Petani Didandani Layaknya Kerbau, Berharap Hasil Bumi Melimpah

Ritual Kebo-keboan digelar dalam rangka meminta hasil bumi berlimpah.

Ritual Kebo-keboan digelar dalam rangka meminta hasil bumi berlimpah.

Banyuwangi, Bhirawa
Kebo-keboan, tradisi lokal Banyuwangi kembali digelar. Sejumlah orang didandani seperti kerbau yang merupakan simbolisasi mitra petani di sawah untuk menghalau malapetaka selama musim tanam hingga panen. Dengan ritual ini, petani berharap hasil panen melimpah.
Tubuhnya berlumur jelaga hitam dengan dua tanduk menyembul di sela-sela lebatnya rambut yang terurai. Mulutnya komat kamit membaca mantra membuat seolah terik matahari siang tak mampu menembus pori-pori kulit. Sebagai arena, dipersiapkan kubangan lumpur seluas kira-kira seperempat hektare.
Polah tujuh orang petani di Desa Alasmalang, Kecamatan Singojuruh, itu mirip kerbau. Kebo-keboan, tradisi lokal dalam agenda Banyuwangi Festival kembali digelar pada Minggu (2/10). Sebagian petani didandani layaknya kerbau untuk memperingati ritual tahunan tersebut.
Festival ini menandakan budaya agraris yang kental di Banyuwangi yang dikenal sebagai salah satu lumbung padi Jawa Timur. Ritual ini bentuk tradisi permohonan kepada Tuhan agar sawah masyarakat subur dan panen berlangsung sukses. Sejumlah orang didandani seperti kerbau yang merupakan simbolisasi mitra petani di sawah untuk menghalau malapetaka selama musim tanam hingga panen.
“Kebo-keboan sejak lama telah menjadi bagian dari hidup dan kehidupan masyarakat lokal Banyuwangi. Kerbau bukan ternak pada umumnya yang dikonsumsi dagingnya. Tapi kerbau adalah mitra petani untuk menggarap sawah dan berupaya mendapatkan kemakmuran,” kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat menghadiri ritual itu.
Selain di Desa Alasmalang, Kebo-keboan juga digelar di Desa Aliyan. Ritual digelar setiap 10 Muharram sejak abad ke-18 Masehi. Alkisah, masyarakat setempat dilanda pageblug (wabah). Salah seorang sesepuh desa saat itu, Buyut Karti, berinisiatif melakukan ritual selamatan dan menganjurkan warga desa membajak sawah menggunakan kerbau. Hasilnya pageblug lenyap.
Ritual Kebo-keboan diawali kenduri desa yang digelar sehari sebelumnya. Warga bergotong royong mendirikan sejumlah gapura berbalut janur yang digantungi hasil bumi di sepanjang jalan desa sebagai perlambang kesuburan dan kesejahteraan.
Esok paginya, warga menggelar selamatan di empat penjuru desa, yang dilanjutkan ider bumi. Para petani yang didandani kerbau lalu berkeliling desa mengikuti empat penjuru mata angin. Saat berkeliling desa inilah, para ‘kerbau’ itu melakukan ritual layaknya siklus bercocok tanam, mulai dari membajak sawah, mengairi, hingga menabur benih padi.
Para petani itu diyakini kerasukan roh gaib. Mereka berjalan seperti kerbau yang sedang membajak sawah. Dengan peralatan bajak di pundak, mereka berkubang, bergumul di lumpur, dan bergulung-gulung di sepanjang jalan yang dilewati.
Atraksi ritual Kebo-keboan ini sangat menarik warga. Sejumlah warga yang datang ke lokasi untuk mendapatkan berkah dari benih padi yang sengaja ditebarkan. Seperti halnya tingkah Mbah Sapurat (56) yang saat itu berebut benih padi di Desa Aliyan yang tercecer di jalan. “Tiap tahun saya pasti ikut berebut benih padi yang ditebar di acara ini untuk saya tanam lagi di sawah. Dan Alhamdulillah, panen saya pun hasilnya juga bagus dan melimpah,” ujar Sapurat.
Tradisi Kebo-keboan sejak 2014 ini telah masuk dalam agenda Banyuwangi Festival yang merupakan agenda pariwisata daerah yang berisi beragam acara wisata. Dengan masuk Banyuwangi Festival, memaksa pemda untuk bisa menampilkan suatu atraksi budaya lokal yang berkelas. “Ini sebagai upaya agar budaya lokal terus membumi, rakyat pun bisa bangga,” kata Bupati Anas.
Festival Kebo-keboan sekaligus mendukung model pengembangan agrotourism yang memadukan pertanian dan pariwisata. [nan]

Tags: