Perlu Reregulasi Dorong Kemajuan Kesejahteraan Rakyat

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo, saat memberikan paparan dalam acara Konferensi Nasional Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) ke-4 di Aula Pemkab Jember.

Pemprov, Bhirawa
Mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak cukup hanya berupa regulasi yang bersifat melarang, pengizinkan atau penghapusan aturan-aturan yang dianggap tidak baik. Tapi juga perlu reregulasi yakni penerbitan peraturan yang bersifat memfasilitasi atau mendorong.
“Pemerintah telah mengeluarkan berbagai pengaturan atau regulasi untuk mendorong kemajuan roda pemerintahan termasuk kesejahteraan. Tapi tak cukup hanya yang bersifat melarang atau mengizinkan, tapi juga memfasilitasi,” kata Gubernur Jatim Dr H Soekarwo, saat menjadi pembicara pada acara Konferensi Nasional Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) ke-4 di Aula Pemkab Jember, Sabtu (11/11).
Pemprov Jatim, lanjut Pakde Karwo sapaan akrab Gubernur Soekarwo, telah melakukan reregulasi tersebut. Dengan ketentuan bersifat diskresi, tidak bertentangan dengan aturan-aturan yang ada, belum dilakukan aturan diatasnya, serta bermanfaat bagi masyarakat banyak.
“Beberapa reregulasi tersebut diantaranya penerbitan perda tentang pelayanan publik nomor 11/2005, yang diterbitkan karena tuntutan masyarakat yang mengharapkan adanya pelayanan perizinan dengan perayaratan dan waktu yang jelas. Sementara, undang-undang pelayanan publik saat itu belum diterbitkan oleh pemerintah pusat,” ungkapnya.
Hal sama juga dilakukan dengan penerbitan perda tentang jaminan kredit daerah, yang diperuntukkan bagi pengusaha UMKM di Jatim yang feasible tetapi tidak bankable, dengan pemberian jaminan kredit tanpa agunan. Berbagai perda sejenis juga diterbitkan, diantaranya perda investasi yang memberikan jaminan pemberian izin PMA maksimal 17 hari dan PMDN 15 hari. Perda gula rafinasi untuk melindungi rendemen petani, perda garam industri yang mengatur garam industri tidak boleh diimpor dua bulan sebelum dan setelah panen garam rakyat.
Sementara itu, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengakui adanya over regulasi, yakni masih banyak terdapat regulasi yang bertentangan satu sama lain. Sehingga berdampak pada lambatnya layanan pemerintah serta pembuatan regulasi tanpa ada penyelarasan sehingga saling bertentangan.
“Meski tidak mudah, telah dilakukan deregulasi untuk menghindari biaya ekonomi. Misalnya, melalui penerbitan 19 paket kebijakan ekonomi. Hasilnya, apabila tahun 2014 ranking kelayakan investasi Indonesia pada urutan 115, dan menjadi urutan ke-72 pada tahun 2017. Dan Pemerintah menargetkan ranking tersebut dapat naik menjadi ranking 40 dengan penataan-penataan regulasi atau deregulasi,” katanya. [iib]

Tags: