Petani Garam Benowo meratakan bagian atas yang masih berisi air, agar nantinya garam dapat merata ketebalannya, dan untuk melakukan pekerjaan ini perlu keterampilan, Selasa (1/7) .
Surabaya, Bhirawa
Petani garam di Kecamatan Benowo Surabaya kesulitan mendapatkan BBM berjenis solar. Bahan bakar itu sangat diperlukan untuk menghidupkan mesin guna mengalirkan air asin ke tambak garam.
Kondisi ini menyebabkan mayoritas petani garam yang berada di Kecamatan Benowo kini tak beraktivitas. Sudah hampir dua tahun mereka kesulitan mendapatkan stok solar. Praktis sulitnya mendapatkan bahan bakar membuat para petani garam menghentikan mesin diselnya.
Ketua kelompok petani garam, Muhamad mengaku, hampir selama dua tahun pasokan minyak solar subsidi telah dibatasi. Petani hanya boleh membeli solar sebanyak 5 liter per hari, padahal untuk menghidupkan mesin disel memerlukan kurang lebih soalar 10 hingga 15 liter sdetiap harinya.
“Sulitnya mendapatkan bahan bakar minyak berupa solar membuat petani garam menghentikan sejumlah mesin miliknya. Otomatis imbasnya ya pada produksi garam yang mengalami penurunan,” katanya ketika ditemui Bhirawa, Selasa (1/7).
Mereka berharap kepada pemerintah untuk tidak membatasi pembelian solar bagi petani, sehingga tidak menghambat proses produksi garam yang selama ini menjadi tumpuan ekonomi sehari-hari.
Setiap petak tambak yang berkisar ukuran 45×12 meter setidaknya bisa menghasilkan sekitar 243 hingga 306 kantong garam. Per kantong garam tersebut memiliki berat 6-0 Kg.
Lain halnya petani garam di Benowo yang masih menggunakan energi sinar matahari jadi tidak menggunakan disel atau mesin lainnya. Ngadiman (62th) warga asal Gresik ini petani garam Benowo mengatakan, panen garam bisa melimpah kalau pada saat musim kemarau. ” Panen garam sampai 2-3 bulanan mas, dan 1 hektarnya bisa mencapai 10 ton garam,” terangnya. [geh]
