Petani Jombang Nekad Tanami Pisang di Saluran Irigasi

7-FOTO A rur-petani pisangJombang, Bhirawa
Protes kesulitan air, puluhan petani Desa Sidokaton, Kecamatan Kudu, Jombang, Rabu (20/5) nekat menanami saluran irigasi dengan tanaman pohon pisang. Hal ini dilakukan pasalnya sudah hampir dua tahun saluran irigasi untuk sawah mereka tidak pernah dialiri air.
“Saluran irigasi ini sudah hampir dua tahun ini tidak berfungsi, akibatnya petani mengalami kesulitan air. Padahal saluran irigasiyang melintas di desa sini merupakan tumpuhan untuk pengairan sawah warga Sidokaton ini,” ujar Nari (37), salah satu petani menceritakan.
Karena para petani, lanjutnya melakukan aksi tanam pohon pisang di saluran irigasi sebbagai bentuk protes agar diperhatikan pemerintah. “Kalau tidak seperti ini kita tidak dapat perhatian. Karena dengan tidak ada air dari irigasi biaya pertanian membengkak,” imbuhnya.
Aksi tanam pohon pisang disepanjang jaringan irigasi sepanjang hampir 900 meter itu dilakukan puluhan warga selepas pulang dari sawah. Mereka berkumpul di ujung jalan desa dan selanjutnya, menebang pohon pisang yang ada di kebun warga. Nah, pohon pisang itulah yang kemudian ditanam di sepanjang aliran sungai. Warga tidak mengalami kesulitan dalam melakukan aksi tanam. Karena sungai tersebut memang kering kerontang.
Bukan hanya itu. Pada batang pohon pisang tersebut juga ditempeli beraneka poster yang berisi tuntutan. Semisal, ‘butuh air, wani piro?’. Sungai yang ditanami pisang kurang lebih sekitar 700 meter. Usai melakukan protes, puluhan petani tersebut beramai-ramai mendatangi balai desa untuk menyampaikan tuntutan. Keluhan petani tersebut ditampung oleh camat setempat, Sholahudin.
Nari menjelaskan, air dan petani adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Ironisnya, setiap musim tanam, para petani selalu kelimpungan karena sungai yang melintasi desa tidak pernah ada airnya. Petani sudah mengadukan persoalan tersebut ke pihak terkait. Hanya saja, keluhan itu hanya bertepuk sebelah tangan. “Air tetap tidak mengalir. Padahal di desa kami terdapat lahan pertanian seluas 14 hektar,” katanya.
Atas kondisi itu, warga memutar otak. Petani akhirnya menggunakan mesin pompa air atau diesel untuk pengairan sawah. Akan tetapi, upaya tersebut memunculkan masalah baru. Karena sumur warga mulai mengering. Secara otomatis terjadi benturan antara petanu dengan warga lainnya. Selain itu, biaya operasional tersebut juga cukup mahal. Rinciannya, biaya sewa pompa air sebesar Rp 15 ribu per jam.
“Untuk biaya sewa pompa air saja sekitar Rp 1 juta per bulan. Ini sangat memberatkan kami. Kalau tidak sewa pompa air, petani bisa gagal panen. Makanya kami berharap pemerintah lebih pro aktif, yakni segera mengaliri sungai yang kering tersebut,” katanya menegaskan.
Menanggapi protes petani Sidokaton ini Camat Kudu, Solahudin mengatakan, pihaknya belum mengetahui secara persis persoalan petani Desa Sidokaton tersebut. Karena, menurut camat, tuntutan warga tersebut baru disampaikan hari ini. “Yang pasti keluhan petani kami akan sampaikan kepada pihak terkait,” jawabnya. [rur]

Tags: