Perpustakaan, Santri Entrepreuner dan OPOP

Oleh :
Drs Sudjono MM
Pustakawan Ahli Utama di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur

Pondok pesantren telah mengalami pengembangan yang memungkinkan berperan sebagai agen pembangunan dan memecahkan persoalan sosial ekonomi masyarakat melalui pengembangan kewirausahaan. Memang, upaya pembentukan calon wirausahawan baru sangatlah tidak gampang. Jiwa kewirausahaan ini ada pada setiap orang yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan, dan tantangan resiko.
Pada batas tertentu pesantren tergolong di antara lembaga pendidikan keagamaan swasta yang leading, dalam arti berhasil merintis dan menunjukkan keberdayaan baik dalam hal kemandirian penyelenggaraan maupun pendanaan (selffinancing). Tegasnya selain menjalankan tugas utamanya sebagai kegiatan pendidikan Islam yang bertujuan regenerasi ulama, pesantren telah menjadi pusat kegiatan pendidikan yang konsisten dan relatif berhasil menanamkan semangat kemandirian, kewiraswastaan, semangat berdikari yang tidak menggantungkan diri kepada orang lain. Atas dasar itu pengembangan ekonomi pesantren tentu mempunyai andil besar dalam menggalakkan wirausaha. Jumlah santri terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah santri yang terus bertambah ini memiliki potensi yang sangat besar apabila digarap dengan baik dalam kaitannya dengan upaya membangun kemandirian ekonomi santri.
Oleh karena itu, pemberdayaan terhadap potensi kewirausahaan santri mutlak dilakukan agar santri tidak hanya berkompeten dalam bidang tetapi juga bisa mandiri secara ekonomi. Hal ini sebagaimana peran dan fungsi pesantren dengan berbagai harapan dan predikat yang diletakkan padanya, sesungguhnya memiliki tiga fungsi utama yaitu : pertama, sebagai pusat pengkaderan pemikir-pemikir agama (centerofexcellence). kedua, sebagai lembaga yang mencetak sumber daya manusia (humanresources), dan ketiga, sebagai lembaga yang mempunyai kekuatan melakukan pemberdayaan kepada masyarakat (agent of development).
Melihat fungsi yang dimilikinya pesantren ini dapat berperan sebagai lembaga perantara yang diharapkan dapat menjadi dinamisator dan katalisator pemberdayaan SDM dan penggerak pembangunan. Oleh karena itu, sikap sensitif dan responsif terhadap perubahan sosial sudah selayaknya ditunjukkan oleh para pengelola pesantren, termasuk ikut serta berpartisipasi dalam mengatasi problem riil masyarakat seperti kemiskinan dan pengangguran.
Salah satu langkah penting yang perlu dilakukan oleh pesantren dalam mengatasi permasalahan di atas adalah mengembangkan budaya wirausaha di lingkungan pesantren. Budaya wirausaha adalah pikiran, akal budi, prilaku, adat istiadat dari diri dan pelaku wirausaha yang menjadikan diri sebagai seorang wirausaha.
Peran penting yang membuat nilai plus kewirausahaan di lingkungan pesantren ialah karena mereka tidak hanya mendapatkan ilmu-ilmu wirausaha akan tetapi juga mendapatkan nilai-nilai keislaman serta suri tauladan yang didapat selama menjadi santri di pesantren. Hal ini dapat menjadi modal bagi para santri untuk berwirausaha karena pesantren merupakan lembaga pendidikan untuk mencetak manusia yang religius dan mandiri. Pola kehidupan selama di pesantren membiasakan para santri untuk memiliki jiwa kemandirian, keihklasan dan kesederhanaan. Pola seperti ini mampu menumbuhkan sikap optimisme santri dalam berwirausaha.
Dukungan Perpustakaan
Hari ini, perpustakaan tak lagi sekadar medium untuk beraksara. Tetapi dituntut untuk bertransformasi menjadi ruang yang berusaha memfasilitasi terwujudnya ekosistem yang literat. Perpustakaan yang semula hanya identik dengan program literasi dasar (keterampilan membaca dan menulis), kini dipaksa untuk mampu menyelesaikan persoalan yang semakin kompleks.
Perpustakaan potensial menjadi wahana pembelajaran bersama mengembangkan keterampilan masyarakat. Sebagai pusat literasi, perpustakaan tidak hanya menjadi tempat pinjam dan baca buku, tapi juga memberdayakan potensi masyarakat. Pengembangan perpustakaan masa kini telah bergeser dari sekadar menyimpan koleksi buku menjadi tempat pemberdayaan masyarakat termasuk di dalamnya masyarakat pondok pesantren.
Perpustakaan utamanya di pondok pesantren harus terus dorong didorong menjadi pusat kegiatan masyarakat yang akan diisi dengan berbagai macam pelatihan, penguatan kerjasama, peningkatan budaya, pendampingan masyarakat hingga kampanye gemar membaca. Pemerintah daerah sungguh perlu didorong untuk memberikan perhatian khusus terhadap perpustakaan di pondok pesantren melalui alokasi dana, program dan kegiatan guna mendukung pembangunan dan pemberdayaan SDM pondok pesantren melalui perpustakaan.
Dalam konteks ini, maka perpustakaan harus dapat meningkatkan potensi yang dimiliki oleh pondok pesantren baik dari sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Kemudian melalui buku-buku ilmu terapan yang tersedia di perpustakaan pondok pesantren dapat mengubah seseorang utamanya kalangan santri ntuk bangkit secara ekonomi dan sosial.
Melalui transfer literasi diharapkan terjadi percepatan-percepatan pola pikir yang semuanya didapat dengan membaca buku. Jangan berharap membuat kebijakan yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat tanpa dukungan literasi. Lantaran memberi perhatian secara serius terhadap pelayanan perpustakaan di pondok pesantren harus menjadi perhatian kita bersama kalau ingin kehidupan pondok pesantren lebihberdaya secara ekonomi. Harapan ini sesungguhnya tidak berlebihan, mengingat sudah banyak pondok pesantren khususnya di Jawa Timur yang sudah berhasil mengembangkan entrepreuner di lingkungannya.
Kondisi ini menemukan relevansinya dengan kebijakan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang menggulirkan One Pesantren One Product (OPOP) yang secara konsepsional ingin mendorong agar pondok pesantren bisa lebih berdaya dalam mengembangkan kehidupan sosial dan ekonominya. Nah, inilah momentum yang tepat untuk mendorong lingkungan pesantren bisa berkembang dengan berbasis pada pelayanan perpustakaan di lingkungannya. Lantaran itu sungguh menjadi tantangan serius bagi para pengelola perpustakaan untuk menyelenggarakan pelayanan perpustakaan di lingkungan pondok pesantren yang bisa mendukung program OPOP sekaligus mewujudkan kehidupan pondok pesantren yang lebih berdaya.
Namun demikian, perpustakaan tidak bisa lagi dikelola secara konvensional, tetapi harus bertransformasi mengikuti perkembangan teknologi agar dapat menjawab kebutuhan masyarakat yang disebut sebagai era industri 4.0. Era industri 4.0 ini menjadi cambuk bagi perpustakaan untuk berperan melakukan yang terbaik untuk eksistensi perpustakaan di tengah masyarakat khususnya di lingkungan pondok pesantren sehingga bisa memberikan kontribusi yang positif bagi kalangan santri dan lingkungan pondok pesantren.
Perpustakaan ke depannya tidak hanya menjadi tempat berkumpul untuk membaca buku ataupun mencari informasi, namun perpustakaan dapat menjadi working space tempat munculnya inovasi-inovasi baru dan pengembangan kreativitas. Semua berusaha untuk menyesuaikan dan menyelaraskan dengan perubahan iklim informasi era digital yang menantang seperti sekarang ini.

———– *** ————-

Tags: