Perusahaan Sepakati Komitmen Kenaikan Harga Garam

Janji Realisasikan Serapan Garam Rakyat Sesuai Target
Pemprov, Bhirawa
Para petani garam di Jatim kembali mengadukan nasibnya terkait rendahnya harga garam di tengah masa panen raya. Kali ini, ratusan petani yang tergabung dalam Forum Petani Garam Madura (FPGM) menggelar aksi di depan kantor Gubernur Jatim Jalan Pahlawan 110 Surabaya.
Dalam aksinya, mereka menuntut realisasi pembelian garam rakyat oleh perusahaan pengolah garam tanpa pembatasan pengiriman dengan harga yang layak. Mereka juga menuntut penghapusan kuota impor garam tahun 2019 sepanjang penyerapan garam rakyat belum optimal dan stoknya menumpuk.
Terakhir, masa aksi juga mengungkapkan kekecewaannya atas pernyataan presiden tentang garam Madura yang lebih jelek dari garam NTT. Dari tiga tuntutan tersebut, dialog yang dilakukan antara FPGM, Pemprov Jatim dan pengusaha melahirkan dua poin utama. Pertama terkait komitmen kenaikan harga dan komitmen serapan garam rakyat sesuai target dalam MoU dengan Kementerian Perindustrian RI.
Ketua FPGM Mohammad Yanto menegaskan, adanya permainan pengusaha nakal membuat penjualan garam menjadi kacau. Sebab, terdapat indikasi markup serapan garam rakyat yang dilakukan oleh pengusaha terhadap petani lokal. Yanto secara terang-terangan menunjuk salah satu perusahaan yang nakal seperti PT Susanti Megah. Yanto menuding, PT Susanti telah melakukan markup serapan garam rakyat. Misalnya untuk pengiriman 1.500 ton dicatat menjadi 12 ribu ton.
“MoU-nya 190 ribu dan berani mengatakan kalau realisasinya 215 ribu. Tapi itu bohong karena ada permainan bukti serapan garam dari 1.500 menjadi 12 ribu,” tutur Yanto, Rabu (4/9).
Yanto mengaku siap membuktikan hal itu ke pihak kepolisian. Untuk diketahui, PT Susanti Megah merupakan pabrik pengolahan garam yang memproduksi sejumlah produk garam seperti garam Cap Kapal, Jempol, Garami, Na-Cl, Dolpin dan Garam Indomaret.
Selain pengusaha nakal, Yanto juga mengeluhkan anjlonya harga garam hingga Rp 700 per kilo gram. Harga tersebut dinilai tidak cukup untuk menghidupi petani secara layak. Anjloknya harga garam tersebut, semakin menguatkan dugaannya terhadap garam impor yang merembes ke pasaran.
Sementara itu, Wagub Jatim Emil Elestianto Dardak mengungkapkan, dalam dialog antara Pemprov Jatim, perusahaan penyerap garam dan petani diperoleh sejumlah pemahaman bersama, bahwa terkait harga garam diperlukan peran pemerintah pusat. Dan saat ini, pemerintah pusat telah berproses dengan menggodok peraturan tersebut. Namun, dalam situasi saat ini perusahaan telah menegaskan komitmennya untuk membeli garam sesuai tonase yang disepakati dalam MoU oleh masing-masing perusahaan.
Selanjutnya, tutur Emil, perusahaan menyerap garam rakyat dengan harga yang lebih tinggi. Namun, harga ini tidak akan permanen dan efektif tanpa ada payung hukum dari pemerintah pusat. Berapa kenaikan harganya? Emil tidak bisa memastikan besarannya. Sebab, Pemprov tidak memiliki kewenangan untuk menentukan harga bahan pokok. Karena itu, jangan sampai penetapan ini justru menjadi price fixing karena tidak berada dalam wilayah kewenangannya.
“Persisnya kenaikan itu kita juga terikat pada peraturan. Kalau bukan otoritas yang berwenang dan dilakukan dengan perusahaan itu terjadi price fixing dan secara aturan itu tidak diperbolehkan,” tutur Emil. Yang jelas, lanjut Emil, ada kenaikan dari harga sekarang. “Jadi perusahaan tidak bisa, oke kita serap tapi harga turun. Jadi diserap sesuai komitmen dan harga naik,” tandasnya.
Terkait komitmen ini, Emil berharap berharap dukungan seluruh masyarakat Jatim untuk mengawal. Khususnya terkait kebocoran garam yang seharusnya tidak dijual untuk konsumsi masyarakat. Jika ada perusahaan yang nakal, ada Polda yang kepastian terkait sanksinya.
Emil menegaskan, dengan adanya MoU perusahaan untuk menyerap garam petani sesungguhnya komitmen tersebut sudah selesai. Namun, ada kekhawatiran terkait tren harga yang anjlok dan serapan yang ditahan. Tahun ini, target serapan garam rakyat di perusahaan mencapai 800 ribu ton hingga 2020. “Memang ada semacam kordinasi yang intens lintas OPD dan Biro di Setdaprov. Pengawasan sisi suplai dari dinas perikanan, ada yang mengawasi distribusi dari disperindag,” pungkas dia. [tam]

Tags: