Perlunya Sekolah Berbasis Entrepreneur

Oleh:
H. Teguh Supriyadi, MM
Pengawas Jenjang SMK Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Kabupaten Bojonegoro.
Juara II Pengawas Berprestasi Jenjang SMK Tingkat Provinsi Jawa Timur Tahun 2018

Membicarakan permasalahan pendidikan selalu muncul seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Sejak manusia ini mengenal baca tulis sebagai lompatan terbesar peradaban manusia. Metode, pendekatan maupun sistem pembelajaran selalu mengalami pembaharuan- pembaharuan sesuai tuntutan kompleksitas kehidupan yang dihadapi manusia.
Berbicara masalah pendidikan saat ini, ada sejumlah permasalahan mendasar yang perlu kita renungkan bersama. Kegelisahan pemerintah dalam hal ini kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pendidikan Dasar dan Menengah melakukan reimplementasi kurikulum 2006 pada sekolah sekolah tertentu adalah wujud upaya melakukan pembaharuan pendidikan. Apakah memang pendidikan kita justru malah mengalami disorientasi yang tercermin dengan mudahnya gonta ganti kurikulum? Belum lagi masalah masalah internal sekolah khususnya masalah menejemen yang terkesan terbelenggu oleh sistim dan mekanisme formal
Image ini muncul dilapangan karena ketidak beranian top leader sekolah / kepala sekolah melakukan terobosan terobosan karena kawatir menyalahi pakem pemerintah, persoalan seperti itu terasa menonjol di sekolah sekolah khususnya disekolah sekolah negeri.
Bagaimana idealnya peran sekaligus upaya lembaga pendidikan (sekolah) agar survive dalam menjawab tuntutan zaman serta persaingan global.
Terlepas dari pro dan kontra atas regulasi yang dilakukan kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pendidikan Dasar dan Menengah atas kurikulum 2013 karena sudah diregulasi oleh pemilik kebijakan tertinggi, maka kita semua wajib dan terikat untuk melaksanakannya.
Konsep ala Perusahaan
Menyikapi permasalahan pendidikan yang saat ini kompleksitasnya
sangat tinggi kata kuncinya adalah bagaimana memuaskan customer/ pelanggan, baik pelanggan primer siswa itu sendiri, pelanggan sekunder orang tua siswa maupun pelanggan tersier pengguna lulusan.
Sekolah adalah sebuah lembaga yang menjual jasa layanan yaitu layanan pendidikan, Bagaimana agar pengguna jasa ini puas, kita ( lembaga pendidikan ) harus meniru/menerapkan konsep konsep yang dianut oleh menejemen perusahaan. Model menejemen ini mungkin sudah diterapkan oleh sekolah sekolah unggulan yang didirikan oleh korporasi korporasi yang bertujuan menyediakan tenaga terampil di perusahaannya masing masing, tetapi di sekolah sekolah negeri umumnya ini belum dilakukan.
Menerapkan menejemen bisnis di sekolah bukanlah membisniskan sekolah atau mengelola sekolah dengan orientasi profit ( baca keuntungan finansial ) atau memanjakan siswa/ pelanggan, tetapi menerapkan pola operasional perusahaan yang menggunakan pendekatan Strategic Bussines Unit di sekolah. Konsep ini sebenarnnya hampir sama dengan school based management atau yang kita kenal dengan Menejemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah ( MPMBS )
Pada MPMBS Kepala Sekolah diposisikan identik dengan Chief Excutive Officer / CEO atau Direktur Utama sedangkan para wakil kepala sekolah, ketua program keahlian atau kaur diposisikan sebagai direktur direktur pelaksana. Tetapi dalam menejemen bisnis bukan struktur menejer yang utama melainkan penyikapan kepada customers ( pelanggan )
Problematika
Apakah lembaga pendidikan mampu melakukan hal seperti itu, tentu jawabnya mengapa tidak? Hanya persoaalannya belum banyak kepala sekolah, guru guru maupun pemangku kepentingan pendidikan yang lain berfikir seperti itu. Malahan ada yang berfikiran menejemen pendidikan dengan bussiniss kan berbeda, sebagian besar warga sekolah ( pengelola pendidikan ) menganggap menejemen bisnis sama dengan membisniskan sekolah.
Beberapa pemikiran negatif atas konsep menejemen bisnis di sekolah adalah sebagai berikut : Pertama, Konsep memuaskan customer ( pelanggan / siswa atau orang tua ) dianggap terlalu memanjakan siswa.
Kedua, dunia bisnis identik dengan profit ( keuntungan ) sekolah sama sekali tidak berorientasi pada profit, ini adalah pemikiran yang salah bukankah pertumbuhan dan perkembangan sekolah juga dapat dimaknai keuntungan.
Ketiga, sebagian besar sekolah yang posisinya sudah mapan beranggapan bahwa orang tua dan calon siswalah yang membeutuhkan sekolah.
Keempat, produk ( jasa layanan ) dalam hal ini oleh pemilik jasa yaitu sekolah sering berdalih ketidak berhasilan suatu sekolah karena segmen siswa yang tidak mendukung.
Kelima, stereo typing para pelaku pendidikan kita yang sering kurang mendukung apabila ada pemikiran pemikiran baru yang tidak sejalan/ linier dengan apa yang sudah berjalan.
Lalu bagaimana sekolah bisa menjadi baik dalam memberikan layanan? Pertama, customers ( siswa ) acuh tak acuh, tidak menghiraukan guru, tak peduli dan merasa tidak membutuhkan layanan. Akibat lebih jauh tak punya brand merk apalagi brand image, sekolah kalau sudah begini jangan harap para pengelola dan pengantar jasa ( guru ) dapat merekrut dari segmen yang memadai.
Kedua, akan datang customers ( siswa ) yang membeli jasa kita , dari segmen yang price oriented non quality ( asal sekolah biaya murah tak butuh ilmu ), tapi yang penting dapat sertifikasi tamat. Dalam kondisi seperti ini sekolah akan menghadapai bencana bangkrut.
Pelayanan yang memuaskan dan simpatik, itulah yang pertama kali didambakan oleh siswa dan orang tua siwa, sebagai bagian dari internal customers, dari sekolah, siswa seharusnya ditempatkan sebagai bagian dari internal customers dan punya hak untuk mendapat layanan yang memuaskan. Lihat bagaimanan biro biro perjalanan wisata memanjakan pelanggannya sebagai upaya membangun brand image.
Problematika dalam pengelolaan pendidikan tidak akan pernah surut / berkurang, karena dunia pendidikan memang dinamis terus tumbuh seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Perkembangan peradaban terutama dibidang teknologi menuntut kita para penyelenggara maupun pemangku kepentingan di bidang pendidikan terus berfikir untuk mencari terobosan terobosan dalam menyiapkan generasi penerus agar survive pada kehidupan masa depan yang semakin komplek seiring dengan itu produk pendidikan (generasi) yang kita didik secara simultan juga akan melahirkan teori teori maupun teknologi baru.
Nah, tugas lembaga pendidikan (sekolah sekolah) adalah bagaimana memberikan layanan terbaik, dalam menyiapkan generasi penerus agar dapat hidup sejahtera dan bermartabat dizamannya. Para pengelola sekolah, guru guru dan pemangku kepentingan yang lain harus berani melakukan terobosan terobosan baru dan berani melepaskan ikatan cara cara konvensional yang membelenggu kreativitas. Menerapkan menejemen bisnis di sekolah bukanlah membisniskan sekolah atau mengubah arah dan orientasi pendidikan, tetapi esensinya adalah bagaimana pola dan konsep pengelolaan perusahaan itu bisa diterapkan di sekolah. Karena bagimanapun harus diakui bahwa pola dan konsep menejemen perusahaan itu lebih efisien dan fokus dalam merencanakan dan meningkatkan kualitas produk.

———————- *** ————————

Tags: