Perjuangan Menghadapi Lika-Liku Kehidupan

Judul : Bidadari untuk Dewa
Penulis : Asma Nadia
Penerbit : KMO Publishing
Editor Ahli : Isa Alamsyah
Eitor : Wulan Mardiana dan Thenita
Layout : Isa Alamsyah
Desain Sampul : Wasi Kendedes
Cetakan : Pertama, Oktober 2017
Ukuran Buku : x + 528 hlm ; 14 cm x 20,5 cm
Peresensi : Lila Sulistyaningsih

“Saya sendiri saat itu berpikir, mungkin Allah punya maksud, mencoba menerima kejadian apa adanya. Kemudian saya mengerti bahwa kalimat kata mustahil hanya pada orang yang tidak percaya pada Allah.” (483)
Novel ini mengisahkan sosok yang bernama Dewa, seorang mahasiswa sukses, pengusaha, dan motivator. Dewa dibesarkan tanpa ayah, hanya seorang ibu yang begitu mempercayai mitologi Yunani. Hal itu membuat pemahaman sang ibu membuatnya selalu berbeda pandangan. Bahkan ibu sangat menentang pernikahan Dewa dan Haura. Hingga tiba saat Dewa ditipu oleh teman yang berkedok ustaz. Bisnis hancur ditambah lagi harus menanggung hutang sebanyak delapan miliar. Dan itu terjadi dalam hitungan delapan belas hari pasca pernikahan. Haura pun disebut sebagai perempuan ‘pembawa sial’. Belum lagi para investor terus meneror sepanjang hari.
Dewa pun tak menyerah. Ide Haura untuk berjualan Ceker Iblis membuatnya optimis. Meskipun hasil yang didapatkan tak sebanding dengan apa yang dilakukan. Matematika manusia bisa ditebak, namun matematika Allah sungguh menakjubkan. Ia hanya bergerak sebagaimana Siti Hajar. “Selintas, memutuskan bolak-balik Safa dan Marwa demi mencari air untuk putranya bukan sesuatu yang masuk akal. Tidak pernah ada mata air di Mekkah sebelumnya. Tapi Siti Hajar berlari setiap melihat fatamorgana. Ia bergerak mengejar harapan. Dan harapan yang diletakkan pada Allah adalah modal yag tidak pernah habis.” (252)
Sembari berjualan, Dewa terus mencari jalan keluar. Ia memutuskan menulis buku sesuai saran Kang Nugie. Penghasilan berlipat-lipat. Hutang tercicil, ekonomi keluarga pun pulih kembali. Kehidupan pun semakin mapan. Dalam situasi ini, ujian datang kembali dengan terpikatnya Dewa pada seorang gadis penjaga toko. Sesuatu yang sungguh menyakitkan bagi seorang istri. Di sinilah ujian rumah tangga. Konon kesetiaan istri diuji saat suami tidak punya harta. Sedang kesetiaan suami diuji saat mempunyai harta berlimpah. (356)
Namun Haura berusaha memaafkan, meski tak sepenuhnya bisa melupakan. Suasana kembali normal setelah mereka umroh. Namun, Allah masih menguji keimanan hamba-Nya. Tiba-tiba Dewa terkena penyakit langka, yaitu GBS (Guillain Barre Syndrome). Dengan gejala kesemutan, mati rasa di kedua tungkai lengan dan wajah, hilangnya refleks, lemas otot sampai lumpuh pada kedua tungkai dan lengan, nyeri pinggang, gangguan gerak bola mata, gangguan bicara, sulit mengunyah dan menelan. (426)
Kehidupan tak berhenti sampai di sini. Di saat badan tak bisa bergerak, satu-satunya obat mujarab selain doa, dzikir, dan istighfar, adalah sabar. Hanya itu yang bisa dilakukan. Sisanya menunggu kebaikan Allah. Dan ketika keadaan seperti ini, terasa sekali betapa banyak kemudahan dalam Islam. Bahkan ketika seseorang lumpuh, kehilangan panca indra, atau dalam kasus Dewa nyaris seluruh kemampuan gerak, mereka masih bisa berdoa. Senjata istimewa yang selalu mampu digunakan setiap muslim terlepas bagaimanapun kondisinya, selama dia masih sadar dan mampu berpikir. (462)
Novel yang begitu menggugah jiwa. Dipaparkan dengan gaya bahasa yang ringan dan memikat sehingga asyik untuk dinikmati. Meskipun ada beberapa ada huruf yang kurang, tapi tidak mengurangi kualitasnya. Apalagi tema yang diangkat merupakan kisah nyata yang penuh dengan tragedi tak terduga.
Selain itu, banyak pula hikmah yang bisa dipetik. Pesan tersirat yang dapat dijadikan pembelajaran seperti kesetiaan pada pasangan, tanggung jawab, hormat pada orang tua, sabar, kreatif menciptakan bisnis, tidak mudah menyerah, terus berusaha tanpa mengenal putus asa. Lebih dari itu, kata-kata motivasi pun tercantum seolah seperti cambuk bagi kita.
“Jangan pernah kehilangan semangat langit. Tetap berprasangka baik sama Allah.” (497)
“Semangat menabung kebaikan. Punya omset banyak, perbanyak juga sedekahnya. Bantu orang lain. Karena kita tidak tahu kehidupan kelak seperti apa.”(497)

——— *** ———–

Tags: