Perpustakaan Berdayakan Masyarakat Samin

Judul Buku : Perpustakaan Berdayakan Perekonomian Masyarakat Samin di Bojonegoro
Penulis : Drs Sudjono MM
Editor : Wahyu Kuncoro SN
Penerbit : Alpha Surabaya Edisi Pertama, Juli 2019
Tebal buku : 97 halaman
Peresensi : Retno Susilowati
Peneliti Public Sphere Center (Puspec) : Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga Surabaya

Buku ini sesungguhnya hadir lebih karena didorong oleh keinginan untuk berbagi kisah sukses (succes story) tentang peran perpustakaan dalam memberdayakan masyarakat Samin. Buku ini juga ingin mengonfirmasi kepada khalayak luas bahwa keberadaan perpustakaan bisa menjadi pengungkit perekonomian masyarakat sekitarnya. Perpustakaan bukan sekadar sebagai sumber bacaan dan informasi semata, tetapi juga menjadi solusi bagi persoalan masyarakat sekitarnya.
Penulis buku Drs Sudjono MM yang seorang pustakawan ahli utama yang memiliki pengalaman panjang dalam pengelolaan perpustakaan memberi garansi akan kualitas data dan narasi terkait dengan perpustakaan. Penyajian buku ini juga menjadi renyah dan mudah dipahami karena sentuhan editor buku Wahyu Kuncoro SN yang memiliki pengalaman panjang di dunia jurnalistik.
Buku ini selain mencoba menjelaskan bagaimana kehidupan masyarakat Samin di Dusun Jepang Desa Margomulyo Kabupaten Bojonegoro beserta dengan berbagai kearifan lokal yang dimilikinya, buku ini secara khusus juga ingin menunjukkan bahwa keberadaan perpustakaan telah memberi kontribusi signifikan dalam memberdayakan masyarakat Samin.
Salah satu momentum yang dianggap berdampak besar bagi perkembangan masyarakat Samin adalah hadirnya Perpustakaan Desa Tunas Asa. Ide awalnya berasal dari ibu-ibu PKK yang ingin menumbuhkan minat baca, khususnya di kalangan pelajar dan generasi muda. Dan ternyata minat kuat yang datang dari masyarakat inilah yang kemudian menjadikan keberadaan perpustakaan menjadi penggerak perekonomian di Desa Margomulyo. Bahkan perpustakaan Desa Margomulyo ini pernah meraih sebagai perpustakaan desa terbaik nasional. Dengan prestasi yang diraih tersebut, menunjukkan bahwa masyarakat Samin yang sebelumnya dianggap terbelakang ternyata sudah modern dan tidak kalah dengan yang lain. Oleh karena itu, potensi ekonomi, sosial dan budaya yang dimiliki masyarakat Samin sudah seharusnya mendapat perhatian dan dukungan untuk berkembang.
Terpilihnya Perpustakaan Tunas Asa di Desa Margomulyo Kecamatan Margomulyo Kabupaten Bojonegoro sebagai juara pertama tingkat Nasional membuat minat baca masyarakat menjadi besar dan menghasilkan banyak peluang usaha. Ini terbukti dengan kegiatan bedah buku di setiap acara pertemuan di dusun-dusun. Bedah buku merupakan wujud kepedulian TP PKK Desa Margomulyo dalam menuntaskan buta aksara. Kegiatan bedah buku ini mengupas tuntas hal-hal apa saja yang tertulis dalam buku. Ini sangat menguntungkan warga dalam menghadapi masalah, serta mencari solusi dalam pemecahan masalah tersebut.
Salah satu buku yang bermanfaat sampai sekarang adalah tentang bagaimana cara mengolah bahan bambu menjadi barang yang mempunyai nilai jual yang tinggi serta diminati konsumen.
Diawali dengan mengolah bahan dasar menjadi bahan setengah jadi, kemudian disulaplah bambu yang tadinya hanya menjadi senik, rinjing, dan caping ditangan ibu-ibu kreatif dijadikan tas modis yang setara dengan tas yang dijual di toko-toko. Dengan pinjaman modal dari Koperasi Wanita, pembuatan tas bambu inipun menjadi maju. Terbukti dengan banyaknya wisatawan yang membeli saat berkunjung di Perpustakaan dan Balai Budaya Masyarakat Samin. Dari mulut ke mulut para wisatawan, Tas Samin inipun menjadi salah satu barang yang paling banyak dipesan. Sempat produsen Tas Samin kewalahan menanggapi pesanan yang silih berganti. Menurut mereka (wisatawan) barang apapun yang asalnya dari warga Samin akan membawa berkah tersendiri bagi yang memilikinya.
Keberadaan perpustakaan ini sangat membantu kelompok masyarakat di sini. Mereka dapat menambah wawasan dari adanya buku-buku yang disediakan. Perpustakaan kerap dianggap sebagai gedung penyimpanan buku yang kaku dan nyaris tak tersentuh masyarakat luas. Tetapi sekarang perpustakaan utamanya perpustakaan desa telah berubah menjadi pusat belajar masyarakat yang memberikan pelayanan berbasis teknologi informasi. Selain itu, keberadaan masyarakat di daerah terutama di desa-desa harus diberdayakan dan pihaknya hanya membantu melalui program dan sumber daya yang ada. Dengan begitu, perpustakaan bukan hanya berfungsi untuk tempat membaca tapi memiliki kegunaan lainnya seperti menjahit atau mau belajar pertanian ke perpustakaan. Kalau kurang buku bisa minta ke balai pertanian.
Buku ini, selain ingin menunjukkan bahwa perpustakaan telah dengan sangat nyata mampu memberdayakan masyarakat, buku ini juga ingin mengajak semua pihak untuk belajar banyak hal kepada masyarakat Samin. Istilah Samin diartikan sami-sami amin, dari konsep ini bahwa semua warga masyarakat Samin harus bersama-sama menyatu dalam satu ajaran yang sama. Unsur kebersamaan, satu, menyatu, persatuan menjadi kunci utama bagi masyarakat Samin untuk menjalani hidup. Oleh karenanya, bagi warga masyarakat Samin sesama manusia dianggap seperti saudara, sedulur, sehingga muncul konsep bahwa duweku yo duwekmu; duwekmu yo duweku, (miliku juga milikmu; milikmu juga miliku).
Masyarakat Samin tidak membedakan latar belakang seseorang baik dari jabatan, pangkat, kekayaan, dan semua dianggap saudara,sedulur, yang diharapkan selalu menyatu. Mbah Hardjo Kardi seringkali mengucapkan dengan istilah sak padha-padha. Artinya bahwa kepada sesama manusia jangan membeda-bedakan atau istilahnya ojo mbeda sepadha, ojo miring sepadha, elingo marang sepadha (jangan membedakan sesama, jangan miring (negatif) kepada sesama, ingatlah kepada sesama). Semuanya bisa diatasi dengan bergotong-royong, rukun, guyub, dan saling menolong.
Sesepuh maupun tokoh pejuang Samin yang berada di Dusun Jepang adalah Mbah Hardjo Kardi. Hardjo Kardi adalah keturunan Samin Surosentiko, putra ketiga dari empat bersaudara yang lahir pada tahun 1934 (81 tahun). Beliau anak dari Suro Kamidin pemimpin ke III gerakan Saminisme yang berasal dari Desa Tapelan, Kecamatan Ngraho, Kabupaten Bojonegoro yang menikah dengan Poniyah asal Dusun Jepang pada tahun 1920-an. Pada tahun 1986, Suro Kamidin meninggal dunia dan kepemimpinan pejuang Samin di Dusun Jepang digantikan oleh Hardjo Kardi. Beliau mendapatkan masa kepemimpinan setelah kemerdekaan Republik Indonesia hingga saat ini. Mereka melakukan langkah-langkah kompromi dengan berbagai pihak dan terbuka dengan masyarakat luar yang datang dari berbagai latar belakang. Selamat membaca.

———- *** ———–

Tags: