Perlu Sosialisasi, Masyarakat Masih Anggap Imunisasi Berbahaya

Imunisasi Hepatitis BSurabaya, Bhirawa
Masih adanya mitos yang mengatakan imunisasi berbahaya bagi kesehatan membuat perhatian sebagian pihak. Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Adi Husada Undaan Wetan Surabaya dr Annie Kusuma Dewi SpA mengungkapkan pemberian vaksin dengan tepat akan membantu anak dalam menjaga kesehatannya.
Annie menjelaskan, imunisasi biasanya diberikan dengan sasaran bayi yang fungsinya untuk menghindari penularan dari ibu, juga membentuk kekebalan tubuh. Selain itu imunisasi juga bisa diberikan kembali saat balita atau anak-anak yang tujuaannya sebagai ulangan atau booster. Menurutnya, saat yang paling tepat untuk menerima vaksin adalah saat anak sehat. Lalu imunisasi yang telah diberikan tidak perlu diulang, tetap dilanjutkan.
Dikatakannya, saat balita sudah diimunisasi lengkap, namun saat sekolah juga mendapatkan beberapa jenis imunisasi kembali, seperti campak, difteri, dan tetanus. Tujuannya adalah melakukan ulangan atau untuk booster. Hal ini karena 28,3 persen anak usia 5 hingga 7 tahun masih terkena campak, lalu pada anak usia diatas 10 tahun masih dijumpai kasus difteri.
“Untuk pemberantasan tetanus pada bayi, sedikitnya dibutuhkan lima kali suntikan tetanus sejak bayi sampai dewasa, sehingga kekebalan dapat berlangsung sekitar 20 tahun kemudian,” ujarnya.
Ada beberapa mitos yang muncul di masyarakat hingga mempengaruhi mereka untuk tidak melakukan imunisasi, diantaranya seperti anak tidak perlu imunisasi asalkan sehat, aktif, dan makan bergizi. Padahal fungsi dan manfaat vaksin berbeda dengan makanan, dimana imunisasi melindungi tubuh sebelum sakit, karena saat yang paling tepat adalah saat anak sehat, supaya anak tetap sehat, bukan membuat sehat. Menunda imunisasi sampai anak menderita penyakit itu sudah terlambat.
Mitos lain yaitu imunisasi dapat menimbulkan penyakit yang seharusnya dapat dicegah, faktanya vaksin dibuat dari kuman mati (sebagian) atau kuman hidup yang dilemahkan, gejala yang dialamai anak sangat ringan mustahil menimbulkan penyakit.
“Adapula mitos sesudah diimunisasi pasti tidak akan tertular penyakit tersebut, faktanya imunisasi dapat melindungi  tubuh dari penyakit sebesar 85 hingga 99 persen. Walaupun tubuh masih bisa tertular penyakit, namun jauh lebih ringan dibandingkan terkena penyakit secara alami,” tegas Annie.
Sementara itu untuk bayi yang sedang batuk atau pilek bolek diiimunisasi. Jika saja bayi batuk atau pilek ringan tanpa demam boleh diimunisasi, kecuali bayi sangat rewel, imunisasi boleh ditunda. Adapula mitos yang berkembang bahwa imunisasi dapat menyebabkan autism, padahal sampai saat ini belum ada bukti, dimana 17 proyek riset yang pernah dilakukan tidak menemukan hubungan ini. Jika sudah pernah sakit campak, rubella, atau batuk rejan masih perlu mendapat imunisasi, hal itu benar karena sebaiknya tetap diberikan imunisasi untuk penyakit tersebut.
Menurutnya, yang perlu diperhatikan, imunisasi biasanya juga menimbulkan reaksi atau efek samping, pada umumnya efek samping ringan dibandingkan gejala jika tertular penyakit. Efek sampingnya seperti demanan satu hingga dua hari, timbul bengkak, kemerahan, ruam atau nyeri ditempat penyuntikan, hingga membuat bayi rewel.
“Sangat jarang efek samping berat, dan tidak perlu dikhawatirkan. Biasanya petugas atau dokter akan menjelaskan efek yang ditimbulkannya dan memberikan solusi cara mengatasinya,” tukasnya. [dna]

Tags: