Perkuat Keamanan Siber Indonesia

Belakangan ini, keamanan siber di Indonesia menyuguhkan potret yang sangat mengkhawatirkan. Pasalnya, serangan siber dengan ransoware semakin meluas. Hal itu terlihat dari banyaknya data yang teretas di Indonesia dan dialami oleh sekian lembaga pemerintah seperti KPU, BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Polri dan yang terbaru peretasan yang dialami oleh bank pelat merah yakni Bank Indonesia. Sontak realitas itu mengundang sorotan khalayak publik di negeri ini.

Target yang paling umum serangan ransomware adalah sektor pemerintahan dan industry. Mengutip keterangan resmi Kasperksy, Conti Ransomware muncul pada akhir 2019 dan sangat aktif sepanjang 2020. Serangan kelompok ini menyumbang lebih dari 13 persen dari seluruh korban ransomware selama periode ini. Selama 11 bulan pertama tahun lalu, persentase permintaan Incident Response (IR) dari Kaspersky yang diproses oleh tim GERT Kaspersky telah mencapai 46,7 persen. Angka ini melonjak dari 37,9 persen pada 2020 dan 34 persen pada 2019. Target yang paling umum menjadi serangan ransomware adalah sektor pemerintahan dan industry. Serangan terhadap kedua sektor tersebut mencapai 50 persen dari semua permintaan IR dan semuanya terkait dengan ransomware pada 2021, (Kompas, 23/1/2022).

Serangan siber dengan ransomware itu, setidaknya menyadarkan semua pihak bahwa serangan kejahatan dunia maya itu nyata. Oleh sebab itu, kejahatan siber masih harus diwaspadai. Terlebih, kini transaksi sudah menggunakan online semua. Target peretasan oleh hacker pun tidak hanya pemerintah, namun juga ke khalayak umum sehingga saatnya lembaga-lembaga yang keretas harus segera melakukan mitigasi gangguan IT.

Terlebih, mengingat pelaku serangan siber dengan ransomware mengincar institusi pengelola data penting berskala besar. Perusahaan dan institusi penyelenggara sistem elektronik diharapkan mampu mengantisipasi risiko tersebut dengan mempertebal lapisan pengamanan siber. Salah satunya, memperketat standar dan ketahanan siber dengan mengembangkan teknologi dan infrastruktur keamanan siber yang lebih kuat. Dan membangun kerja sama dan berkoordinasi dengan berbagai pihak agar terantisipasi terjadinya insiden berikutnya.

Ani Sri Rahayu
Dosen Civic Hukum Universitas Muhammadiyah Malang

Rate this article!
Tags: