Permainan Musik Angklung Bawa Siswa Tunanetra Keliling Dunia

Sebanyak 24 siswa SMPLB YPAB Kota Surabaya memainkan musik angklung di Convention Hall Arief Rachman Hakim pada acara Surabaya Young Scientists Competition 2017, Selasa (22/8) kemarin. [Gegeh Bagus Setiadi]

Surabaya, Bhirawa
Ada keistimewaan dibalik segala kukurangan siswa SMP-LB Yayasan Pendidikan Anak-anak Buta (YPAB). Mereka gigih dan begitu lihai kala memainkan satu set alat musik tradisional berupa angklung. Nada-nada lagu-lagu Nasional hingga daerah digarap tanpa minus.
Kepiawaian itulah yang akhirnya mampu membawa anak-anak special itu berkeliling ke berbagai belahan dunia. Salah satunya pada Juni 2015 lalu, sebanyak 28 siswa terbang ke Jerman dengan bakat dan angklungnya. Semua butuh perjuangan keras dan yang utama ketelatenan.
Guru Seni Budaya SMP-LB YPAB Riski Nurilawati mengaku bersyukur bisa keliling dunia berkat bermain musik angklung. Di Jerman, anak-anaknya bukan hanya di satu tempat, tapi juga di kota-kota lainnya selama dua minggu. Kemarin, anak-anak binaannya kembali tampil dalam ajang Surabaya Young Scientists Competition (YSC) 2017.
Kiki sapaan akrab Riski Nurilawati yang juga tunanetra ini mengaku tidak ada kesulitan dalam mengajari anak didiknya. Sebab, dalam setiap mengajarkan memainkan musik tradisional sangat dinikmatinya. “Saya sangat senang dan menikmati pekerjaan ini. Dan semua orang belum tentu bisa juga toh,” ucap perempuan 25 tahun itu.
Guru Komputer Tunanetra ini menjelaskan bahwa mengajarkan bermain musik angklung bukan hanya bunyinya yang terdengar merdu, melainkan juga etika dalam bermain. Sebab, lanjut Kiki, dalam memainkan musik angklung yang paling utama adalah kekompakan dalam kelompok.
“Jadi ya etika, attitude-nya itu juga perlu saat diatas panggung. Kalau tidak itu bisa mempengaruhi bagus tidaknya penampilan. Yang terpenting etika dalam bermain musik. Itu kunci dalam segala permainan musik,” paparnya.
Selain itu, kata Kiki, regenerasi siswa yang masuk dalam kelompok musik angklung di SMPLB YPAB juga menjadi tantangan. Menurutnya, setiap anak pasti berbeda daya tangkapnya. “Penyesuaian musik itu tergantung anaknya. Cepat tidaknya tergantung keseriusan sang anak,” pungkas Kiki yang juga penyanyi di acara prewedding ini.

Eko Purwanto

Jangan Pandang Sebelah Mata Anak Buta
Ada rasa bangga tersendiri ketika menjadi bapaknya anak-anak yang menyandang tunanetra. Ia adalah Eko Purwanto kepala SMP-LB YPAB Surabaya. Menurutnya, meski para siswanya mengalami hambatan visual dan kecerdasan yang terbatas, namun tidak kalah dengan anak-anak pada umumnya.
“Walaupun siswa kami mengalami hambatan, tapi dengan permainan musik apa saja itu dilalap habis. Musik apa saja bisa dimainkan, meski secara akademik tergolong kurang,” kata Eko.
Menurut dia, atas kehebatan anak didiknya masyarakat umum dan siswa-siswa lain harus mencontohnya. Sebab, melestarikan alat musik sederhana di zaman sekarang sangatlah sulit ditengah gempuran tekhnologi serba digital. “Kami berharap anak-anak lainnya juga ikut melestarikannya. Karena alat musik ini adalah kebanggaan dari Negara kita,” ujar Eko.
Atas permainan musik angklung ini, kata dia, siswa-siswinya bisa merasakan keliling dunia dengan mengenalkan alat musik tradisional Indonesia di Negara orang. Hal itu adalah berkah bagi seluruh siswanya dan menjadikan kebanggaan tersendiri selama ini.
“Waktu itu acara ulang tahun yayasan  sosial disana dan ulang tahunnya salah satu kota yang ada di Jerman. Ada 15 crew 15 siswa dan 13 siswa yang memainkan angklung. Dimana satu anak itu membawa satu set angklung di tangannya,” kenangnya.
Eko mengaku bangga lantaran musik angklung yang dimainkan di Negara dan Kota-Kota di Jerman menggema. Lagu-lagu Jerman dengan bahasa Jerman tidak luput dinyayikan serta lagu Nasional dan lagu daerah oleh siswa SMPLB YPAB. “Respon warga Jerman sangat senang dan terharu karena penampilan musik angklung.  Karena warga sana baru kali pertamanya mendengarkan musik ini. Jadi perlu saya ingatkan jangan pandang sebelah mata siswa-siswi ini,” pungkas Eko yang menjadi Kepala Sekolah SMPLB YPAB Surabaya sejak tahun 1981 silam. [geh]

Tags: