Perselisihan Batas Daerah Tak Boleh Rugikan Masyarakat

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di sela menghadiri rapat Asosisai Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Surabaya, Senin (20/10).

Pemprov, Bhirawa
Permasalahan yang timbul karena batas wilayah seharusnya tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Khususnya terhadap efektifitas dan kepastian layanan publik bagi warga yang tinggal di wilayah perbatasan. Baik terkait layanan kesehatan, pendidikan maupun layanan publik lainnya.
Hal tersebut ditegaskan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa di sela menghadiri rapat Asosisai Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Surabaya, Senin (20/10).
Gubernur Khofifah berharap, titik-titik yang kemungkinan masih bisa menimbulkan dispute (Perselisihan) itu bisa segera teridentifikasi kemudian payung hukumnya segera diterbitkan. Sebab ada yang membawa perselisihan itu sampai ke APH (Aparat Penegak Hukum). “Harus ada payung hukumnya. Payung hukum itu ada Permendagri. Karena ada yang membawa sampai ke pengadilan, dan ada juga yang bisa diredam,” tutur Khofifah.
Menurut Khofifah, persoalan batas wilayah suatu daerah erat kaitanya dengan masalah kepastian efektifitas layanan publik. Dari sisi kesejarahan misalnya, ada kabupaten besar yang kemudian melakukan pemekaran. Termasuk dalam pemekaran itu ada kota yang berada di tengah-tengah kabupaten. Sehingga pendopo kabupaten, rumah dinas bupati ada di tengah-tengah kota. Selain itu, layanan publik baik pendidikan dan kesehatan juga banyak terkonsentrasi di kota. Padahal yang harus dilayani adalah wilayah di sekitarnya.
“Pada posisi ini, jika ada layanan rumah sakit atau layanan pendidikan ternyata terdapat subsidi APBD maka perdanya juga harus klir. Bahwa subsidi APBD siapa saja yang sekolah di situ bukan hanya warga yang bersangkutan,” tutur mantan Menteri Sosial RI tersebut.
Menurut Khofifah, perlu batas-batas baru yang bisa disepakati bersama. Tapi itu tidak hanya antar kabupaten kota semata atau provinsi. Pembahasan itu membutuhkan campur tangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk ikut memediasi jika ditingkat kabupaten/kota tidak selesai. “Ketika di tingkat kabupaten/kota dan provinsi tidak selesai tentu kita berharap tidak masuk ke area hukum. Karena itu kita cari solusi,” tandasnya.
Pihaknya menegaskan, kemungkinan dispute yang terjadi dalam perbatasan daerah tidak boleh mengurangi efektifitas dan kepastian layanan publik . “Jadi masyarakat tidak boleh terdampak dari kemungkinan terjadinya dispute perbatasan antar daerah, apalagi perbatasan antar desa,” tegas dia.
Hari ini, secara ekonomi , sosial dan budaya sudah menurut Khofifah sudah borderless. Tapi secara administratif tetap ada antar desa, antar kecamatan. Karena itu, tidak menutup kemungkinan masalah justru muncul dari perbatasan antar desa. Bahkan pihaknya bercerita, beberapa bulan yang lalu ada kasus perbatasan desa yang belum selesai sehingga jenazah yang akan melewati desa itu ditolak. Dan itu terjadi di Jatim.
“Waktu itu saya sampai telepon bupatinya ini gimana sampai jenazah tidak boleh melewati desa itu. Jadi betapa ini bukan persoalan sederhana kalau kita ingin memaksimalkan dan memastikan efektifitas layanan publik bagi masyarakat,” ungkap Khofifah.
Oleh karena itu, pihaknya menyambut baik langkah APPSI membhas perbatasan antar daerah. Pihaknya berharap pembahasan ini bisa menjadi refrensi nasional. Karena itu, pihaknya berharap akan ada forum khusus untuk diskusi dengan Kemendagri bersama perwakilan beberapa gubernur. “Tidak usah forum besar, beberapa gubernur dan dewan pakar APPSI kita buat FGD ke Kemendagri untuk merekomendasikan titik-titik yang perlu dibahas,” pungkas dia. [tam]

Tags: