Petaka Petasan di Bulan Ramadan

Oleh:
Diah Inarotul Ulya
Penerima Beasiswa Tahfidz Monash Institute Semarang dan Mahasiswa Tafsir Hadits  UIN Walisongo Semarang

Bulan Ramadan merupakan bulan yang penuh berkah. Bulan yang penuh kekhusyukan dalam beribadah. Masjid-masjid ramai dengan jamaah salat tarawih dan suara tadarus Alquran yang saling sahut-menyahut. Suasana tersebut semakin menambah religius dan semaraknya bulan Ramadan. Namun, bukan hal yang baru lagi bagi masyarakat, bila datangnya Bulan Ramadan identik dengan adanya kembang api mau pun petasan.
Seakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan, hal itu sudah sangat membudidaya di kalangan masyarakat kita. Sulit rasanya ketika harus meninggalkan tradisi petasan di negeri ini, karena memang sudah terlanjur mengakar dalam tradisi dan ibarat sudah menjadi bumbu-bumbu di Bulan Ramadan dan harus ada setiap tahunnya. Nah, yang menjadi pertanyaan adalah apakah petasan itu dianggap sebagai sebuah masalah atau dianggap sebagai hal yang biasa saja? Dan sebenarnya dari manakah asal  petasan itu?
Kalau kita menelisik dari sejarah, petasan bukanlah tradisi asli dari Bangsa Indonesia. Akan tetapi, petasan adalah sebuah tradisi yang berasal dari negeri yang terkenal dengan sebutan Negeri Tirai Bambu, alias negeri Tiongkok. Sekitar abad ke-9, seorang koki di Tiongkok tidak sengaja mencampur tiga bahan bubuk hitam (black powder), yakni kalium nitrat, belerang, dan arang dari kayu.
Ternyata dari ketiga barang tersebut bila dicampurkan akan mudah terbakar, apabila ketiga bahan tersebut dimasukkan ke dalam sepotong bambu yang sumbunya dibakar, maka akan meletus dan mengeluarkan suara ledakan yang keras dan dipercaya dapat mengusir roh jahat. Selain itu, dulunya petasan juga digunakan ketika perayaan pernikahan, kemenangan perang, peristiwa gerhana bulan dan upacara-upacara keagamaan lainnya.
Itulah sedikit gambaran sejarah tentang asal usul petasan beserta kegunaannya. Akan tetapi di zaman sekarang ini, masyarakat Indonesia sudah salah kaprah dalam menggunakannya. Mereka menggunakan petasan untuk hiburan semata pada saat Bulan Ramadan datang dan ketika menyambut perayaan malam Lebaran. Suara keras yang keluar khas dari petasan serta warna-warni yang dihasilkan petasan di langit terdengar bersahut-menyahut dan berkilauan di langit.
Lalu bagaimana kah mengenai hukum membunyikan petasan? Fatwa MUI memutuskan bahwa hukum membunyikan dan membakar petasan di bulan Ramadan mau pun di perayaan malam Lebaran adalah haram, begitu pun dengan memperjualbelikannya. Mengingat Fatwa MUI No 31 Tahun 2000, dan penyempurnaan Fatwa pada 24 Ramadan 1395/30 september 1975, tentang hukum membunyikan petasan.
Memang ada anjuran nabi mengenai perasaan bahagia dan semangat ketika menyambut datangnya bulan Ramadan. Nah, salah satu cirinya adalah dengan membunyikan petasan, namun ada cara lain yang bisa digunakan untuk menyambut bulan suci ini, tidak melulu harus membunyikan petasan. Tentunya, banyak sekali madharat yang dihasilkan petasan ini ketimbang manfaat yang dihasilkannya.
Bagi sebagian kalangan petasan pastilah ada manfaatnya, misalkan sebagai sebuah hiburan, penghilang rasa stres, dan sebagai ladang penghasilan bagi orang yang masih memanfaatkan petasan di Bulan Ramadan, karena dengan datangnya bulan ini, mereka bisa menjual petasan dengan laris.
Namun, di balik semua manfaat petasan tersebut ada sisi negatif atau madharat yang ditimbulkan oleh petasan. Di antaranya adalah pertama, tradisi membakar dan membunyikan petasan adalah bersumber dari kepercayaan orang non Islam yang bertujuan untuk mengusir roh jahat yang mengganggu mereka. Padahal di Islam telah melarang kita untuk percaya akan hal kepada selain Allah, sesuai dengan firman Allah dalam kalamnya yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah stan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan keji dan mungkar.” (QS An-Nur (24): 21)
Kedua, selain itu, membakar dan membunyikan petasan adalah salah satu perbuatan mubadzir atau tidak ada manfaatnya bagi diri sendiri mau pun orang lain yang dilarang dalam Islam. Hal ini dijelaskan dalam kalam Allah yang berbunyi: “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan. Dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS Al-Isra'(17): 27).
Ketiga, jika tidak berhati-hati dalam membunyikan atau membakar petasan pasti akan merugikan banyak orang dan  akan terjadi banyak korban. Melihat dari berbagai kasus yang telah terjadi di Indonesia, hampir setiap tahun ada orang yang meninggal diakibatkan petasan, di samping itu, banyak sekali kasus rumah terbakar akibat petasan ini karena membunyikan petasan dekat dengan kompleks perumahan dan dekat dengan arus listrik.
Oleh karena itu, melihat dari banyaknya sisi positif atau madharat dan sedikitnya manfaat yang ditimbulkan petasan, maka perlu adanya kesadaran dari setiap individu bahwa bermain petasan hanya merupakan kesenangan sesaat dan minim manfaat bagi diri sendiri maupun bagi orang lain.
Sangat keliru jika beranggapan bahwa membunyikan petasan di Bulan Ramadan merupakan tradisi, ini terjadi karena kebiasaan yang turun temurun dari generasi ke generasi. Peran orangtua sangat diperlukan dalam hal ini, karena seringkali anak-anaklah yang menjadi korban kesenangan dari memainkan petasan dan perlu pengawasan yang ekstra. Jangan sampai keberkahan bulan suci Ramadan ini diciderai oleh adanya petasan, dan juga harus ada kesadaran dari setiap individu bahwa petasan itu hanya menghasilkan kesenangan sesaat. *

Rate this article!
Tags: