Peserta Disabilitas Perlukan Pendamping Khusus Ujian

Wakil Walikota Batu, Ir H Punjul Santoso saat melakukan sidak terhadap pelaksanaan UNKP di SLBN Batu, Selasa (23/4).

Kota Batu, Bhirawa
Setiap peserta didik berhak mengikuti Ujian Nasional (UN). Tak terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang tetap harus mendapatkan fasilitas mengikuti ujian. Kendati sekolah harus mengeluarkan tenaga ekstra dengan memberikan pendamping khusus.
Seperti yang terjadi di SLBN Kota Batu. Dengan metode yang masih berbasis kertas dan pensil, ABK dengan jenis ketunaan tertentu harus mendapatkan pendampingan khusus. “Kalau peserta UN yang menyandang autis ini harus kita sediakan satu pengawas untuk satu siswa. Kalau di ruang ini ada 2 anak autis yang ikut UNKP maka kita juga sediakan 2 orang pengawas,”ujar Kepala SLBN Batu, Siti Muawanah Maryam, Selasa (23/4).
Ia menjelaskan, UNKP di SLBN Batu kali ini diikuti oleh 10 peserta. Mereka terdiri dari satu peserta jenjang SMA, 7 peserta jenjang SMP, dan 2 peserta jenjang SD. Kemudian mereka dibagi berdasarkan jenis ketunaan. Di ruang 01 untuk tuna rungu diisi 2 orang, ruang 02 untuk tuna grahita diisi 3 orang, ruang 03 untuk autis diisi 2 orang, serta 04 yang diisi 2 anak yang masing-masing menyandang tuna grahita dan tuna daksa sedang. “Pelaksanaan ujian tak ada kendala. Hanya saja penjagaan untuk anak autis harus dilakukan ekstra. Mengingat mereka tidak bisa lama berada di dalam kelas,” jelas Muawanah.
Karena itu, saat Wakil Walikota Batu, Punjul Santoso melakukan inspeksi mendadak (sidak) di SLBN Batu, sering terdengar suara teriakan dari peserta UNKP autis. Mereka berteriak ketika merasa bosan berada dalam kelas. Namun, Punjul Santoso memberikan apresiasi kepada perjuangan para pendidik di SLBN dan para wali murid sehingga para anak dengan keterbatasan ini akhirnya bisa mengikuti UNKP.
“Saya apresiasi keinginan anak-anak yang luar biasa ini untuk ikut Ujian Nasional. Dan ke depan agar kebutuhan dan sarana pra sarana untuk mobilitas SLBN ini terpenuhi, kami (Pemkot Batu-red) akan segera melakukan kordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Jatim),”ujar Punjul. Karena saat ini pengelolaan SLBN Kota Batu ini sudah diambil alih oleh Pemprov.
Selain mendatangi SLBN, kemarin Wakil Walikota juga mendatangi beberapa SMP yang menyelenggarakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Salah satunya adalah SMPN 1 Batu yang berlokasi di Jl.Agus Salim.
Diketahui, untuk UNBK tingkat SMP di Kota Batu diikuti sebanyak 3.281 siswa-siswi dari 31 SMP Negeri dan swasta. Dan saat mendatangi SMPN 1 Batu, Wakil Walikota berkesempatan memberikan motivasi kepada siswa-siswi sebelum pelaksanaan ujian. Bahkan para siswa-siswi sebelum masuk ruang ujian mereka juga meneriakkan yel-yel. “Selalu Yes Yes! Tak Pernah No No!” Teriak para siswa secara bebarengan sebelum mengikuti ujian.
Hal serupa juga tampak dalam pelaksanaan UNBK di SMP 2 Muhammadiyah Kota Kediri. Dari 162 peserta ujian, tiga diantaranya termasuk ABK. Dua penderita autis, satu lainnya menderita penyakit katarak.
“Ujian berjalan lancar. Tidak ada kendala yang berarti, termasuk anak yang berkebutuhan khusus. Mereka didampingi oleh guru pengawas. Apabila ada kesulitan bisa langsung diantisipasi,” kata Ketua Dewan Pendidikan Kota Kediri, Heri Nurdianto.
Dewan Pendidikan melihat pelaksanaan UNBK hari kedua di SMK Muhammadiyah 2 Kediri berjalan lancar. Meskipun sekolah inklusi, tetapi tidak ada perbedaan antara siswa normal dengan ABK. Termasuk, standarisasi soal dan nilai ujian.
Terpisah, Kepala SMP Muhammadiyah, Drs. Ludijhantono menegaskan, tidak ada perbedaan perlakuan antara ABK dan siswa normal dalam pelaksanaan UNBK di sekolahnya. Hanya saja, siswa ABK mendapatkan pendampingan dari guru pengawas dalam menghidupkan komputer sebagai perangkat kerja UNBK.
“Tiga peserta berkebutuhan khusus setiap hari masuk sesuai jadwal UBK. Tidak ada perbedaan. Sejak berangkat diantar orang tua, sampai masuk ke ruangan, kita dampingi. Insya Allah kita bekali untuk ikut ujian. Dan materi soal standarnya sama,” jelas Kepala Sekolah.
Lebih lanjut, guru pengawas mendampingi ABK hanya untuk membukakan laptop. Setelah alat kerja tersebut siap, masing-masing mengerjakan soal ujian dengan mandiri.
Menurutnya dari tiga peserta ABK, satu diantaranya mengalami gangguan penglihatan secara gentik. Dia harus memakai kaca pembesar dan mendekat pada layar monetor.
“Kesehariannya juga begitu. Sebelum ulangan, biasanya dibantu oleh temannya di kelas. Sementara kedua anak yang mengalami autis, kita ada pendampingan dari guru BK. Semua berjalan lancar,” tegasnya. [nas.van]

Tags: