Persiapan “New Normal”

Beberapa negara mengumumkan mengakhiri “lockdown” pada bulan (Juni 2020) ini. Walau disadari dunia belum akan benar-benar terbebas dari wabah pendemi CoViD-19. Tetapi seluruh dunia harus segera bangkit dari ke-terperangkap-an wabah penyakit. Bangkit sembari memulai “new normal” (kebiasaan baru), selalu melindungi diri, dengan prinsip tidak tertular dan tidak menulari. Juga digalang kerjasama internasional penanganan wabah.

Dunia bisa jadi, tidak akan sama lagi. Setiap orang akan melaksanakan social distancing sebagai upaya perlindungan diri (self protection). Lalulintas orang akan nampak lebih memperhatikan “mendukung kenyamanan bersama.” Setiap orang akan memakai masker (saat keluar rumah), menjaga jarak antar-orang, dan menghindari kerumunan di ruang tertutup. “New normal,” akan berlaku sebagai tahapan pembebasan dunia dari wabah pandemi virus corona.

Tetapi tidak mudah memulai kebiasaan baru (“new normal”), dibutuhkan persyaratan. Terutama, gambaran kurva pewabahan CoViD-19 di daerah harus menunjuk tren penurunan tajam dan kontinyu. Disertai kesiapan layanan fasilitas kesehatan (daerah) dan tanggap bencana yang lebih baik. Juga pelaksanaan skema jaring pengaman sosial (bantuan sosial) yang tepat sasaran (secara by name by address), dihitung berdasar kekuatan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) kabupaten dan kota.

Kebiasaan baru akan memiliki protokol pada setiap kawasan yang mengajukan “new normal.” Pemerintah daerah (bersama TNI dan Polri) akan menegakkan protokol, sama ketat dengan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Misalnya, yang tidak menggunakan masker akan ditolak memasuki ruang publik (mal, bandara, dtasiun kereta-api dan terminal). Juga seluruh kinerja perkantoran milik pemerintah, dan swasta akan menjalani “new normal.” Bahkan seluruh pasar tradisional akan memiliki protokol dengan pengawasan ketat pemerintah daerah.

Dalam lingkup nasional, persiapan “new normal,” telah dilakukan Gugus Tugas CoViD-19. Termasuk memulai sosialisasi sampai di tingkat RT (Rukung Tetangga), dan RW (Rukun Warga), dusun dan desa (kelurahan). Khususnya penggunaan masker, cuci tangan dengan sabun, dan penjarangan jarak antar-orang. Setiap orang wajib mengerti protokol “new normal,” terutama ketika berkegiatan di luar rumah. Serta di dalam pabrik, dan di dalam perkantoran.

Namun sebenarnya, bukan hanya masyarakat (setiap orang) yang terkena kewajiban protokol “new normal.” Melainkan juga seluruh fasilitas infrastruktur milik pemerintah, dan milik swasta, wajib memenuhi standar “new normal.” Tak terkecuali gedung pemerintahan, harus diubah, dengan memperbanyak ventilasi. Terutama persyaratan suhu udara dalam ruang (dalam kendali pengatur suhu), wajib sesuai standar kesehatan dunia.

Berdasar telaah konstitusi, “new normal,” merupakan mandatory, realisasi amanat UUD pasal 28H ayat (1). Secara tekstual dinyatakan, “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.” Amanat konstitusi di-breakdown (sebelum wabah virus corona) dalam UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

UU Kekarantinaan Kesehatan pada pasal 11 ayat (1) dinyatakan, “Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat berdasarkan besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, dan teknik operasional dengan mempertimbangkan kedaulatan negara, keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya.” Nyata-nyata secara tekstual diamanatkan mempertimbangkan kedaulatan ekonomi, sosial, dan budaya.

Protokol “new normal,” menjadi peta jalan memenuhi amanat konstitusi. Ketahanan dan perlindungan kesehatan nasional wajib dibangun bersama ketahanan bidang lain. Termasuk mengupayakan kedaulatan ekonomi, dan budaya ke-gotongroyong-an sosial. Roda usaha ke-pertani-an (dan produksi pangan lain), serta perdagangan wajib tetap berputar, sebagai jaminan kemakmuran rakyat.

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: