Perundingan UMK Surabaya 2016 Masih Alot

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Perundingan mengenai Upah Minimum Kota (UMK) Surabaya 2016 yang digelar Dewan Pengupahan setempat masih alot atau masih terjadi perbedaan pendapat antara perwakilan pengusaha dengan buruh.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya Dwi Purnowo, di Surabaya, Rabu, mengatakan pihaknya telah melakukan survei KHL (kebutuhan hidup layak) di beberapa pasar tradisional di antaranya Pasar Wonokromo, Pasar Soponyono dan Pasar Balongsari.
“Setelah selesai survei KHL, kami sekarang melakukan rapat dengan memanggil sejumlah pihak seperti PDAM dan PLN. Hal ini perlu untuk mengetahui tarif PDAM dan PLN yang diperuntukan bagi masyarakat seperti kaum buruh,” ujarnya.
Ia mengharapkan setelah tuntas rapat hasil survei KHL, akan diputuskan berapa besaran nilai UMK 2016. Namun dirinya belum berani mengatakan berapa besaran UMK 2016 tersebut. Sebab, terlalu riskan disebutkan selama belum ada keputusan rapat.
“Ini masalah sensitif sehingga saya tak berani mengatakan besaran UMK yang akan diputuskan nanti. Sebab, harus menunggu keputusan rapat dewan pengupahan. Apakah ada kenaikan yang besar atau tidak, saya belum berani mengatakan jadi harus sabar dulu,” katanya.
Disinggung kapan diputuskan besaran UMK 2016 Kota Surabaya, Dwi mengatakan ditargetkan akhir Oktober ini selesai.
Ia mengatakan rapat penentuan ini paling banyak menguras energi karena kerap kali terjadi perbedaan mendasar antara untuk buruh dan pengusaha. “Kami hanya bisa berharap bisa tuntas akhir bulan ini. Setelah itu akan kami serahkan ke walikota untuk diputuskan besarannya. Baru kemudian akan diserahkan ke Gubernur untuk ditetapkan,” katanya.
Sementara itu, buruh yang berada di kawasan industri atau ring I Jatim (Kota Surabaya, Kabupaten Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, dan Mojokerto) menuntut kenaikan UMK 2016 sebanyak 22 persen. Artinya UMK tahun 2016 naik menjadi Rp3,2 juta yang sebelumnya Rp2,7 juta.
Sekretaris Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jatim Djazuli menilai tuntutan kenaikan UMK sebesar itu sudah cukup wajar. Mengingat harga kebutuhan sehari-hari terus meningkat dan juga disesuaikan adanya inflansi.
“Kenaikan sebesar 20 hingga 22 persen itu masuk akal karena disesuaikan dengan kondisi yang sekarang ini. Para pengusaha harus memahami tuntutan buruh,” katanya.
Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Jawa Timur, Isdarmawan Asrikan, mengatakan, kenaikan UMK 2016 sebesar 22 persen adalah tidak realistis. Sebab, akan memberatkan pengusaha.
“Kondisi dunia usaha saat ini cukup berat. Pengusaha dan pekerja harus satu visi guna menjaga keberlangsungan kegiatan industri, agar pabrik tetap bisa beroperasi guna menyediakan lapangan kerja dan pendapatan pasti kepada pekerja,” kata Isdarmawan. [Geh,ant]

Tags: