Pernikahan Dini di Pinggiran Kota Mojokerto Masih Tinggi

Ali Imron

Kota Mojokerto, Bhirawa
Angka pernikahan dini di kawasan pinggiran Kota Mojokerto masih tinggi. Di kawasan yang berada di ujung barat yakni Kec Prajurit Kulon Kota Mojokerto memiliki karakter permasalahan pernikahan yang unik yakni warganya warganya banyak yang kawin dini.
Data yang dihimpun dari Dinas Pemberdayaan Perlindungan Perempuan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Mojokerto, tahun 2015 mencapai 980 pasangan. Sebanyak 502 pasangan atau 51.22% masih anak-anak. Tahun 2016, dari 841 pasangan, sebanyak 422 atau 48,4% merupakan perkawinan dini.
Tahun 2017 ini, data per bulan April pengaju pernikahan ada sebanyak 370 pasangan. Sebanyak 65 pasangan diantaranya adalah masih berusia dini yakni di bawah 20 tahun.
”Masih tinggi yakni 19% tapi itu terjadi di daerah pinggiran Kota Mojokerto,” ungkap Mochamad Ali Imron, Kepala DP3AKB Kota Mojokerto, Kamis (21/9).
Imron menjelaskan, fenomena ini banyak terjadi di pinggiran kota. Daerah yang paling menyedot perhatiannya adalah Kel Blooto. Disitu, kebanyakan mata pencaharian warganya berupa petani dan perajin sepatu.
”Latar belakang masyarakat banyak mempengaruhi pola pikir. Sehingga, banyak anak mereka yang menikah dini,” tambahnya.
Bulan depan, pihaknya mengaku akan menggencarkan sosialisasi terkait bahaya perkawinan dini di lokasi-lokasi rawan itu. Kampung KB akan didirikan di Blooto dan Lingkungan Kedungkwali Kel Miji, Kec Kranggan.
”Kalau faktor pendoronya banyak, seperti teknologi internet yang gampang diakses, kemudian kesadaran yang rendah terkait reproduksi dan lain-lain,” imbuh Imron.
Program kampung KB diharapkan bisa menyasar kawasan itu. Dengan menjadikan kawsan kampung di Blooto itu sebagai kampung KB, maka bisa digencarkan program keluarga berencana.
”Mulai masih sekolah perlu kita edukasi tentang reproduksi kesehatan dan keluarga berencana. Ini agar mereka tidak mudah menikahkan anaknya di usia muda. Padahal, resiko nikah muda itu besar,” urainya.
Sedang, untuk menekan angka perkawinan di kota ini, khususnya untuk antisipasi di kalangan pelajar telah dibentuk Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R) di 24 sekolah setingkat SMP-SMA.
Sementara, di masyarakat dibentuk Pusat Konseling Masyarakat baru di tiga kelurajan Miji, Blooto, Sentanan. Untuk menekan angka perkawinan usia dini, yaitu perkawinan di bawah usia 20 tahun itu, perlu pula dimotivasi kepada kalangan pelajar. Mereka perlu didorong melanjutkan ke perguruan tinggi. Agar anak-anak setelah lulus SMA tidak buru-buru nikah. Peran tokoh agama juga dipandang perlu untuk turut sosialisasi tentang pernikahan dini. [kar]

Tags: