Perpanjangan Pendaftaran Paslon Cacat Hukum

Ahli-Hukum-Administrasi-dan-Tata-Negara-Prof-Sadjiono-paling-kiri-memaparkan-dalam-diskusi-di-rumah-makan-Agis-Jalan-A-Yani-Senin-[10/8]-kemarin.-[Gegeh-Bagus/bhirawa].

Ahli-Hukum-Administrasi-dan-Tata-Negara-Prof-Sadjiono-paling-kiri-memaparkan-dalam-diskusi-di-rumah-makan-Agis-Jalan-A-Yani-Senin-[10/8]-kemarin.-[Gegeh-Bagus/bhirawa].

Surabaya, Bhirawa
Berbagai perubahan kebijakan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak menimbulkan ketidakpastian hukum. Hal ini rentan terhadap gugatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat maupun partai politik (parpol). Utamanya di daerah-daerah yang memperpanjang pendaftaran pasangan calon (paslon) hingga gelombang tiga.
Ahli Hukum Administrasi dan Tata Negara Prof Sadjiono mengatakan, konsep hukum di Indonesia cukup normatif dan sedikit empiris. Sehingga, hukum dipandang sesuai norma-norma dan kaidah yang ditetapkan. Bila melanggar norma tersebut dinamakan tindakan ilegal.
“Ketidakpastian hukum ini terdapat dalam PKPU No 12/2015. Jadi perpanjangan itu bisa ditafsirkan satu kali saja, dan bisa lebih satu kali ketika calon tunggal itu tetap ada. Hasilnya, dalam menerapkan hukum itu menjadi tidak pasti. Ini salah satu cerminan tidak ada kepastian hukum di dalam suatu aturan,”  katanya dalam diskusi bertema Membangun Kepastian Hukum dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah untuk Menciptakan Iklim Demokrasi yang Baik, Berkualitas dan Bermartabat yang digelar Majelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila Surabaya, Senin (10/8) kemarin.
Guru Besar Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya ini menjelaskan, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota, KPU RI diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan pemilihan. Instruksi ini diwujudkan KPU RI dengan menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) nomor 9 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota. Aturan ini kemudian diubah menjadi nomor 12.
Dalam PKPU 12/2015 pasal 89 disebutkan, bila sampai akhir masa pendaftaran pasangan calon (paslon) hanya terdapat satu paslon atau tidak ada paslon yang mendaftar, KPU memperpanjang masa pendaftaran paling lama tiga hari. Sadjiono melanjutkan, sampai dengan berakhirnya perpanjangan pendaftaran tetap satu paslon atau tidak ada yang mendaftar, KPU menetapkan keputusan penundaan seluruh tahapan dan pemilihan dilakukan pada pemilihan serentak berikutnya.
“Tapi yang terjadi di tujuh daerah, termasuk Surabaya, saat ini tidak sesuai norma alias inkonstitusional. Karena KPU atas rekomendasi Bawaslu RI memperpanjang pendaftaran kembali pada 9-11 Agustus,” tegasnya.
Sesuai aturan PKPU itu, kata Sadjiono, perpanjangan pendaftaran hanya dibuka satu kali. Namun saat ini dibuka lebih dari satu kali. Ketentuan tersebut perlu diuji secara hukum dan tidak bisa dibiarkan berjalan begitu saja. Jika terbukti perpanjangan pendaftaran itu cacat hukum, pelaksanaan Pilkada di tujuh daerah itu bisa dikatakan tidak sah.
“Namun demikian, apapun adanya keputusan KPU itu adalah sah. Maka tadi saya menyarankan untuk diuji secara hukum, terkait dengan norma yang ada didalam PKPU itu. Jadi tidak bisa kemudian dibiarkan begitu saja sehingga mewujudkan rasa keadilan didalam menerapkan hukum dan tidak ada kepastian,” tambahnya.
Ditanya, Kalau semisal Pilkada tetap berlanjut, menurut Sadjiono harus diuji dulu terkait dengan keabsahan perpanjangan waktu itu. Jadi, kalau nanti perpanjangan waktu itu menjadi tidak sah, maka calon yang ada minimal dua calon, itu nanti dipertanyakan legitimasinya.
“Menurut saya itu mengandung cacat hukum kalau tetap berjalan. Cacat hukumnya tidak mencantumkan secara normatif itu diperpanjang tiga kali, tapi hanya diperpanjangan saja,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Pokja Koalisi Majapahit AH Thony yang turut dalam diskusi itu mengatakan, sejak awal masa perpanjangan pendaftaran dibuka, Koalisi Majapahit menyatakan tidak akan mendaftarkan paslon. Sebab, surat KPU Bernomor 449/KPUVIII/2015 yang memerintahkan KPUD di tujuh kabupaten/kota untuk membuka kembali pendaftaran paslon, bertentangan dengan hukum.
Surat KPU itu, lanjut Thony, tak didasari pijakan hukum yang jelas sehingga jika perintah di dalam surat tersebut tetap dilaksanakan oleh KPU Surabaya, maka dimungkinkan rentan menimbulkan masalah hukum.
“Sampai sekarang sikap koalisi jelas, tidak ikut mencalonkan karena landasan hukumnya tidak jelas. Ada indikasi cacat hukum,” terangnya seusai diskusi.
Ketika disinggung mengenai sikap Koalisi Majapahit yang memutuskan tidak ambil bagian ini mengindikasikan bahwa Pilwali Surabaya bakal terselenggara 2015, Sekretaris DPC Gerindra Surabaya itu menjawab diplomatis. “Peluangnya 50 persen berbanding 50 persen. Antara hari pendaftaran terakhir terdapat satu paslon yang daftar dan tidak,” tandasnya.
Seperti diketahui, Kota Surabaya merupakan satu dari tujuh daerah yang mendapat perpanjangan masa pendaftaran calon kepala daerah. Sebab ketujuh daerah itu baru memiliki sepasang calon kepala daerah yang akan maju pada Pilkada serentak. Perpanjangan masa pendaftaran calon kepala daerah itu berlaku pada 9-11 Agustus 2015.
Hingga saat ini calon petahana Tri Rismaharini-Wisnu Sakti Buana belum juga mendapatkan pesaing pada Pilkada serentak Desember mendatang. Akibatnya, Pilkada serentak di Surabaya 2015 terancam mundur hingga 2017.
Ketua KPU Kota Surabaya Robiyan Arifin mengaku tidak ambil pusing jika memang tidak ada calon pesaing pasangan petahana. “Kami enggak repot-repot. Kalau memang enggak ada ya mau gimana lagi. Kami juga sudah sosialisasi. Sampai saat ini (kemarin, red) kami juga belum mendapat bocoran adanya calon,” kata Robiyan. (geh)

Tags: