Pers Kawal Pandemi

Usaha media pers terus maju walau tanpa perlindungan. Pada masa pandemi pers menjadi corong utama “warning,” dan bebagai upaya pemutusan rantai wabah. Setiap jurnalis (wartawan) bekerja dalam persaingan ketat “luar-dalam.” Tiada regulasi (undang-undang, UU) yang mampu menjaga ketenangan profesi kewartawanan. Termasuk aspek kesejahteraan wartawan. Sudah banyak usaha pers tutup terbit, dan tutup siar. Karena terdampak CoViD-19.

Memotong biaya langganan koran (dan televisi berbayar), menjadi paling mudah dilakukan. Dianggap bukan kebutuhan esensial utama. Begitu pula pemasangan iklan gampang dihentikan. Karena seluruh perusahaan mengalami kesulitan operasional. Bahkan sampai tutup operasional. Seluruh masyarakat juga mengalami penyusutan penghasilan dampak WFH (Work From Home). Bahkan sampai kehilangan nafkah akibat PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

Kinerja pers bukan sekedar memotret kehidupan. Melainkan juga menjadi potret realita (lebih) komplet, dengan detil penajaman dramatik. Banyak wartawan harus nyambi bekerja sebagai petani, dan pengemudi online. Demi mempertahankan ke-cukup-an penghasilan. Namun banyak pula yang tidak tahan godaan. Sehingga banyak lembaga usaha pers terperosok dalam pragmatisme, mengabaikan independensi. Menjadikan wartawan tidak netral.

Keterpurukan usaha pers bukan hanya dialami lembaga pers skala kecil (daerah), tetapi juga yang tergolong “raksasa” pers. Misalnya, yang terjadi pada Holding company perusahaan koran Australia. News Corp, sudah ancang-ancang berhenti terbit di 60 negara bagian. Menggantikannya dengan berita berbasis online. Tekanan ekonomi global dampak virus corona, diakui lebih dahsyat dibanding krisis ekonomi global pada tahun 1998 maupun 2008.

Dampaknya, pemerintah di seantero Australia akan kehilangan sarana sosialisasi. Program pemerintah tidak akan menjangkau seluruh daerah. Yang lebih parah, News Corp, merupakan lapangan kerja cukup luas. Selain ke-agenan oplag, di berbagai kota-kota juga dibuka kantor cabang agen perikalanan oleh masyarakat. Begitu pula unit distribusi, dengan ribuan armada, menjadi sumber lapangan kerja. Sedangkan halaman opini dijadikan “kolom” pengaduan masyarakat. Bahkan beberapa profesor mempublikasikan penelitian melalui koran.

Fungsi surat kabar di Australia, nyaris sama persis dengan di Indonesia. Bedanya, di Indonesia lebih fair, tanpa monopoli. Koran-koran daerah di Indonesia tumbuh dan berkembang dalam pengelolaan “putra daerah.” Bukan holding company. Di Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, masing-masing memiliki koran daerah yang cukup maju. Begitu pula di Sumatera Utara, dan di berbagai propinsi memiliki koran daerah dengan sejarah panjang (masa perjuangan kemerdekaan RI).

Bahkan umumnya koran daerah di Indonesia memiliki keterkaitan dengan sejarah kemerdekaan. Misalnya, koran Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, edisi, Jumat Legi, 26 Oktober 1945, menulis berita tentang “Resolusi Jihad,” ulama di Surabaya. Berita di koran Kedaulatan Rakyat, bagai pengumuman pembentukan relawan perang kemerdekaan. Sepekan setelah berita di koran, di Surabaya terjadi perang besar, pada 10 November 1945.

Maka sesungguhnya, koran di Indonesia lazim disebut “koran perjuangan.” Potret kebersamaan koran (pers) dengan pemerintahan “dijembatani” melalui Dewan Pers. Tercancum dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, yang memapar peran pers. Termasuk peran kenegaraan dan kebangsaan. Pada penjelasan pasal 15 ayat (1), dinyatakan, “Tujuan dibentuknya Dewan Pers adalah untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas pers nasional.”

Kini pers nasional, khususnya koran daerah, nyata-nyata sangat terdampak wabah CoViD-19. Tiras merosot, dan periklanan terpuruk. Tujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas pers nasional, beradu kuat dengan ancaman gagal terbit. Pers juga bersaing dengan berita hoax di media sosial. Namun masyarakat masih mengandalkan kinerja jujur jurnalis profesional.

——— 000 ———

Rate this article!
Pers Kawal Pandemi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: