Memang harus diakui bahwa keamanan data di negara kita ini masihlah sangat minim. Hal itu, bisa dilihat dari berbagai data serangan siber yang dikeluarkan oleh berbagai lembaga resmi seperti Badan Siber dan Sandi negara (BSSN). Selain itu, terbuktikan dari beberapa kasus terakhir, mulai dari kasus kebocoran data tehadap sekitar 279 data BPJS Kesehatan pada bulan Mei lalu. Selanjutnya, diikuti sekitar 1,3 juta data pengguna aplikasi e-HAC, yang akhirnya membuat aplikasi e-HAC lama sudah tidak digunakan lagi sejak Juli 2021, tepatnya 2 Juli 2021, (Kompas, 4/9/2021).
Mirisnya, dari beberapa kasus tersebut, hingga kini belum ada langkah konkret untuk memperbaiki keamanan basis data. Oleh sebab itu, agar kejadian yang serupa tidak berulang kembali, maka saatnya pemerintah perlu segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) untuk menghindari kasus kebocoran data pribadi berulang. Melalui UU PDP setidaknya dapat berfungsi sebagai payung hukum sehingga dapat mengatur secara komprehensif terkait perlindungan dan pengelolaan data pribadi.
Selain itu, melalui UU PDP publik bisa meminta pertanggungjawaban kepada pengelola data pribadi, baik itu pihak swasta maupun pemerintah termasuk Kementerian terkait. Selebihnya, pemerintah harus lebih serius lagi melindungi data seluruh Warga Negara Indonesia (WNI). Pemerintah tidak boleh lengah sedetikpun, sehingga ada baiknya pemerintah bisa melibatkan pakar-pakar keamanan siber dari luar pemerintah, terutama dari perguruan-perguruan tinggi utama di Indonesia. Dengan begitu, keamanan siber haruslah menjadi kerja kolektif seluruh bangsa Indonesia.
Muhammad Yusuf
Dosen PPKn Univ. Muhammadiyah Malang