Pertahankan SMA/SMK, Risma Berpotensi Langgar Konstitusi

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Upaya Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini untuk tetap mempertahankan pengelolaan pendidikan menengah SMA/SMK bisa menjadi salah satu bentuk pelanggaran konstitusi. Khususnya UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang sudah mengamanahkan peralihan wewenang pengelolaan SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi.
Pakar Hukum Tata Negara Dr Bachrul Amiq mengatakan, semua warga negara harus tunduk dan patuh terhadap UU. Termasuk pejabat pemerintah daerah, baik itu wali kota, bupati, maupun gubernur. “Yang tidak patuh dengan undang-undang, ya tentu melanggar konstitusi negara,” kata dia saat dikonfirmasi, Selasa (23/2).
Pria yang juga Rektor Unitomo ini melanjutkan, bila ingin mempertahankan pengelolaan SMA/SMK, Wali Kota Surabaya bisa menempuh jalur judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Disinggung terkait langkah Risma melobi presiden, Amiq mengakui itu sudah tepat. “Tepat jika melobi presiden untuk membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu),” ungkapnya.
Namun, dalam membuat Perppu itu tidak mudah. Amiq menyatakan, diperlukan kajian yang mendalam terlebih dahulu. Minimal kajian dari orang-orang perguruan tinggi. Dia mencontohkan, pembagian kewenangan mengelola pendidikan itu nantinya berpotensi menimbulkan kekacauan atau justru sebaliknya, meratakan kualitas pendidikan. “Dalam mengambil kebijakan, jangan hanya based on felling (berdasar perasaan) saja. Dibutuhkan based on research. Kelemahan di pengambil kebijakan itu kan selalu berdasar perasaan,” tuturnya.
Semangat otonomi daerah, lanjut dia, pada dasarnya supaya pembagian urusan antara pusat, provinsi, dan kabupaten/kota menjadi lebih baik.
Seperti diberitakan Harian Bhirawa sebelumnya, Pemkot Surabaya benar-benar tidak rela jika pengelolaan pendidikan menengah SMA/SMK diambil alih Pemprov Jatim. Berbagai upaya pun dilakukan demi mempertahankan wewenang ini. Tidak hanya melalui jalur hukum, melainkan juga lobi kepada presiden.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengakui, pihaknya telah melakukan konsultasi ke sejumlah kementerian yang terkait dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Selain itu, Risma juga telah melobi presiden agar SMA/SMK Surabaya tetap di bawah kewenangannya. “Presiden sudah menyambut baik hal ini. Intinya, kualitas pendidikan jangan sampai semakin turun,” tutur Risma usai memberikan motivasi kepada siswa kelas XII SMA komplek di halaman SMAN 2 Surabaya, Senin (22/2).
Terpisah, Pakar Hukum dari Universitas Airlangga (Unair) I Wayan Titip Sulaksana mengatakan sebelum disebut melanggar konstitusi, perlu dilihat terlebih dahulu apakah UU No 23 Tahun 2014 itu telah memiliki Peraturan Pemerintah (PP) atau belum. Bila belum, UU itu belum bisa dilakukan. “PP itu seperti petunjuk operasional melaksanakan UU,” katanya.
Dia menyarankan, Wali Kota Surabaya melakukan judicial review ke MK. “Alangkah cantiknya kalau wali kota sebagai representasi warga Surabaya melakukan judicial review,” jelasnya.
Uji materi hanya terhadap pasal pemindahan kewenangan mengelola SMA/SMK. Kalau itu bisa dikabulkan MK, maka pemindahan kewenangan dari kabupaten/kota ke tangan provinsi bisa dibatalkan.
Terpisah, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo justru menanggapi santai langkah Wali Kota Surabaya yang baru dilantiknya itu. Bila langkah itu dianggap baik, Soekarwo mempersilakan Risma melakukan haknya melobi presiden. “Bu Risma punya hak. Silakan mengajukan ke MK. Kalau memang presiden merubah UU ya kita akan ikuti UU tersebut,” kata Soekarwo saat ditemui di Gedung Balai Prajurit Kodam V Brawijaya kemarin.
Sebelum UU itu berlaku memang ada kemungkinan untuk bisa berubah. Akan tetapi, UU tersebut sudah berlaku, maka seharusnya sudah tidak ada lagi penolakan dari pemerintah daerah. Apalagi, kewenangan ini sama-sama  dikelola oleh pemerintah. Bedanya dahulu dikelola pemerintah pusat dan kota/kabupaten, kini pengelolaan dilakukan pemerintah provinsi. “Apa yang dibingungkan. Sama-sama dikelola pemerintah,” pungkasnya.  [tam]

Tags: