Petani Demo Tolak Impor Beras

Sejumlah petani Desa Temu, Kecamatan Kanor menolak impor beras yang akan dilakukan pemerintah pusat menyusul panen raya padi yang kini sedang berlangsung di daerah itu. [achmad basir]

Bojonegoro, Bhirawa
Kedatangan Menteri Pertanian (Mentan) RI Amran Sulaiman di Desa Gedungarum, Kecamatan Kanor, Bojonegoro, Senin (22/1) disambut demo oleh sejumlah petani Desa Temu, Kecamatan Kanor menolak impor beras yang akan dilakukan pemerintah pusat menyusul panen raya padi yang kini sedang berlangsung di daerah itu.
Impor beras tersebut dipastikan akan menurunkan harga gabah kering giling (GKG), sehingga petani padi di daerah itu bakal merugi.
Menurut salah satu Kelompok Tani Desa Temu Kecamatan Kanor, Kastubi, petani menolak kebijakan Pemerintah yang akan mengimpor beras untuk menekan tinggi harga beras di pasaran. Karena dengan adanya impor beras akan berakibat pada rendahnya harga jual gabah petani yang akhir Januari – Februari ini akan menikmati masa panen padinya. “Padahal belum mengimpor beras dari luar tetapi harga gabah maupun beras sudah mulai turun,” ungkap Kastubi.
Kastubi menjelaskan, harga gabah di kalangan petani mulai turun, yang semula Rp 5.700 sekarang ini sudah turun sekitar Rp 5.000 – Rp 5.100/kg. Begitu halnya dengan harga beras, yang semula Rp 9.500 sekarang menjadi Rp 9.000/kg.
“Pemerintah seharusnya tidak melihat kalangan atas saja, melainkan juga melihat kalangan petani yang semakin tercekik dengan keputusan tersebut,” keluhnya.
Selain itu, para petani merasa dipermainkan, karena dari petani sendiri beras dijual dengan harga Rp9.000, sedangkan di tingkat pedagang isu yang beredar mencapai Rp11.000 sampai Rp12.000.
“Pemerintah harus benar-benar melihat derita para petani, apalagi petani yang berada di bantaran sungai bengawan solo yang tidak setiap tahun bisa panen normal,” pungkasnya.
Selain merugikan petani, impor beras hanya akan menguntungkan pemidal besar karena mereka akan membeli gabah hasil panen petani dengan harga murah lalu ditimbunnya sebagai stock gabah, untuk digiling saat harga beras.
Sementara itu, petani Tuban juga menolak keras rencana pemerintah pusat mengimpor beras karena keberadaan beras impor akan menjatuhkan harga gabah mereka. Apalagi, pada Februari, sejumlah daerah sudah ada yang mulai panen. “Impor jelas tidak setujulah,” kata Kasto seorang petani di Desa Mandirejo, Kecamatan Merakurak, Tuban.
Lebih lanjut diterangkan, pada Februari mendatang, sejumlah daerah di Kabupaten Tuban seperti Kecamatan Rengel, Palang, dan Merakurak sudah mulai panen.
Karenanya, kebijakan impor beras, menurutnya akan menghancurkan harga gabah di tingkat petani. Yang mana sampai saat ini harga gabah kering sawah masih kisaran Rp5.700-6000/kg, padahal, petani sudah bersusah payah untuk terus meningkatkan produksi padi.
Ia juga mengakui, harga beras yang tinggi saat ini juga telah memang menyusahkan kaum buruh tani. Pasalnya, mereka hanya memperoleh penghasilan yang minim. Oleh karenya dia meminta agar pemerintah melakukan upaya lain untuk menurunkan harga beras di pasaran selian selain impor. “Pemerintah harus turunkan harga beras, tapi jangan lewat impor,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan Ketua KTNA Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban, Setyo Budi. Kebijakan impor beras saat mendekati masa panen akan membuat nasib petani menjadi terpuruk. Mestinya kebijakan yang diambil itu menaikkan harga Gabah petani, yang pada tahun 2017 sudah mendapat Surplus.
“Harusnya memanfaatkan itu, bukan malah mengimpor beras dari luar negeri hingga ratusan ribu ton, ” terang pria yang biasa di panggil Mbah But.
Pria yang juga menjadi Kepala Desa Tuwiri Etan pun mengakui, tingginya harga beras di pasaran saat ini sangat memberatkan masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. Karena itu, pemerintah harus mampu menurunkan tingginya harga beras tersebut.
Sementara itu, Pemerinth Kabupaten Tuban menyatakan tak lama lagi akan melakukan panen raya padi. Panen raya padi kali ini jumlahnya diperkirakan cukup melimpah atau surplus hingga mencapai 54 persen.
“Pada Maret mendatang diperkirakan panen raya padi dengan luas lahan 22.796 hektare. Diasumsikan produktivitasnya mencapai 6,2 ton per hektare. Sehingga, jumlah yang bisa dipanen mencapai141.473 ton,” kata Dharmadin Noor, SP, Kepala Bidang Tanaman Pangan pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tuban.
Diterangkan, secara historis, kawasan yang selalu menjadi rujukan panen padi di Tuban, yakni sepanjang Bengawan Solo, meliputi Widang, Rengel, Soko, dan Parengan. “Selain itu, ada Merakurak dan Singgahan, yang juga merupakan lumbung pangan kita. Namun, surplus yang terbesar untuk Maret mendatang itu ada di Widang, di sana ada 2 ribu hektare lebih,” ungkap Dharmadin.
Mantan Kasubid Perekonomian pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tuban ini menambahkan, bisa saja panen raya tidak semulus yang diharapkan. Sebab, kondisi cuaca yang ada saat ini menjadi kendala tersendiri bagi petani. “Tapi kita antisipasi dengan asuransi usaha tani padi (AUTP). Sehingga, jika petani alami gagal panen, mereka bisa terbantu dengan asuransi tersebut,” tuturnya.
Dharmadin juga mengimbau para petani untuk tetap bersemangat, lantaran mereka merupakan tumpuan semua elemen yang ada di negeri ini, walaupun dilihat dari sisi mata pencaharian, petani masih dipandang kurang berkelas.
“Kalau petani sudah redup asanya, kita yang susah. Petani itu jantungnya kita semua, maka kita perlu support petani, terutama pada saat mereka membutuhkan peran pemerintah,” pungkas Dharmadin. [bas,hud]

Rate this article!
Tags: