Petani di Sidoarjo Tiap Tahun Mengaku Selalu Rugi

Seorang perempuan di sawah, Desa Semambung Kec Gedangan, yang sedang membersihkan rumput, sebelum ditanami bibit padi. [alikus/bhirawa]

Sidoarjo, Bhirawa
Banyak alasan para petani di wilayah Kab Sidoarjo, tahun demi tahun, menjual lahan sawah mereka. Di antaranya, mengaku tiap tahun selalu merugi, karena ada serangan hama tikus yang tidak juga terkendali. “Hampir semua tanah sawah di desa saya ini, telah dijual petani, dan kini dikuasi oleh PT,” komentar salah seorang petani penggarap yang ada di Desa Semambung Kec Gedangan, Rabu (17/8) kemarin, saat berada di sawah.

Karena tiap tahun selalu gagal panen, akibat serangan hama tikus, sementara pajak bumi bangunan (PBB) yang harus mereka tanggung nilainya tinggi, maka mereka pun menjual tanah sawah mereka. Namun, meski sudah menjual sawahnya, mereka tetap menggarap sawah.

Tapi bukan sebagai pemilik sawah lagi, tetapi sebagai penyewa dan penggarap tanah kepada PT yang telah menguasai lahan persawahan itu. “Mereka tetap mengerjakan sawah, karena memang hanya itu keahlian mereka. Tetapi biaya yang ditanggung sedikit berkurang, karena tidak lagi harus membayar pajak yang tinggi,” katanya.

Dirinya sempat mengutarakan, lahan sawah yang ada di Desa Semambung bagian utara, nilai PBB yang harus dibayar seorang petani pertahunnya, bisa sekitar 800 ribuan lebih. Sedangkan sawah yang ada di bagian selatan, tepatnya di sekitar jalan raya Juanda itu, tidak main-main, karena bisa mencapai Rp15 juta pertahunnya. “Di wilayah sini NJOP sangat tinggi. Maka nilai pajak PBB nya juga ikut tinggi.Kalau tiap tahun gagal panen terus seperti selama ini, apa kira-kira petani akan sanggup membayar pajak sebesar itu,” katanya.

Selain harga pupuk yang dirasa kadang nilainya tinggi dan sulit dicari, di wilayah sini dan juga hampir di semua di wilayah Kab Sidoarjo, biaya untuk pekerja tani juga sudah sangat tinggi. Dikarenakan para pekerja tani kadang harus didatangkan dari luar kota. Karena dari Sidoarjo sendiri hampir sulit mendapatkannya. “Itu ada petani yang mendatangkan pekerja dari Jember. Sehari bayaran mereka itu bisa Rp400 ribuan,” katanya, sambil menunjuk sejumlah perempuan yang sedang menanam bibit padi di sawah.

Tidak jauh dari lokasi itu, ada petani di sawah yang mengaku masih sebagai petani pemilik. Namun, dirinya juga berencana akan menjual lahan sawahnya tersebut apabila ada pihak yang berminat.[kus.ca]

Tags: