Pers Penegak Kebenaran

karikatur ilustrasi

Jokowi, beralih profesi menjadi wartawan? Walau hanya sekejap (di panggung peringatan Hari Pers Nasional pula) hal itu terjadi. Wawancara dilakukan presiden Jokowi kepada wartawan senior asal Surabaya. Pers, disimpulkan berperan sebagai wahana penegak penyampaian kebenaran informasi. Tidak mudah memilah kebenaran informasi di tegah jutaan ujaran, bagai “badai” informasi.Konsekuensi kriminalisasi pers juga senantiasa mengintai.
Tiada yang kebal hukum, termasuk penegak hukum, jajaran legislatif (DPR dan DPRD), maupun wartawan. Kesetaraan di hadapan hukum merupakan komitmen bangsa Indonesia, tertuang dalam konstitusi (UUD). Serta merupakan HAM (Hak Asasi Manusia) yang berlaku universal di seluruh dunia. Begitu pula tata-kelola informasi telah menjadi bagian hak asasi yang digaransi konstitusi. Kinerja jurnalistik (dan wartawan-nya) wajib tunduk pada seluruh peraturan, termasuk hukum adat.
Namun harus diakui, kinerja jurnalistik masih mengalami kendala “godaan” partisan. Sudah banyak media terjerumus ke dalam arus kepentingan pemilik modal. Menjadi pembela pragmatisme, sampai menjadi underbouw partai politik (parpol). “Godaan” partisan niscayaberujung pada netralitas kinerja pers. Bahkan bisa terjerumus membela tindakan kriminal (pemilik modal) dan melindungi koruptor elit parpol.
Kinerja jurnalistik (wartawan), seharusnya juga ditimbang dengan UU Nomor 40 tahun 199 tentang Pers. Pada pasal 5 ayat (1) dinyatakan, “Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.”Frasa kata”berkewajiban” secara langsung ber-iringan dengan kewajiban lain, pada pasal 5 ayat (2), tentang hak jawab.
Hak jawab, diberikan kepada masyarakat, yang merasa dirugikan oleh suatu pemberitaan. maka masyarakat memiliki hak jawab. Pers wajib memuat jawaban oleh masyarakat yang dirugikan, pada halaman yang sama dan ukuran (luas halaman) yang sama. Bahkan pada kode etik pers, harus ditambah kata “maaf” manakala terjadi kesalahan.Maka terhadap pemberitaan yang merugikan, tidak perlu dilakukan adu otot maupun adu kuasa.
Trial by the press (kesalahan pers), dapat disetarakan seperti kecelakaan kerja pada profesi lain. Kadang disebabkan ke-lalai-an. Juga bisa disebabkan dampak partisan. Namun yang paling sering disebabkan in-kompetensi, karena lembaga pers yang tidak becus. Lebih lagi era kebebasan pers saat ini, banyak diterbitkan koran tanpa kaidah jurnalistik memadai. Dalam hal kesalahan kinerja jurnalistik, pers tidak kebal hukum.
Sering pula terjadi penyalahgunaan kinerja jurnalistik. Sangat banyak “wartawan bodrek” nyata-nyata bekerja hanya memeras obyek berita. Personel “bodrek,” bisa muncul pada media cetak, serta media elektronik (termasuk media online). Media cetak “bodrek” biasanya diterbitkan tanpa mengenal periode waktu. Bergantung pada perolehan wartawan hasil memeras sumber berita.
Era digital dan internet, juga menjadi tantangan paling serius kinerja jurnalistik. Membuat media bisa dilaksanakan secara muriah meriah. Hanya memerlukan biaya awal sekitar Rp 2 juta, sudah bisa online. Cukup untuk “meng-hantam” siapapun, terutama dengan tujuan memeras. Walau kinerja “pers bodrek” bukanlah buruk total. Melainkan masih terdapat “hikmah” yang bisa dimanfaatkan.
Biasannya, “wartawan bodrek” mengincar mangsa yang dikategori busuk. Bisa dari kalangan legislatif (DPR), pejabat pemerintah, penegak hukum, sampai pengusaha swasta. Kasus yang diincar, terutama penyimpangan terhadap peraturan (terutama korupsi) dan perselingkuhan. Tetapi pejabat (pemerintah maupun swasta) yang baik, tidak risau dengan “wartawan bodrek.”
Seluruh rakyat hanya mencari dan menunggu peliputan pers yang cerdas serta jurnalisme dedikatif. Namun kinerja pers, merupakan pertanda budaya bangsa, tercermin dari ragam liputan yang diterbitkan. Tetapi wartawan dedikatif tidak tunduk pada suasana sosial yang buruk.

——— 000 ———

Rate this article!
Pers Penegak Kebenaran,5 / 5 ( 1votes )
Tags: