Petani Kota Batu Keluhkan Pemasaran Padi Organik

Suasana Panen Raya Padi Organik di Desa Pendem

Suasana Panen Raya Padi Organik di Desa Pendem

Kota Batu, Bhirawa
Para Petani Padi Organik di Desa Pendem berharap Pemkot Batu mengeluhkan pemasaran padi organik hasil panen mereka. Keluhan ini disampaikan petani dalam giat Panen Raya Padi Organik di Desa tersebut yang dihadiri Wakil Walikota Batu, Punjul Santoso, dan rombongan SKPD Pemkot, Senin (24/10).
Dalam kesempatan kamrin, Petani Desa Pendem meminta agar Pemkot menyediakan Pasar organik di Kota Batu ini.
“Kalau di Kota Batu ada Pasar Organik kita tidak perlu kebingungan menjual padinya. Sudah menanamnya susah, saat panen bingung harus menjual dimana,” ujar Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Pendem, Jumadi.
Para petani, katanya, akan lebih senang lagi jika panen padi organik dibeli oleh Pemkot Batu, sehingga petani tidak khawatir harga akan anjlok ketika akan menanam padi organik.
Saat ini di Desa Pendem saat ini ada 35 hektar areal persawahan. Hanya 25 persen sawah saja yang merupakan sawah organik. Merawat padi organik di tengah areal persawahan yang menggunakan obat-obatan kimia memang menjadi tantangan tersendiri.
Pelan-pelan kita usir hama dengan menggunakan bunga matahari, eceng gondok, kenikir dan tanaman-tanaman lain yang baunya menyengat untuk mengusir hama,” jelas Jumadi.
‘ Kawasan ini ditanam padi organik sejak tahun 2011. Ditargetkan selama 5 tahun bisa terbentuk kawasan pertanian organik di desa ini. Namun sampai saat ini impian itu belum bisa terwujud. Kendalanya, sulitnya menanam dan memasarkan padi organik ini membuat petani enggan untuk menanamnya. Selain itu, lanjut Jumadi, ketersediaan air irigasi pun sangat kurang, terlebih saat musim kemarau. Para petani harus mencari air sampai Kecamatan Bumiaji yang berjarak puluhan kilometer dari lahan mereka.
Diketahui, puluhan ton padi organik terpaksa dijual di bawah harga pasar. Hal ini disebabkan petani kesulitan untuk menjual padi ramah lingkungan ini dengan harga yang pantas. Padahal, seharusnya padi organik ini harganya jauh lebih mahal ketimbang padi biasa. Selain sulitnya memasarkan padi organik, biaya operasional yang dibutuhkan untuk menanam padi organik ini jauh lebih besar ketimbang menanam padi yang mengunakan obat-obatan kimiawi.
Ambil contoh, ketika di sawah mulai muncul rumput, jika perawatan menggunakan obat kimia, cukup disemprot sehari rumput langsung mati. Namun hal itu tidak bisa dilakukan petani organik.
“Untuk mematikan rumput, kita harus membalik tanahnya atau mencabutinya, butuh waktu lebih lama dan pekerjanya juga harus tambah,” keluh Jumadi.
Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kota Batu, Sugeng Pramono, membenarkan bahwa dari waktu ke waktu pertanian organik di Kota Batu semakin mengecil.
“Tahun ini kita kecilkan hanya 2 hektar saja, kita benar-benar memilih petani yang benar-benar komit di pertanian organik,” ujar Sugeng.
Saat ini Dinas Pertanian dan Kehutanan, mati-matian mempertahankan 1 hektar areal percontohan yang disiapkan untuk tamu-tamu yang datang.
“Setiap ada tamu yang datang bisa berkunjung ke sini, karena itu harus tetap ada untuk percontohan,” pungkas Sugeng. [nas]

Tags: