Perlunya Perlindungan Profesi Guru

Oleh :
Bambang Purwanto
Guru SMA Negeri 1 Panji-Situbondo-Jatim

SALAH satu potret buruk pendidikan saat ini yang menjadi perhatian yaitu bullying (kekerasan) dan sudah berkategori sangat memprihatinkan. Fakta dan peristiwa kekerasan di lingkup Pendidikan tersebut, bisa pelaku dan korbannya sesama siswa atau pelaku siswa dan korbannya guru atau sebaliknya. Dan kita masih ingat contoh peristiwa Guru Dasrul di Sulawesi, kasus Abdurrahim al Ayubi siswa MTs di Besuki Situbondo. Guru Budi di SMA Torjun Madura dan seterusnya.
Peristiwa-peristiwa seperti itu semestinya tidak terjadi, sebab tujuan Pendidikan adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan Pendidikan itu sudah diciderai oleh potret buruk tersebut, dan pertanyaannya adalah mengapa hal itu terjadi dan dimana letak kesalahannya
Kekerasan Di Satuan Pendidikan
Menurut UU No. 35 Tahun 2014 Pasal 1 tentang Pelindungan Anak, kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum
Kekerasan merupakan tindakan yang tidak dibenarkan, baik dilihat dari prinsip-prinsip pendidikan maupun perlindungan anak. Tidak ada satu aturan dalam penyelenggaraan pendidikan, mulai undang-undang hingga peraturan menteri terkait penyelenggaraan pendidikan yang mengizinkan praktik kekerasan.
Bentuk-bentuk kekerasan yang seringkali terjadi di sekolah, meliputi : Kekerasan Fisik, Kekerasan Psikis, Kekerasan Verbal, Kekerasan Simbolik, Kekerasan Seksual dan Kekerasan Cyber,
Beragam masalah munculnya kekerasan di sekolah dipicu oleh beragam faktor. meliputi; sistem manajemen, mindset pendidik dan tenaga kependidikan, norma sekolah, pola pendisiplinan serta kultur di sekolah.
Kesenjangan itulah yang sering terjadi baik dari tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas baik di wilayah perkotaan maupun di daerah pedesaan.
Perlindungan Pendidik
Sebagai langkah antisipasi potret buruk pendidikan tersebut, Mendikbud RI Muhadjir Effendi, memberikan proteksi bagi guru dengan mengeluarkan Peraturan Mendikbud Nomer 10 tahun 2017 tentang perlindungan bagi Pendidik dan tenaga kependidikan yang didalamnya ada 4 perlindungan yaitu perlindungan hukum, profesi, keselamatan dan kesehatan kerja serta Perlindungan hak atas kekayaan intelektual.
Mengapa harus disebut antisipasi sebab siswa yang notabene masih pada ruang lingkup anak-anak mempunyai payung hukum UU No 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak yang secara yuridis konstitusional Undang-undang lebih kuat dibanding Keputusan Menteri.
Berdasarkan pada pengalaman dari berbagai peristiwa yang ada, ketika terjadi peristiwa atau kasus kekerasan di lingkup pendidikan yang selanjutnya dibawa ke proses ligitasi, hasilnya guru pada posisi yang selalu kalah dan menjadi bahan kriminalisasi.
Walaupan guru dan siswa masing-masing telah memiliki regulasi sebagai perlindungannya, bukan berarti undang-undang dan keputusan Menteri tersebut sebagai payung untuk berlindung dibalik kasus yang terjadi. Nah, sebagai jawaban pertanyaan tersebut maka Nurani pendidik harus berbicara bahwa potret buruk pendidikan janganlah terjadi sekali lagi janganlah pernah terjadi lagi.
Wawasan Wiyata Mandala
Sebenarnya guru sudah pelindung profesi secara alamiah, di tahun delapan puluhan, menjadi salah satu metode ampuh bagi kehidupan persekolahan yaitu Wawasan Wiyata Mandala yang biasa disebut WWM.
Adalah suatu sikap menghargai dan bertanggung jawab terhadap lingkungan sekolah sebagai tempat menuntut ilmu pengetahuan, begitulah pengertian dasar WWM di sekolah. Unsur WWM salah satunya guru, dimana posisidengan siswa harus ada saling pengertian dan kerjasama yang serasi dan keduanya saling membutuhkan. Unsur lainnya yaitu Kepala sekolah sebagai management bersama TAS (Tenaga Administrasi Sekolah). Komite Sekolah sebagai Stoekholder, dan Orang tua Wali siswa sebagai pendukung dan masyarakat.
Di awal tahun pelajaran 1984/1985 konsep ini diibaratkan suatu mutiara yang indah dengan model penataran siswa baru, Wawasan Wiyata Mandala berperan bersama-sama dengan P4(Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), Ketahanan sekolah, Wawasan kebangsaan dan lainnya. . Isi WWM mengajarkan setiap unsur persekolahan melaksanakan perannya masing-masing dengan konsisten dan baik.
Setelah masa berganti dengan masa yang baru pengamalan nilai-nilai WWM di sekolah perlahan berkurang dan sekarang nyaris tak terdengar, selanjutnya berakibat harmonisasi guru dan siswa yang diharapkan tersebut ternyata sudah mulai hilang juga.
Yang menjadi pertanyaan kedua adalah apakah dengan menghilangnya jiwa dan pengamalan WWM tersebut menjadi akar masalah bagi potret buruk pendidikan yang sekarang marak terjadi.Jawabannya tentu pada para pihak pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan.
Sebagai ajakan mari para guru profesional di Abad 21 Mari kembali kita fahami lebih baik lagi WWM dan secara konsisten melaksanakannya. Dengan perlindunga profesi guru baik secara alamiah maupun secara hukum, maka para Guru dapat bekerja melaksanakan tugas profesi dengan rasa tenang, suasana aman dan dapat berjalan lancar dalam rangka mengantarkan generasi bangsa menuju Indonesia Raya.

———– *** ———–

Rate this article!
Tags: