Perkebunan Tebu di Sidoarjo Terancam Hilang

Banyaknya pengembang perumahan masuk ke Kab Sidoarjo, jadi salah satu sebab factor terancam hilangnya lahan perkebunan tebu di Kab Sidoarjo. [alikus]

Sidoarjo, Bhirawa
Komoditas tebu yang jadi unggulan di Sidoarjo terancam hilang. Salah satu penyebabnya Sidoarjo mulai berubah dari wilayah agraris menjadi wilayah industri, perdagangan, jasa dan daerah urban.
Pada tahun 2017 dari data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kab Sidoarjo, luasan perkebunan ini hanya tinggal 4440 hektar saja. “Ini membuat petani tebu yang ingin eksis menggeluti perkebunan ini, terpaksa harus ekspansi ke luar daerah sekitar Sidoarjo, misal Pasuruan, Mojokerto dan Gresik,” ujar Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kab Sidoarjo, Ir M. Asnan, Rabu (19/4) kemarin.
Menurut Asnan, sebetulnya warga Sidoarjo termasuk antusias jadi petani tebu. Sebab produksi gula yang dihasilkan termasuk salah satu Sembako yang dibutuhkan masyarakat.
Lahan di Sidoarjo juga sebenarnya sangat potensial, bila proses pemeliharaan digenjot, per ha bisa menghasilkan tebu sampai 1200 kwintal. Tapi kalau biasa-biasa saja hanya menghasilkan tebu 750 kwintal/ha. “Tapi bagaimana lagi, Sidoarjo saat ini memang mulai berubah budaya, dari daerah agraris ke daerah industri,” kata Asnan.
Saat ini saja, luasan lahan pertanian di Sidoarjo yang masih akan dipertahankan sampai tahun 2025 nanti, adalah 12 ribu hektar. Didalamnya ada 4440 ha yang saat ini dipakai untuk lahan tebu.
Wilayah Sidoarjo sebenarnya memang potensial dipakai untuk perkebunan tebu. Itu terbukti, sejak zaman Belanda di Sidoarjo dibangun ada 5 pabrik gula (PG). Tetapi kini yang masih beroperasi hanya PG Candi, PG Krembung dan PG Watu Toelis. Sementara PG Krian sudah ditutup oleh Pemerintah, menyusul PG Tulangan yang masih dalam proses oleh Kementrian BUMN.
Sejumlah wilayah di luar Sidoarjo, seperti Madura, kata Asnan, bahkan semuanya kalau melakukan giling tebu dilakukan di Sidoarjo, yakni di PG Krembung. Bila nantinya perkebunan tebu di Sidoarjo sampai gak ada, menurut Asnan, mengembangkan jenis perkebunan lain di Sidoarjo dirasa akan sulit.
Sebab selain akan terbentur terbatasnya lahan, juga masalah iklim. misalnya sejumlah produk perkebunan lain seperti kakao, kopi, teh jelas tidak cocok dengan iklim di Sidoarjo yang panas dan ada di dataran rendah. “Padahal produk perkebunan seperti kopi, teh dan kakao itu harus berada di dataran tinggi,” jelas Asnan. [kus]

Tags: