Persoalan Hukum dari Pergub 63/2015

Irtanto(Catatan untuk Artikel Hary Wahyudi)
Oleh :
Irtanto
Pembina Utama Madya, Peneliti Politik & Pemerintahan Balitbang Provinsi Jatim

Menarik untuk ditanggapi tulisan saudara Dr. Hary Wahyudi, Widyaiswara Madya Badan Diklat Jatim yang dimuat di Harian Bhirawa tanggal 17 Pebruari 2016 dengan judul Ketiadaan Jabatan Fungsional dalam Pergub Jatim 63 Tahun 2015. Bagi penulis sebetulnya awam atau sangat minim sekali pengetahuannya mengenai seluk-beluk persoalan hukum. Tidak ada salahnya jika mencoba untuk mengurai dari sisi hukum,  dan mudah-mudahan kali ini persepsi penulis tidak terlalu salah.
Ada beberapa hal yang menarik untuk kita cermati bersama Pergub Jatim No. 63 Tahun 2015 tentang Pedoman Kerja dan Pelaksanaan Tugas Pemerintah Daerah  Provinsi Jawa Timur tahun 2016. Dalam benak penulis selalu bertanya-tanya mengapa dalam Pergub tersebut tidak ada klausul  yang mengatur mengenai tunjangan daerah dan tunjangan daerah prestasi untuk PNS yang mempunyai jabatan fungsional tertentu baik fungsional keahlian maupun ketrampilan?
Bagaimana paradigma atau pendekatan yang dipakai dalam menyusun besarnya tunjangan daerah dan tunjangan daerah prestasi  PNS  yang bekerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur?  Bagaimana implikasinya pergub 63 tahun 2015 terutama bagi pejabat fungsional yang menerima tunjangan daerah dan tunjangan daerah prestasi tersebut? Bagaimana solusinya untuk mengatasi persoalan tersebut yang dikemudian hari tidak memunculkan persoalan hukum?
Untuk menjawab permasalahan pertama mengapa dalam pergub 63 tahun 2015 tidak tercantum klausul yang mengatur tunjang daerah dan tunjangan daerah prestasi untuk jabatan fungsional tertentu. Bisa jadi dalam menyusun pergub tersebut tidak melibatkan berbagai komponen PNS yang ada di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, sehingga dengan demikian dalam menyusun Pergub tersebut tidak konprehensif dan banyak celah yang dapat memunculkan persoalan hukum dikemudian hari. Padahal PNS (ASN) itu tidak hanya penyangkut persoalan pejabat struktural saja, PNS beragam profesinya. Kondisi PNS yang demikian ragam ini nampaknya dilupakan atau lupa untuk diakomodir dalam pergub. 63 tahun 2015.  Padahal UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara berparadigma fungsional dan sangat menghargai kinerja ASN berdasarkan fungsinya yang terukur.
Paradigma atau pendekatan yang dipakai dalam menyusun Pergub 63 tahun 2015 adalah pendekatan strukturalis bukan pendekatan fungsi. Dalam pendekatan strukturalis lebih menitikberatkan pada struktur kekuasaan dalam birokrasi sehingga yang menjalankan fungsi yang lain dilupakan. Paradigma pendekatan semacam ini lebih  pada old public adminsitratrtion (OPA) ala Weberian, sehingga yang dikedapankan adalah struktural atau eselon. Padahal pendekatan semacam itu seharusnya sudah ditinggalkan, dan pada era sekarang ini seharusnya menggunakan pendekatan new public management yang berorientasi pada kinerja seperti yang menjiwai lahirnya Undang-Undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dengan demikian seharusnya menempatkan posisi profesionalisme yang dikedepankan  antara lain berorientasi pada kinerja, beban kerja, prestasi kerja.
Dalam proses menyusun pergub tersebut konsiderannya sudah jelas antara lain Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali yang terakhir dengan Permendagri No. 21 Tahun 2011. Namun dalam perjalanan nampaknya  lupa atau dilupakan dalam penyusun pergub tersebut pada pasal 39 ayat 1,2,3,4,5,6,7 dan 8 dari Permendagri tersebut. Berdasarkan pasal tersebut dalam memberikan tunjangan daerah kepada PNS berdasarkan ketimpangan beban kerja, kelangkaan profesi, disparitas lokasi, prestasi kerja dan kinerja, bukannya berdasarkan golongan dan pangkat. Menyimak ataupun menurut hikmat penulis Permendagri No. 13 tahun 2006 pasal 39 tersebut bahwa kebijakan yang memberikan tunjangan perbaikan penghasilan ataupun tunjangan daerah kepada PNS berdasarkan atau menyamaratakan golongan dan pangkat kurang tepat dan berpotensi  memunculkan problem hukum.
Demikian pula dalam menyusun pergub no 63 tahun 2015 tersebut juga lupa yang mendasarkan pada Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 2012 tentang Perubahan Keputusan Presiden 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional yang di dalamnya mempunyai tunjangan kesetaraan dengan eselon. Menurut Dr. Hary Wahyudi (Bhirawa, 17/2/2016) bahwa “jabatan fungsional tertentu dalam pergub 63 tahun 2015 tidak mempunyai hak untuk menerima tunjangan daerah maupun tunjangan daerah prestasi karena tidak memiliki landasan hukum yang kuat”. Dari ini semua menurut persepsi penulis jika tidak “hati-hati ” dapat berakibat (berimplikasi) pada kerugian negara.
Bagaimana solusinya?  Dengan keluarnya pergub No. 63 tahun 2015 terjadi konflik hukum antara pergub itu dengan Perpres  No. 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional dan  Permendagri  No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Hal ini jelas merupakan persoalan hukum yang harus segera diselesaikan.  Permasalahan hukum dapat dilihat dari: 1) Kekosongan hukum. Bahwa menurut penulis, telah terjadi sebuah kekosongan hukum dalam peraturan gubernur Jatim tersebut.
Kekosongan hukum yang dimaksud adalah ketiadaan klausul yang mengatur tunjangan daerah dan tunjangan daerah prestasi bagi jabatan fungsional tertentu baik itu fungsional keahlian maupun ketrampilan. Padahal jabatan fungsional tertentu adalah bagian dari PNS (ASN) di lingkungan Pemprov. Jatim. 2) Lex superiori derogat lex inferiori, aturan lebih tinggi mengenyampingkan  aturan yang lebih rendah. Artinya ketika pergub tersebut bertentangan dengan Perpres  No. 87 Tahun 1999 tentang Rumpun Jabatan Fungsional dan  Permendagri  No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, maka secara hukum pergub tersebut segera dibatalkan (direvisi, adendum dengan mengakomodasi dari peraturan yang terkait).
Dalam pertemuan antara Biro Administrasi Pembangunan, BPKAD (Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah), Inspektorat Provinsi Jatim dan para Pejabat fungsional tertentu tanggal 7 Januari 2016 ada respon positif dari berbagai pihak dengan melahirkan sebuah kesepakatan untuk membuat perubahan terhadap Pergub 63 tahun 2015 untuk memberi tunjangan daerah dan tunjangan daerah prestasi untuk jabatan fungsional tertentu, berdasarkan peraturan yang terkait. Namun hasilnya sampai sekarang belum jelas sejauhmana proses perkembangannya. Untuk menimalisir persoalan hukum dikemudian hari, penulis berpendapat bahwa agar ada kepastian hukum sebaiknya secepatnya dilakukan revisi, adendum atas pergub  No. 63 tahun 2015  yang disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang terkait, sebab hal ini berpotensi munculnya gugutan pihak-pihak tertentu.

                                                                                                  ———————— *** ————————

Rate this article!
Tags: