Pernikahan Dini Tergolong Tinggi di Kab.Probolinggo

Pemkab Sosialisasi turunkan angka pernikahan usia dini.

Pemkab Sosialisasi turunkan angka pernikahan usia dini.

Probolinggo, Bhirawa
Angka pernikahan dini (usia 16-19 tahun) di Kabupaten Probolinggo tergolong tinggi. Dari total 9.286 pernikahan yang tercatat tahun 2015 lalu, 4.347 pernikahan di antaranya masuk dalam kategori pernikahan dini (46,81%).
Persentase pernikahan dini ini sedikit berkurang dibandingkan tahun 2014 lalu, yang mencapai 4.177 perkawinan dari total 1.006 pernikahan (41,74%). Untuk menurunkan angka pernikahan dini, Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Probolinggo gencar melakukan sosialisasi Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) kepada masyarakat.
Menurut Kepala Bidang Pemberdayaan dan Kelembagaan Masyarakat BPPKB Kabupaten Probolinggo Herman Hidayat, Selasa 22/3, dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan, batas usia minimal saat menikah untuk perempuan 16 tahun dan laki-laki 19 tahun.
“Tetapi kalau dikaitkan dengan kematangan mental pasangan, sebenarnya belum siap memasuki bahtera rumah tangga. Karena dampak dari itu sangat banyak di antaranya perceraian nikah muda,” ungkapnya.
Pernikahan dini ini akan menyebabkan kelahiran pada usia remaja juga meningkat sehingga mengakibatkan Total Fertility Rate (TFR) meningkat. “Karena usianya masih belum matang, maka pernikahan dini biasanya identik dengan mudah cerai. Sehingga anak yang dilahirkan berpotensi banyak,” tegasnya.
Herman menegaskan, dari total perceraian yang ditangani Pengadilan Agama (PA) Kraksaan, 30% di antaranya adalah pasangan yang menikah usia dini. Sehingga pernikahannya meskipun sudah sesuai dengan UU Nomor 1 Tahun 1974 masih dianggap masuk dalam kategori pernikahan dini.
“Menyelesaikan masalah ini tidak mudah. Sebab nikah dini disebabkan berbagai mulai, kemiskinan, pendidikan orangtua dan budaya/kultur masyarakat. Apalagi jika merujuk pada UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Di situ ditegaskan, umur 0 hingga 18 tahun kategorinya masih anak,” paparnya.
Banyak cara yang dilakukan oleh pemerintah dalam menekan angka pernikahan usia dini. Dengan memberikan wawasan dan pengetahuan akan pentingnya pendewasaan usia pernikahan, salah satunya dengan menggelar dialog bersama pelajar dan santri yang bertemakan “Genre Goes to Ponpes” yang ada di kabupaten Probolinggo selama ini.
Secara terpisah bupati Probolinggo Hj. P. Tantriana Sari, SE menuturkan bahwa disadari atau tidak pernikahan usia dini di Kabupaten Probolinggo terbilang masih tinggi, yakni berkisar  40,78% lebih. Tingginya pernikahan usia dini ini merupakan PR bersama.
“Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengambil langkah menyamakan persepsi dengan Kemenag (Kantor Kementerian Agama) agar tidak memberikan rekomendasi terhadap masyarakat yang akan menikahkan putra dan putrinya jika masih belum cukup umur. Manakala ada permintaan mendaftarkan anaknya yang belum cukup usia hendaknya Kemenag menolak,” ungkap Bupati Tantri.
Terkait dengan faktor penyebab pernikahan usia dini menurut Bupati Tantri salah satunya adalah faktor ekonomi dan SDM yang menyangkut pendidikan. Selain itu pengaruh budaya luar juga sangat berpengaruh.
Lebih lanjut dikatakannya, kegiatan ini bertujuan agar generasi muda dapat menghindari free seks, narkoba dan pernikahan dini sehingga perlunya diberikan pengetahuan sejak dini. “Ini penting karena generasi muda sebagai generasi penerus bangsa, agar bangsa Indonesia lebih baik dan berdaya saing kedepan dengan segala potensi yang dimiliki para generasi muda,” ujarnya.
Dilaksanakannya Generasi Berencana Goes to Ponpes di Ponpes tersebut bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada generasi muda di wilayah Kabupaten Probolinggo tentang pernikahan di usia muda dan program KB serta membentuk generasi muda yang sehat, cerdas dan ceria. “Di wilayah Kabupaten Probolinggo untuk perkawinan mayoritas masih berumur dibawah 20 tahun untuk kaum perempuan, sehingga hal ini akan dapat mempengaruhi generasi muda yang akan datang,” tambahnya.(Wap)

Tags: