Pesan Kebaikan 3M Lewat Foto dan Pojok Batik dari ABK

Surabaya, Bhirawa
Sebanyak 22 karya anak-anak disabilitas ditampilkan dalam Pameran Foto dan shibori di Pojok Batik “Cerita di Balik Lensa” yang diselenggarakan Unicef dan Akatara Jurnalis Sahabat Anak (JSA) bersama Disabilitas Berkarya di Waroeng Joglo Merah Putih, Surabaya, Sabtu (4/12/2021).

Pameran diselenggarakan dalam rangka peringatan Hari Disabilitas Internasional yang diperingati setiap tanggal 3 Desember 2021. Kelima fotografer yaitu Pina, Kiking, Mukidi, Omay dan Jacky menampilkan kebiasan di era kenormalan baru di mana kita sekarang wajib untuk memakasi masker, mencuci tangan hingga menjaga jarak. Kelima anak yang tinggal di Liponsos Kalijudan ini mengabadikan peristiwa di sekitar mereka.

CFO Unicef Surabaya, Ermi Ndoen menuturkan, menjadi Penyandang Disabilitas tidak berarti membuat seseorang berhenti berkarya. “Hari ini melalui cerita di balik lensa, Pina, Kiking, Mukid, Omay, Jacky, membuktikan hal itu. Kita semua bisa merasakan apa yang mereka rasakan di masa pandemi,” kata Ermi.

Ia melanjutkan, melalui karya foto yang dihasilkan kelimam fotografer ini kita bisa melihat kekhawatiran dan ada juga optimisme yang terus dibangun selama masa pandemi COVID-19. “Mari bersama kita selalu berikan ruang untuk anak-anak disabilitas mereka dengan mendengarkan mereka agar mereka bisa selalu berkarya,” tutur Ermi.

Karya anak-anak disabilitas ini diharapkan bisa menjadi pemantik bagi masyarakat dalam menjalani era kebiasaan baru. “Setiap anak memiliki karya luar biasa. Mereka menunjukkan bahwa dengan keterbatasannya mereka bisa menampilkan foto-foto luar biasa,” ucapnya.

Menjaga hak-hak anak disabilitas ini membutuhkan kerja bareng. Tidak bisa hanya dilakukan oleh satu dua pihak saja. “Kolaborasi menjadi kunci,” ujarnya.

Sementara Pembina Disabilitas Berkarya, Leo Gemati mengatakan kelima fotografer spesial ini sudah mengenal fotografi sejak tahun 2016. Dimulai dengan coba-coba memotret menggunakan kamera ponsel, ternyata mereka menunjukkan bakat dan kemampuan di bidang fotografi. Dari sana para pembina melihat bahwa anak-anak ini memiliki kemampuan.

Saat ini, selain kamera ponsel, Pina, Kiking, Mukidi, Omay dan Jacky juga menggunakan kamera pocket, DSLR serta mirrorless. Mengajari anak-anak ini mengoperasikan kamera diakui Leo bukan perkara mudah. Komunikasi tentu menjadi kendala. Apalagi empat dari lima orang anak ini menderita tuna rungu dan wicara. “Mereka nggak bisa mengerti omongan saya. Sedangkan saya tidak bisa bahasa isyarat. Jadi ya agak susah. Tapi akhirnya kami bisa saling paham,” kata Leo.

Hasil karya seni fotografi anak-anak ini sudah mendapat pengakuan. Saat workshop Fotografi yang diadakan Unicef tahun 2019 silam, fotografer asal Italia, Giacomo Pirrozi memberikan apresiasi pada karya Kiking dan Mukidi dan menganugerahi mereka gelar the best team. Bahkan karya Kiking yang memotret seorang pedagang di Pasar Keputran terpilih untuk dipamerkan di Gedung Gurzenich, Jerman. [geh]

Tags: