Perkuat UMKM, Jatim Menuju Provinsi Industri

arif-lukman-hakimOleh:
Arif Lukman Hakim
PNS Pemprov Jatim, Dosen Komunikasi Pemerintahan di Uiversitas Bhayangkara

Rabu (12/10), Provinsi Jawa Timur tepat berusia tujuh puluh satu tahun. Usia yang bisa dikata tak lagi muda untuk mengantar warga Jatim menjadi sejahtera, sesuai dengan cita-cita awal para pendirinya. Dinamika perjalanan provinsi di ujung timur pulau Jawa ini memang unik. Meski corak budaya masyarakatnya cukup beragam, namun gubernur pertama RMT Soerjo hingga gubernur saat ini Soekarwo mampu menjaga wilayah ini terus aman dan kondusif. Bahkan Jatim dikenal sebagai provinsi teraman di Indonesia meski di banyak daerah lain terjadi gejolak.
Rekam jejak positif Jawa Timur bisa ditelusuri melalui berbagai konsep pembangunan para gubernur terdahulu. Raden Panji Moehammad Noer melakukannya dengan “agawe wong cilik bisa melu gumuyu”. Soenandar Prijosoedarmo membingkai perilaku  aparaturnya dengan program “panca tertib”, yang meliputi tertib program, tertib anggaran, tertib pelaksanaan, tertib pengendalian dan pengawasan, serta tertib administrasi.
Selanjutnya Gubernur Wahono mengembangkan satuan wilayah pembangunan untuk mengeksplorasi potensi kawasan perkotaan maupun pedesaan.  Upaya itu kemudian dilanjutkan Soelarso yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada swasta untuk berinvestasi di bidang ekonomi, yang oleh Basofi Soedirman dikuatkan lagi melalui program “one village one product”. Sementara itu, pembangunan infrastruktur pengungkit perekonomian terus dilakukan di jaman Gubernur Imam Utomo, yang getol menjadikan Jatim sebagai provinsi agribisnis.
Kemajuan Jawa Timur makin tampak pada jaman gubernur saat ini Soekarwo. Ini bisa dilihat dari berbagai prestasi yang telah diraih di saat kepemimpinan Soekarwo sejak 2009. Tak kurang ada 100 penghargaan yang telah diterima, mulai dari bidang pelayanan publik, kesejahteraan sosial, hingga pembangunan ekonomi. Bahkan, keinginan Soekarwo untuk menjadikan Jawa Timur sebagai pemenang di panggung MEA ternyata sudah terealisasi di masa-masa awal MEA berlangsung.
Itu terbukti dari kinerja perdagangan Jawa Timur dengan negara-negara di kawasan ASEAN pada triwulan I 2016 bisa surplus hingga US$ 89.018.512, dari nilai ekspor sebesar US$ 1.012.096.537 dan nilai impor sebesar US$ 923.078.025. Bila data tersebut hanya mencatat komoditi non migas, nilai surplusnya jauh lebih besar, yakni  US$ 257.687.844. Dan yang lebih mencengangkan lagi, untuk pertama kalinya dalam sejarah, kinerja perdagangan Jawa Timur dengan Singapura bisa surplus pada posisi angka US$ 120.086.078.
Dalam skala yang lebih luas, meski kondisi makro ekonomi global kurang menggembirakan yang berdampak pada pelambatan ekonomi di hampir semua kawasan, namun perekonomian Jawa Timur masih bisa bertahan meski mengalami sedikit perlambatan.
Hal tersebut bisa dilihat pada semester I tahun 2016, di saat ekonomi nasional tumbuh 5,04 persen, pada periode yang sama ekonomi  Jawa Timur bisa tumbuh mencapai 5,55 persen, lebih tinggi di atas nasional. Dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Timur yang mencapai  Rp 903,01 triliun pada semester I tahun 2016, kontribusi yang disumbangkan Jawa Timur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yang mencapai Rp 6.028,60 triliun pada periode yang sama sebesar 14,98 persen. Angka ini tentu cukup bagus di saat lesunya kondisi perekonomian global.
Sementara itu, nilai ekspor luar negeri pada semester I tahun 2016, sebesar Rp 149,640 triliun, sementara impor luar negeri sebesar Rp 156,467 triliun, sehingga net ekspor-impor luar negeri masih mengalami defisit sekitar Rp 6,827 triliun. Akan tetapi, Jatim masih bisa optimis, karena kinerja ekspor dalam negeri atau perdagangan antar pulau angkanya sangat bagus, ada surplus sebesar Rp 50,804 triliun. Perdagangan dalam negeri inilah yang membuat keseluruhan kinerja perdagangan Jawa Timur menjadi surplus Rp 43,977 triliun pada semester I tahun 2016.
Untuk kinerja investasi sampai dengan semester I tahun 2016 total izin prinsip investasi mencapai Rp 27,98 triliun yang terdiri dari izin prinzip PMA sebesar Rp 10,29 triliun, dan PMDN sebesar Rp 17,69 triliun. Total realisasi investasi per semester I tahun 2016 mencapai Rp 71,62 triliun, terdiri dari PMA Rp 12,64 triliun, PMDN Rp 24,79 triliun, dan non fasilitasi Rp 34,19 triliun.
Dari sisi inflasi, data Badan Pusat Statistik menyebutkan, tingkat inflasi tahunan Jawa Timur terus mengalami penurunan dan lebih rendah dibanding dengan tingkat inflasi tahunan nasional. Pada tahun 2014, tingkat inflasi tahunan Jatim mencapai 7,59 persen, lebih rendah dibanding nasional yang mencapai 8,36 persen. Tahun 2015, tingkat inflasi tahunan Jatim mencapai 3,08 persen, lebih rendah dibanding nasional yang mencapai 3,35 persen. Sedangkan hingga bulan juli 2016, tingkat inflasi tahunan Jatim mencapai 3,19 persen lebih rendah dibanding nasional yang mencapai 3,21 persen.
Peran Segmen UMKM
Kinerja ekonomi yang bagus ini tak lepas dari peran segmen Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan kontribusi sebesar 54,98 %. Secara riil, segmen UMKM inilah yang menjadi kekuatan fundamental ekonomi Jawa Timur. Para pelaku UMKM tersebar di seluruh kabupaten/kota di Jatim, bahkan hingga ke pelosok desa.
UMKM tidak saja menjadi produsen dominan PDRB Jatim.  Segmen ini juga menjadi kontributor utama pembentuk ekonomi. Investasi non fasilitas di segmen inilah yang mendominasi realisasi investasi di Jatim pada semester 1 2016 dengan nilai mencapai 47,74  %. Apalagi dengan jumlah unit usaha sebanyak 6,8 juta dan mampu menyerap hampir 98% dari jumlah tenaga kerja yang ada, maka posisi UMKM tentu sangat diperhitungkan.
Keberhasilan meningkatkan peran UMKM ini tak lepas dari komitmen yang kuat dari Pakde Karwo, Gubernur Jatim. Keberpihakannya yang serius terhadap perkembangan segmen UMKM terus dilakukan. Diantaranya dengan memberikan suku bunga yang sangat rendah. Ini karena sebagian besar UMKM meski tidak bankable, namun usahanya sangat feasible.
Model penyaluran kredit untuk UMKM dengan menjadikan bank pembangunan daerah sebagai APEX bank bagi BPR, barangkali hanya ada di Jatim. Melalui model ini, Bank Jatim bisa memberikan kredit loan agreement secara linkage program kepada BPR dengan bunga efektif sebesar 5 % per tahun. Selanjutnya BPR diperkenankan menyalurkan dana kepada rakyat atau UMKM dengan bunga mulai dari 7-9 % per tahun.
Kemudian, agar kreditur bisa yakin, berani dan nyaman dalam mengangsur pinjaman, BPR dapat menggandeng pihak asuransi sebagai penjamin seperti Jamkrida atau Jasindo. Adapun biaya untuk asuransi tersebut sudah termasuk dalam bunga 7-9% yang dikenakan oleh BPR kepada kreditur. Model APEX bank seperti ini harus benar-benar berjalan agar cost of fund lebih murah. Syaratnya, bank umum harus linkage program dengan BPR. Kemudian ada bridging risk dengan asuransi. Bila konsep semacam itu terus dijalankan, maka Jawa Timur sebagai Provinsi Industri berbasis UMKM adalah hal yang mudah untuk diraih.
Karena itu, “Mari Kita Mantapkan Jawa Timur sebagai Provinsi Industri berbasis UMKM” sangat tepat menjadi tema Hari Jadi ke 71 Provinsi Jawa Timur tahun ini. Mewujudkan hal tersebut tidaklah sulit, asal ada komitmen yang kuat dari seluruh aparatur Pemprov Jatim untuk bekerja lebih nyata. Apalagi, Pakde Karwo dan Gus Ipul, sudah banyak memberi contoh soal itu.

                                                                                                              ———– *** ————

Tags: