Petani Kab.Lamongan Inginkan Sawahnya Bebas Wereng

Kawasan pertanian padi di Desa Tejoasri, Kec Laren. [Suprayitno]

Lamongan, Bhirawa
Kusairi (40) warga Desa Tejoasri, Kec Laren masih ingat betul kondisi sawahnya lima tahun lalu yang jadi langganan hama wereng. Bahkan hampir semua sawah milik warga di tepian Bengawan Solo itu juga terserang hama wereng.
Kala itu, warga Desa Tejoasri seperti dituturkan Kusairi menggunakan obat kima untuk membunuh hama padi itu. Harganya berkisar Rp130 ribu perbotol. Hasilnya, wereng mati, dan biota lain yang bermanfaat, termasuk musuh alami wereng juga ikut mati. Meski demikian, tanaman padi sering kering sebelum tiba waktunya panen.
“Kami kemudian dikenalkan agens hayati oleh Pak Haji Khamim, dari UPT Dinas Pertanian Kecamatan (UPT Dinas Tanaman Pangan, Holtikultura dan Perkebunan Laren). Saya termasuk yang pertama mau mencoba menggunakan agens hayati,” ujar Kusairi saat mengikuti panen raya padi bersama Bupati Lamongan Fadeli.
Sementara warga lainnya, kata Kusairi, belum banyak yang mau menggunakan agens hayati. Meski harganya sangat murah, hanya Rp10 ribu perbotol kemasan 1 liter. Itupun bisa digunakan berkali-kali, karena hanya dibutuhkan sekitar 200 mililiter untuk setiap tangki semprot.
“Kebanyakan petani memang begitu. Baru mau menggunakan cara baru, ketika sudah nyatakne, membuktikan dengan kepala sendiri,” ujar Kusairi mengingat keengganan petani lain menggunakan agens hayati kala itu.
Namun begitu mengetahui tanaman padinya paling sehat, petani lain mulai ikut-ikutan menggunakan agens hayati. Bahkan hasil produksi yang sebelumnya berkisar 9 kuintal per bumi 100 (1 hektare : bumi 750), dengan agens hayati bisa sampai 11 kuintal per bumi 100.
Menurut Kusairi, manfaat lain dengan menggunakan agens hayati, kebutuhan pupuk kimia juga berkurang. Jika biasanya dibutuhkan 40 kilogram (campuran urea, SP 36 dan Phonska), kini hanya dibutuhkan 25 kilogram.
Kusaeri bersama sejumlah warga Desa Tejoasri juga rutin mengikuti Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Salah satu yang kini diterapkan dari SL-PTT adalah penggunaan limbah padi berupa jerami menjadi pupuk kompos.
Sebelumnya, limbah padi ini hanya dikumpulkan di tengah sawah kemudian dibakar. ”Ini kata orang-orang dulu, jerami nanti jadi rumah tikus, jadi dibakar saja. Rupanya bisa bermanfaat untuk pupuk,” katanya menjelaskan.

Tags: