Perpres-Permenkes Berbeda,Pasien BPJS Dirugikan

BPJS-PayahDPRD Jatim, Bhirawa
Akibat adanya prebedaan antara Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terkait pelayanan kesehatan membuat ribuan pasien BPJS dirugikan. Perbedaan ini terkait dengan layanan kesehatan gratis bagi anak peserta JKN BPJS golongan Penerima Bantuan Iuran(PBI).
Dalam  salah satu klausul Permenkes menyebutkan jika anak yang dilahirkan dari orangtua yang mendapatkan bantuan iuran dari pemerintah (BPJS) gratis khusus masyarakat miskin (PIB,red) hanya sekedar didata saja, tanpa mendapatkan hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan secara gratis.Sementara dalam Perpres disebutkan sebaliknya.
Kadinkes Jatim, dr Harsono menegaskan pihaknya sudah berupaya melaporkan masalah tersebut ke Komisi IX DPR RI terkait tidak sinkronnya antara Perpres dan Permenkes. Akibatnya banyak pasien di daerah yang dirugikan.
Kondisi ini, lanjut Harsono pada hearing dengan Komisi E, ditambah lagi tidak ada sosialisasi masalah tersebut ke masyarakat yang mengakibatkan rumah sakit ikut juga dirugikan karena harus menerima rujukan dari pasien BPJS tanpa terkecuali, namun di perjalanan tidak bisa mengklaim.
“Kami sudah menyampaikan masalah ini ke Komisi IX DPR RI saat berkunjung ke Jatim dan untuk segera dilakukan perbaikan regulasi yang ada. Jujur yang banyak dirugikan dengan masalah ini adalah daerah.Terutama rumah sakit yang menjadi mitra kerja BPJS tidak bisa mengklaim, akibat hal itu tidak diatur dalam Kemenkes. Termasuk soal tidak standbynya petugas BPJS yang ada di rumah sakit selama 24 jam, membuat pasien terpaksa pulang,”tandas mantan Bupati Ngawi ini usai hearing dengan Komisi E DPRD Jatim, Rabu (3/6).
Ditanya terkait masih adanya rumah sakit yang menerapkan sistim paket terhadap pasien BPJS, menurut Harsono hal itu tidak diperboehkan. Dimana seorang pasien yang sedang sakit dan melakukan operasi harus dituntaskan, tanpa melihat pagu yang ada. Kalaupun kemudian ada rumah sakit yang memulangkan pasien BPJS, karena anggaran yang diberikan BPJS habis, maka rumah sakit dapat dikenai sanksi.
“Sanksi bisa berupa teguran hingga pencabutan izin. Baik baik rumah sakit negeri maupun swasta,”tegasnya.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim, Suli Da’im mengaku akan menunggu hasil diskusi Komisi IX DPR RI dengan Kemenkes terkait adanya perbedaan regulasi tersebut. Dari hasil tersebut nantinya akan ditindaklanjuti oleh Komisi E DPRD Jatim. Namun telepas dari itu semua seharusnya BPJS tidak menerapkan sistim paket. Artinya semua pasien BPJS yang mendapatkan pelayanan kesehatan harus dilakukan dengan tuntas sehingga masyarakat tidak merasa dirugikan. Kalaupun diberlakukan sistim paket tentunya tidak berbeda dengan asuransi.
“Ingat ini merupakan salah satu layanan kesehatan yang diberikan negara kepada masyarakatnya, tentunya tidak perlu ada sistim paket. Jangan sampai Kartu Indonesia Sehat (KIS) hanya sebatas lips service saja, tanpa diimbangi dengan pelayanan kesehatan yang memadahi di masyarakat,”papar politisi asal PAN ini dengan nada tinggi.
Hal senada juga diungkapkan Anggota Komisi E DPRD Jatim, Gunawan. Menurut politisi asal PDIP Jatim ini mendesak agar pusat segera membenahi regulasi yang ada,  agar daerah tidak terjadi konflik. Berikut jika ada rumah sakit yang memberi batasan, ada pasien di rumah sakit tapi kemudian ditengah perjalanan disuruh pulang, maka izinnya akan ditinjau ulang. Bisa dilakukan teguran hingga pencabutan izin.
“Bagaimanapun BPJS kita dukung bersama-sama agar terlaksana dengan baik. Diantaranya dengan menindaklanjuti ke DPR RI untuk dilakukan perbaikan regulasi. Selain perlu  ada penyempurnaan untuk pelaksanan BPJS. Hal ini semata-mata untuk  membantu masyarakat yang tidak bisa dan tidak mampu menikmati pelayanan kesehatan yang lebih baik,”urainya. [cty]

Tags: