Pernikaan Anak di Kabupaten Probolinggo Capai 3088 Perkara

DPPKB Probolinggo edukasi masyarakat turunkan angka pernikahan dini.

Kab.Probolinggo, Bhirawa
Angka pernikahan dini di Kabupaten Probolingga masih sangat tinggi. Dari 100 pernikahan yang dilaporkan, ada 44 merupakan pernikahan dini. Kondisi ini menyumbang rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) kabupaten Probolinggo .
“Dari 100 pernikahan yang terjadi, 44 diantaranya merupakan pernikahan anak.” Ungkap Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (DP2KB), dr. Anang Budi Yoelijanto, M.Kes, Selasa( 30/10). Anang mengakui angka pernikahan dini di Kabupaten probolinggo mungkin menjadi nomor satu di Jawa Timur bahkan secara nasional.
Sebagai catatan pernikahan dini atau pernikahan anak diklasifikasikan sebagai pernikahan di bawah usia 20 tahun. Meski demikian pernikahan itu sesuai dengan batas usia perkawinan di Indonesia berdasarkan UU Perkawinan saat ini, yaitu 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki.
Data yang dimiliki oleh DP2KB, hingga bulan Agustus, jumlah pernikahan sebanyak 6.889. Angka itu, merupakan jumlah pernikahan yang tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA). Dari jumlah itu, pernikahan dengan usia pengantin di bawah 20 tahun, sebanyak 3.088 kasus atau 44,83 persen. Kemudian pernikahan dengan usia 21-25 tahun, sebanyak 2.380 atau 34,55 persen. Sisanya 1.421 atau 20,62 persen, pernikahan itu terjadi di atas usia 26 tahun, ungkapnya.
“Itu yang tercatat di KUA dan diverifikasi oleh petugas kami di kecamatan. Angka tersebut tidak termasuk pernikahan di bawah tangan atau perkawinan siri. Kami tidak bisa menjangkau karena tidak tercatat di KUA,” jelasnya.
Tingginya angka pernikahan anak ini, kata dr Anang sangat berkaitan dengan tingkat kemiskinan dan kesehatan. “Ini menjadi PR (pekerjaan rumah, red) kami. Sebab, pernikahan anak ini berkorelasi dengan angka kemiskinan dan kesehatan dalam indeks pembangunan manusia atau IPM di Kabupaten ini,” katanya.
Secara lengkap data pernikahan dini di Kabupaten Probolinggo tertinggi terjadi di Kecamatan Sukapura, yakni 74,22 persen atau 95 kasus dari total 128 pernikahan. Kemudian diikuti oleh Kecamatan Besuk sebesar 71,20 persen atau 225 dari 316 pernikahan.
Disusul Kecamatan Sumber sebesar 69,37 persen atau 77 dari 111 pernikahan. Sementara prosentase terkecil terjadi di Kecamatan Dringu yakni 24,07 persen atau 71 dari 295 pernikahan.
Jika angka yang menjadi acuan, maka pernikahan anak tertinggi terjadi di Kecamatan Besuk yang mencapai 225 pernikahan atau 71,20 persen dari 316 pernikahan. Setelah itu diikuti oleh Kecamatan Sumberasih dengan pernikahan anak sebanyak 210 atau 46,46 persen dari 452 pernikahan. Serta Kecamatan Krucil sebanyak 193 pernikahan anak atau 62,06 persen dari 311 pernikahan, jelasnya.
Menurut Anang, pernikahan anak sering kali didorong oleh faktor desakan orangtua atau tokoh masyarakat dengan alasan budaya atau agama. Kemudian faktor pengetahuan orang tua, serta faktor ekonomi. Sehingga untuk menurunkan angka pernikahan dini adalah dengan gencar melakukan advokasi. Baik ditingkat Kabupaten maupun Kecamatan dengan endektan pada pelaku, pembuat kebijakan, tokoh masyarakat dan organisasi kemasyakataan.
“Selain itu, juga mendorong pemberdayaan, utamanya sektor ekonomi pada remaja melalui dinas terkait. Sebab salah satu alasan menikahkan anaknya karena faktor ekonomi. Kami juga punya program Kampung KB. Model kampung KB ini, memuat berbagai program komprehensif untuk pemberdayaan warga,” paparnya.
Bupati Probolinggo Hj. P. Tantriana Sari, SE menuturkan bahwa disadari atau tidak pernikahan usia dini di Kabupaten Probolinggo terbilang masih tinggi, yakni berkisar 40,78% lebih. Tingginya pernikahan usia dini ini merupakan PR bersama.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengambil langkah menyamakan persepsi dengan Kemenag (Kantor Kementerian Agama) agar tidak memberikan rekomendasi terhadap masyarakat yang akan menikahkan putra dan putrinya jika masih belum cukup umur. Manakala ada permintaan mendaftarkan anaknya yang belum cukup usia hendaknya Kemenag menolak,” ungkap Bupati Tantri.
Terkait dengan faktor penyebab pernikahan usia dini menurut Bupati Tantri salah satunya adalah faktor ekonomi dan SDM yang menyangkut pendidikan. Selain itu pengaruh budaya luar juga sangat berpengaruh.
Lebih lanjut dikatakannya, kegiatan ini bertujuan agar generasi muda dapat menghindari free seks, narkoba dan pernikahan dini sehingga perlunya diberikan pengetahuan sejak dini. “Ini penting karena generasi muda sebagai generasi penerus bangsa, agar bangsa Indonesia lebih baik dan berdaya saing kedepan dengan segala potensi yang dimiliki para generasi muda,” tandasnya.
Dilaksanakannya Generasi Berencana Goes to Ponpes di Ponpes tersebut bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada generasi muda di wilayah Kabupaten Probolinggo tentang pernikahan di usia muda dan program KB serta membentuk generasi muda yang sehat, cerdas dan ceria.
“Di wilayah Kabupaten Probolinggo untuk perkawinan mayoritas masih berumur dibawah 20 tahun untuk kaum perempuan, sehingga hal ini akan dapat mempengaruhi generasi muda yang akan datang,” tambahnya.(Wap)

Tags: