Pertahankan Budaya Lokal dan Lengkapi Utilitas Pasar

Kabag-Humas-dan-Protokol-Pemkot-Denpasar-ketika-menjelaskan-pengelolaan-pasar-di-kota-Denpasar-Bali.

(Belajar Pengelolaan Pasar di Kota Denpasar Bali)
Surabaya, Bhirawa.
KOTA Denpasar yang berada di pulau Bali memiliki luas 12.778 km atau 22,1% dari luas pulau Bali 57.800 km. Kota Denpasar yang di bagian utara berbatasan dengan kabupaten Badung dan Gianyar, di selatan juga berbatasan dengan kabupaten badung, batas timur dengan Selat Badung dan batas baratnya juga dengan kabupaten Badung.
Kota ini terdiri dari 4 kecamatan yang terdiri dari 43 desa (27 desa, 16 kelurahan), 35 desa pakraman, 360 banjar adat dan 41 subak. Kota Denpasar jumlah penduduknya sekitar 846.000 jiwa, dengan laju pertumbuhan ekonominya 4% per tahun.
Itulah sekilas tentang kota Denpasar, meskipun tak sebesar dan sepadat kota Surabaya, rupanya kota Denpasar pernah belajar dan menjadi murid kota Surabaya dalam pengelolaan pasar tradisional.
Sekitar 50 orang wartawan dari media cetak, elektronik, dan online, bersama pejabat Pemerintah kota (Pemkot) Surabaya kembali belajar dari sang murid, yaitu Pemerintah kota (Pemkot) Denpasar yang berhasil dalam pengelolaan pasar tradisionalnya.
Kepala Bagian Humas dan Protokol Pemkot Denpasar, Ida Bagus Raholea ketika menerima rombongan wartawan dan pejabat Pemkot Surabaya merasa sangat senang sekali karena bisa saling tukar pengalaman dalam pengelolaan pasar tradisional.
“Saya justru menanyakan pada rombongan wartawan yang datang ke Denpasar. Apakah kedatangan teman-teman wartawan ini mau mengecek terkait pengelolaan pasar tradisional yang ada disini,” kata Raholea, Jumat (10/2) pekan lalu.
Kepada wartawan Raholea menjelaskan, pasar tradisional merupakan pasar yang menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi di kota Denpasar. Kota Denpasar mempunyai pasar tradisional yang berada dibawah PD Pasar, Pemkot Denpasar mengelola sekitar 16 pasar tradisional dan 37 pasar desa.
”Pemkot Denpasar sebenarnya belajar tentang pasar di Surabaya 3-4 tahun lalu. Kami adopsi semua dari sana. Kami ini muridnya Bu Tri Rismaharini,” ujarnya.
Raholea mengakui bahwa penataan pasar tradisional sebenarnya sama dengan Surabaya. Namun Pemkot Denpasar mempunyai kebijakan untuk menjadikan pasar sebagai bagian dari obyek wisata yang ada di Bali.
”Pasar Kami tidak lepas dari unsur budaya, seperti pasar Agung menjadi pasar terbaik di Bali dan menjadi percontohan,” kata Raholea.
Namun menurutnya ada beberapa point penting yang selalu diterapkan dalam penataan pasar tradisonal di Denpasar. Point penting tersebut diantaranya adalah kebersihan pasar, kenyamanan pengunjung dan fasilitas utilitas.
”Bahkan saat ini kami juga memberikan fasilitas ruang menyusui, sehingga ibu yang menyusui bayinya tak terganggu dengan aktifitas di pasar,” tambahnya.
Raholea juga mengakui bahwa pasar rakyat tidak seterusnya bersifat tradisonal. Dengan semakin majunya pariwisata di Bali, otomatis keberadaan pasar tradisonal harus berkembang.
”Kita akui pasar merupakan tempat berinteraksi antara pembeli dan penjual dan masyarakat internasional, untuk itu kita adopsi keinginan-keinginan terutama tentang kebersihannya, kesehatan dan kenyamanan. Namun yang terpenting adalah jangan sampai kehilangan budaya kita sendiri,” tegasnya.
Sementara itu Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Laksmi Saraswati mengaku, pasar tradisional yang disebutnya pasar rakyat bisa menjadi salah satu objek wisata. Ia mencontohkan seperti pasar Agung yang dijadikan pasar pencontohan nasional.
Laksmi menyampaikan, semenjak pemerintah pusat meluncurkan program revitalisasi pasar tradisional, Pemkot Denpasar mulai menata sejumlah pasar-pasar tradisional, diantaranya pasar Agung dan Pasar Sindu.
”Sebelum revitalisasi omset pasar Agung hanya Rp2 miliar, setelah selesai direvitalisasi pada tahun 2012 omsetnya naik menjadi Rp5 miliar. Sekarang omsetnya Rp14 miliar,” ungkapnya
Keberhasilan pasar Agung tersebut menurut Laksmi tidak lepas dari tetap dipertahankannya budaya dan interaksi antara penjual dan pembeli yang melakukan tawar menawar.
”Kita tetap pertahankan adanya interaksi sosial yakni adanya tawar menawar,” ungkap Laksmi. Dia melanjutkan, sistem pengelolaan yang saat ini dikembangkan pada pasar tradisional adalah dengan membentuk sekolah pasar rakyat.
”Sistem pengelolaan pasar rakyat yang masih menganut pasar tawar menawar. Hal ini sebagai penguatan jati diri masyarakat kota Denpasar,” tukasnya.
Menurut Laksmi, tahun ini program Pemkot Denpasar adalah mengembangkan family busines bagi anak-anak pedagang. Hal tersebut dilakukan Pemkot Denpasar untuk mengurangi pengangguran dengan meneruskan bisnis orang tuanya berdagang di pasar. [dre]

Tags: