack of choice (miskin secara ekonomi karena pendapatan yang rendah), lack of voice (secara politis ditempatkan dalam relung yang jauh dari proses pengambilan keputusan; baik keputusan bagi dirinya sendiri maupun di tengah masyarakat dan negara), lack of status (dalam prakteknya masyarakat yang dipengaruhi budaya patriarki seringkali memberi pembedaan dalam fungsi-fungsi sosial diantara laki-laki dan perempuan. Dimana hal itu mengkibatkan ketimpangan relasi; perempuan subordinat laki-laki) dan lack of self-confidence (runtuhnya kekuatan pada diri sendiri ketika harus berhadapan dengan orang lain, terlebih laki-laki).
Semangat RA Kartini saat ini telah mendorong untuk memberikan peran yang sama kepada perempuan di berbagai bidang. Oleh karena itu, marilah kita jadikan Hari Kartini sebagai tonggak oleh perempuan untuk meningkatkan kualitas diri. Perempuan harus menempa diri agar menjadi pribadi yang penuh percaya diri, cerdas, dan memiliki kapasitas yang sama dengan laki-laki. Ini penting, agar perempuan mampu membela hak-haknya sendiri. Memperkuat kapasitas diri ini juga penting, agar perempuan tetap tangguh dalam upaya menanamkan pendidikan kepada anak-anaknya.
Akhirnya, dalam memperingati Hari Kartini 21 April 2016 ini, maka segenap elemen bangsa perlu menyimak kembali dan meneladani semangat perjuangan RA. Kartini sebagai simbol perlawanan seorang perempuan terhadap persoalan bangsa. Kartini adalah salah satu sosok perempuan inspiratif yang pernah dimiliki Indonesia yang perlu dijadikan teladan bagi perempuan-perempuan Indonesia saat ini.

                                                                                                              ——— *** ———

Rate this article!
Tags: