Pertamina: Stok BBM Cukup, Masyarakat Tak Usah Risau

Menjelang kenaikan BBM bersubsidi, konsumsi premium bersubsidi  di  hampir semua SPBU terus melonjak dalam beberapa hari terakhir.

Menjelang kenaikan BBM bersubsidi, konsumsi premium bersubsidi di hampir semua SPBU terus melonjak dalam beberapa hari terakhir.

Jakarta, Bhirawa
Jelang kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang akan terjadi dalam waktu dekat, Pertamina memastikan stok BBM tetap aman. Untuk, itu Pertamina mengimbau agar masyarakat tidak perlu khawatir atau panik yang berakibat pada melonjaknya konsumsi BBM.
“Kesiapan Pertamina terkait kesediaan stok BBM nasional hingga akhir tahun cukup, baik premium dan solar,” kata Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya Yuktyanta di Gedung Pertamina di Jakarta, Rabu (5/11).
Hal tersebut juga dibenarkan oleh Menteri ESDM Sudirman Said. Ia menjamin, Pertamina siap memastikan stok BBM tercukupi hingga akhir tahun. “Saya simpulkan masyarakat tidak perlu risau, semua aman. Sistem Pertamina sangat baik dan ditangani oleh orang-orang yang profesional,” kata dia.
Sebelumnya, Hanung mengungkapkan dalam dua minggu terakhir isu kenaikan BBM kian berhembus kencang. Hal ini berakibat pada konsumsi premium per hari rata-rata naik 12 persen, dari 81 ribu kilo liter rata-rata per hari menjadi 90 ribu kilo liter rata-rata per hari.
“Masyarakat akhir-akhir ini membeli BBM secara berlebihan, misalnya dari yang biasanya 10 liter menjadi full tank. Saya kira ini tak perlu dilakukan, karena persediaan masih cukup,” kata Hanung.
Hanung mengatakan, Pertamina melakukan pengawasan di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) terkait penjualan BBM. Perusahaan pelat merah ini juga menggandeng aparat penegak hukum untuk mengawasi penjualan BBM bersubsidi yang tidak wajar. “SPBU yang melayani penjualan yang tidak wajar akan diberi sanksi,” kata dia.
Hanung mengatakan, kuota BBM bersubsidi dipastikan jebol, meskipun ada kenaikan harga BBM bersubsidi akan dilakukan bulan ini. Pertamina memperkirakan, kuota BBM bersubsidi akan membengkak 1,9 juta kilo liter kalau harga BBM bersubsidi tidak dinaikkan. Kalau harga BBM bersubsidi jadi dinaikkan, konsumsi BBM bersubsidi bisa ditekan, tapi tetap jebol 1,6 juta kilo liter.
Selain itu, Hanung mengatakan, disparitas harga BBM bersubsidi dengan BBM non subsidi sedikit, pola konsumsi masyarakat bisa berubah. “(Kalau bedanya) seribu perak antara premium dan pertamax, (konsumsinya) yang bergeser banyak,” kata dia.
PT Blue Bird Tbk (BIRD) mulai menghitung rencana kenaikan tarif taksinya. Ini merupakan respon atas adanya kepastian dari pemerintah untuk menaikan harga bahan BBM bersubsidi.
“Kenaikan tarif sangat dimungkinkan,” tandas Direktur BIRD Andre Djokosoetono seusai kegiatan pencatatan perdana (listing) saham BIRD, Rabu (5/11).
Dia belum bisa memberikan angka pasti atas kenaikan tarif baru yang akan dikenakan. Tapi, Andre memberikan gambaran, tahun lalu manajemen sempat menaikan tarif taksinya sebesar 22 persen. Kebijakan tersebut dibuat setelah harga BBM subsidi dinaikkan oleh pemerintah, dari yang semula Rp 4.500 per liter dinaikkan sekitar 40 persen menjadi Rp 6.500 per liter.
Jadi, jika mengesampingkan asumsi lainnya, BIRD akan menaikan tarif di atas 22 persen jika harga BBM subsidi kali ini dinaikkan 46 persen atau sekitar Rp 3.000 per liter menjadi Rp 9.500 per liter.  Andre menambahkan, pengajuan kenaikan tarif tersebut saat akan diajukan dan dibahas melalui mekanisme Organisasi Angkutan Daerah (Organda). Jadi, sekarang manajemen BIRD tinggal menunggu kapan dan berapa harga BBM subsidi dinaikkan.

Tolak Kenaikan BBM
Rencana pemerintah Jokowi-JK menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)  bersubsidi dalam waktu dekat direspon pengusaha angkot di Surabaya. Mereka menolak kenaikan harga BBM, karena efek domino kenaikan itu akan menjadi beban berat. Mereka terancam gulung tikar.
Suwanto, Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Angkot di Joyoboyo mengungkapkan kenaikan BBM bisa berdampak sangat besar. Yakni berhentinya operasional angkutan kota di Surabaya, karena ketidakmampuan mengoperasikan armada yang dimiliki.
“Perawatan angkot memerlukan anggaran yang besar. Supaya tidak mogok di tengah jalan saja sudah butuh  biaya sekitar Rp 1 juta per bulannya. Itu di luar biaya untuk   membayar sopir yang menjalankan mobil. Belum lagi biaya untuk pembelian suku cadang yang tak bisa dikanibal,” terangnya, Rabu (5/11) kemarin.
Ia menambahkan, jika Presiden Jokowi menaikan harga BBM sebesar Rp 3.000 maka otomatis tarif yang semula Rp 3.500 bisa mengalami kenaikan sampai dengan Rp 6.000 per orang. Kenaikan itu dipastikan akan membuat angkot di Surabaya sepi penumpang karena masyarakat terbebani dengan tarif baru.
“Kalau penumpang sepi, makin banyak angkot yang dikandangkan. Karena dari nilai ekonominya sudah tidak memberikan keuntungan bagi pemilik,” tegas pria pemilik 5 unit angkot jurusan Joyoboyo-Tandes.
Saat ini bisnis angkot di Surabaya sudah tidak seperti dulu. Semakin tahun jumlah penumpang terus  menurun. Bahkan cenderung mengalami kerugian, yang disebabkan naiknya harga komponen kendaraan, gaji sopir, dan biaya perawatan. ” Jumlah motor yang semakin banyak telah mengurangi penumpang, karena masyarakat lebih memilih praktisnya. Selain itu, untuk mengganti armada baru sudah tidak mungkin karena harga mobil baru juga mahal,” tegasnya.
Wiyono Pontjoharyo yang juga dosen ekonomi di Ubaya mengungkapkan secara langsung kenaikan BBM sangat membebani masyarakat. Terutama mereka yang bergerak dalam sarana transportasi dan industri padat karya. Karena dua bidang usaha itu bisa terhenti atau akan menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja.
“Pemilik angkutan bisa menghentikan operasi, karena pendapatan yang didapat sudah tidak dapat menutup kebutuhannya sendiri, apalagi harus menghidup operasional kendaraan dan membayar sopirnya,” tuturnya. [wil]

Tags: