Persiapan Dua Capres

Pemilihan presiden (pilpres) tahun 2019 diperkirakan tidak akan berlangsung dengan calon tunggal. Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) telah mencalonkan Ketua Umumnya menjadi bakal calon presiden dalam pilpres (pemilihan presiden) tahun. Namun Partai Gerindra masih harus mencari teman koalisi agar memenuhi persyaratan 20% suara DPR. Sebelumnya, beberapa parpol dengan total dukungan lebih dari 50% telah mencalonkan Jokowi, maju lagi dalam pilpres mendatang.
Dua bakal calon presiden (Bacapres) sudah di-jago-kan oleh parpol. Bahkan sejak tahun (2017) lalu Partai Golkar melalui Musyawarah Nasional (Munas) di Bali, telah menetapkan Jokowi, sebagai calon presiden. Berturut-turut kemudian beberapa parpol juga men-capres-kan Jokowi. Diantaranya Partai Nasdem, PPP (Partai Persatuan Pembangunan), Hanura (Partai Hati Nurani Rakyat), dan PDIP. Kuat diduga, parpol lain (PKB, Partai Kebangkita Bangsa) juga telah mendukung Jokowi.
Berdasar hasil pemilu legislatif tahun 2014, terdapat 10 fraksi perwakilan parpol memiliki kursi di parlemen. Tujuh parpol telah mendukung capres incumbent. Sehingga kekuatan dukungan terhadap Bacapres Jokowi sudah mencapai 60,14%. Jika Partai Demokrat (PD) yang dipimpin presiden ke-6, SBY, turut mendukung, maka kekuatan Jokowi meliputi 71,03% suara parlemen. Kekuatan besar ini melebihi kekuatan orde-baru dalam enam kali pilpres (sejak 1973 sampai 1998).
Sepanjang sejarah pilpres sejak masa reformasi, baru pertama kali terjadi pernyataan pencalonan presiden dilakukan jauh sebelum pilpres. Harus diakui, dukungan terhadap presiden incumbent, menjadi syok politik. Karena tiada tokoh yang bersedia maju dengan kepastian kalah. Hanya tiga parpol (Gerindra, PKS, dan PAN) tersisa, yang diduga akan memiliki calon lain. Namun tidak menutup kemungkinan, ketiga parpol tersisa akan berkoalisi, mendukung bacapres Prabowo Subianto.
Walau bacapres selain incumbent hanya berkekuatan 28,97%. Toh, tiada yang bisa memastikan hasil coblosan pilpres. Dalam hajatan demokrasi, dukungan yang sangat besar, tidak inharent dengan kemenangan (terpilih). Hal itu terjadi pada beberapa pilkada di Indonesia. Antaralain pilkada gubernur DKI Jakarta tahun 2012. Cagub incumbent didukung hampir 80% suara parlemen (DPRD Jakarta). Hanya menyisakan partai Gerindra dan PDIP, dengan kekuatan pas-pasan.
Hasilnya, dukungan mayoritas keokoleh dukugan minoritas. Hal yang sama (kekalahan mayoritas) terulang lagi pada pilgub Jakarta (tahun) 2017. Bahkan dengan kekalahan yang lebih telak. Incumbent kalah dengan terpaut 15%. Maka koalisi parpol dengan dukungan pas-pasan, tidak bisa diremehkan. Walau diperlukan usaha ekstra keras, dan menghindari upaya pencitraan kontra-produktif.
Lebih lagi, Bacapres Prabowo Subianto, bukan pertama kali mengikuti pemilihan presiden dan wakil presiden. Pada pilpres 2009, Prabowo Subianto, menjadi Cawapres (calon wakil presiden) berpasangan dengan calon presiden (Capres) Megawati. Pada pilpres 2014, Prabowo Subianto, maju sebagai Capres, berpasangan dengan Cawapres Hatta Rajasa (Ketua Umum PAN). Pada dua kali pilpres, tidak bisa meng-ungguli Capres SBY.
Maka pada pilpres tahun 2019, Prabowo Subianto, sudah maju ketiga kalinya. Selain pak Harto, dalam sejarah pilihan presiden dan wakil presiden, rekor maju tiga kali, juga pernah dilakukan presiden SBY. Pada pemilihan pertama (oleh MPR), SBY dikalahkan oleh Hamzah Haz, sebagai Wakil Presiden. Pengalaman kekalahan, digunakan SBY mendirikan parpol (Partai Demokrat). Serta memenangi pilpres langsung (dipilih rakyat) pada pilpres 2004, dan 2009.
Dua kali kekalahan Prabowo Subianto, niscaya menjadi pengalaman berharga. Sedangkan Jokowi, sepanjang kesertaannya dalam hajat demokrasi, belum pernah kalah. Jokowi, dua kali memenangi pilkada Walikota Solo. Serta sekali memenangi pilkada gubernur Jakarta. Lalu memenangi pilpres 2014. Kedua bakal Capres, merupakan putra terbaik bangsa.***

Rate this article!
Persiapan Dua Capres,5 / 5 ( 1votes )
Tags: