Petani Batu Tak Takut Subsidi Pupuk Dicabut

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Kota Batu, Bhirawa
Rencana pemerintah mencabut subsidi pupuk ternyata ditanggapi dingin petani di Kota Batu. Pasalnya, selama ini mereka lebih banyak menggunakan pupuk non subsidi. Selain itu, mereka juga sudah mulai membiasakan diri menggunakan pupuk organik.
Kepala Dinas Kehutanan dan Pertanian, Sugeng Pramono menjelaskan, langkah Pemkot Batu menggalakkan pertanian organik bertujuan untuk mengurangi ketergantungan atas pupuk kimia. Selain itu juga untuk menjaga kesuburan tanah dan menghasilkan kualitas produk pertanian yang sehat untuk dikonsumsi manusia.
“Banyak tanah pertanian yang kualitas kesuburannya terus menurun akibat penggunaan pupuk anorganik (kimia) yang berlebihan. Sehingga bertani secara organik merupakan jawaban untuk memperbaiki dan menyelamatkan kesuburan tanah,” tegas Pramono, Rabu (28/1).
Oleh karena itu, pihaknya akan terus meningkatkan sosialisasi ke petani tentang pentingnya pertanian organik tersebut. Selain ongkos produksinya lebih murah, produk pertanian organik harganya juga sangat menjanjikan.  “Bandingkan harga beras biasa maksimal Rp 13 ribu perkilogram. Tetapi beras organik bisa mencapai diatas Rp 25 ribu perkilogramnya. Demikian juga sayuran,” tukasnya..
Sebagai daerah yang mayoritas petaninya menanam komoditas hortikultura, kebutuhan pupuk di Kota Batu memang relatif stabil dari bulan ke bulan dibanding daerah yang mayoritas mengembangkan produk tanaman pangan. Sehingga distributor, agen pupuk dan kelompok tani sudah bisa memprediksi kebutuhan pupuk setiap bulannya.
Sementara itu,  Sumaryadi salah satu petani bunga di desa Bumiaji mengaku, dirinya selama ini banyak menggunakan pupuk non subsidi, misalnya pupuk NPK memilih jenis mutiara (biru) dibanding yang bersubsidi (coklat). Sebab dia menilai NPK jenis mutiara dinilai lebih bagus dan tahan lama untuk menjaga kesuburan tanaman bunganya.
Tak hanya itu, dia juga lebih banyak menggunakan pupuk kandang untuk menjaga kesuburan tanahnya dibanding pupuk anorganik. “Kalau memakai pupuk kandang, memang tahap pertama agak lama tumbuhnya. Tetapi kesuburan tanahnya lebih terjamin, sehingga pertumbuhan tanaman bunga juga terus bagus dan subur. Kalau pakai NPK harus sering dikasih pupuk dan tanah pun agak mengeras,” ungkap Maryadi.

PKG Ungkap Kelangkaan
PT Petrokimia Gresik (PKG), selaku perusahaan yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menyiapkan pupuk bersubsidi ‘buka mulut’ penyebab pupuk langka. Yusuf Wibisono, Manager Humas PT PKG, mengungkapkan penyebab kelangkaan pupuk dikalangan petani pada musim tanam terdapat beberapa faktor. Sementara, tanggungjawab produsen (PT PKG.red) hanya menyiapkan pupuk sebagaimana permintaan dari pemerintah, sesuai dengan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) dari kelompok tani.
“Apakah petani tersebut sudah masuk dalam kelompok tani, itu yang harus difahami dulu, karena yang mendapatkan subsidi dari pemerintah adalah petani yang teragbung dalam kelompok tani dan mereka yang mangajukan RDKK,” Kata Yusuf Wibisono.
Lebih lanjut diterangkan, selaian banyak petani yang tidak masuk dalam RDKK, juga karena banyak lahan yang tidak terdata dalam RDKK turut menggunakan pupuk bersubsidi. “Hal inilah yang menjadikan ada istilah pupuk langka,” ungkapnya.
Dia mencontohkan, banyak para pemakai lahan Perhutani atau pesanggem ikut menggunakan pupuk bersubsidi, padahal pesanggem tersebut tidak masuk dalam RDKK. Selain itu, banyak juga petani tambak yang juga ikut mempergunakan pupuk subsidi. “Mereka memang tidak masuk di RDKK, tetapi biasanya mereka juga memakai pupuk bersubsidi,” jelasnya.
Faktor laian penyebab kelangkaan pupuk bersubsidi juga karena pola pemupukan petani yang tidak sesuai dengan aturan takaran yang juga mempengaruhi ketersediaan pupuk tersebut. Idealnya, per hektar tanah dalam melakukan pemupukan menggunakan rumus 5:3:2, yakni 500 kg organik, 300 kg NPK, dan 200 kg urea.
“Saat ini rata-rata para petani dalam menggunakan tidak memakai aturan itu, perhektar penggunaan pupuk jauh lebih banyak dari rumus standar pemupukan, sehingga kosumsi pupuk yang berlebih ini menyebabkan kekurangan pupuk dikalangan petani,” terang Manager Humas PT PKG.
Ditempat terpisah, salah satu kios pupuk bersubsidi mengeluh dengan pelayanan distributor, selain proses administrainya yang melelahkan, juga pada saat pendistribusian pupuk ke kios juga berbelit-belit.
“Petani tidak mau tau akan hal itu semua, ketika masa musim pemupukan, barang juga harus ada, lawong mereka petani juga beli. Apalagi proses administrasi ruwet, sementara distribusi mbulet,” Kata H. Nurul Fuad salah satu pemilik kios di wilayah Kecamatan Merakurak Tuban (28/1). [sup,hud]

Tags: